Jumat, 17 Februari 2017

AGUS sUPRAPTO

Nomor : MG 0022422116P
Nama : Agus Suprapto
Alamat : Caruban Madiun

Mengenal Sejarah Lewat Posmo

Seringkali saya membaca posmo dalam kondisi sadar. Karena jika tidak sadar, maka akan terbawa dalam dunia lain. dari posmo akhirnya saya sedikit demi sedikit mencintai menyukai  sejarah lokal yang ada disekitar  daerah Mataraman.
Oleh karena itu, jika diajar guru besar Persaudaraan Kemuning Bhakti Husada Maospati selalu ikut. karena saya anggap penting. Meskipun hujan deras dan gerimis. karena dapat menambah wawasan lebih jauh. Sebab selama ini saya dinas di Departeman Sosial. Urusannya masalah sosial. Tapi untuk sejarah  belum sama sekali. Tahun inilah saya melacak tempat-tempat bersejarah.
Kemanapun disekitar  Caruban akan saya datangi, baik secara sendiri maupun dengan sang guru yang berasal dari Gunung Lawu. Tapi tiap naik sepeda motor selalu dengan orang sakti dari Surabaya. Tujuannya agar motor tidak macet ditengah jalan.Pernah sekali macet di makam keramat, maka dengan kekuatan gaib menjadikan motor tidak macet dan langsung jalan. bahkan menyalip motor guru besar saya. memang hebat dia.
Bukan hanya sebatas di daerah Caruban saja, melainkan di Maospati, Ngawi dan Madiun. Lokasinya bukan hanya di kota. Tapi di desa hingga pegunungan  yang cukup angker dan menakutkan.
Untuk soal dua masalah tersebut  bagi saya tidak ada masalah.  Karena gunung yang angker pernah aku daki dan dalam hati tidak kenal takut. Malahan hantu kalau bertemu saya langsung menghilang. Padahal mereka berani menemui teman saya dalam satu ronbongan. ini menunjukkan saya hebat. 
Kemarin saya melakukan perjalanan menuju Benteng Van Den Bosch yang katanya menakutkan dan angker. Tapi ternyata tidak ada apa-apanya, baik itu hantu maupun siluman. Padahal sudah saya kelilingi benteng tersebut mulai dari depan hingga belakang. Yang ada terlihat bangunan yang  memprihatinkan keadaannya. maklum sudah  tua usianya.
Waktu itu mendung  menggantung diatas langit. Tapi tidak sempat turun. karena ada salah satu rombongan saya ada yang pandai menyarang hujan. Sehingga hujan tidak sampai jatuh kebumi. Angin yang membawa mendung ketempat lain.
Saya naik sepeda motor menuju benteng yang dibangun Belanda itu. Awalnya parkir didepan benteng. karena  bisa dibawa masuk. Kemudian  saya bawa mengelilingi benteng. Sehingga bisa melihat sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun yang berada dekat benteng. Juga melihat bangunan parit yang berisikan air. Dimana fungsinya agar musuh tidak dapat masuk dan menyerbu benteng.
Saya dapat melihat sungai karena  posisinya berada diatas tanah yang mengelilingi benteng. Tapi tidak melihat mahluk gaib penghuni benteng. Padahal ilmu telah saya keluarkan. Mungkin waktunya siang hari dan menjelang sore. Seandainya malam, ya dapat melihat dan berkomunikasi.
Kemudian saya membuka baju  yang selama ini aku pakai. Diganti baju persilatan. Karena mau berduel dengan orang Surabaya yang memang ahli tarung bebas. Pada saat berduel saya tidak mampu menjatuhkan lawan.Bahkan hampir kalah di lokasi belakang Benteng Van Den Bosch Ngaei. Barang kali ini pelajaran bagi saya untuk lebih serius berlatih lagi. maklum jarang berlatih. 

Budi Suryanto

Nomor : MG 0022422117P
Nama :  Budi Suryanto
Alamat : Keraton  Maospati Magetan

Memfoto Makam Mbah Jolono

Sejak pagi saya menjadi tukang di rumah guru saya. Karena rumah dan tokonya  ambrol terkena angin yang memiliki kekuatan gaib. Mungkin dari kekuatan  ilmu Kolocokro yang memang  raja diraja segala ilmu yang ada di dunia.
Sangking asiknya  lupa dengan teman yang datang dari jauh. Anehnya teman saya sendiri itu tidak mengenal. Dikira saya tukan dari alam lain. bahkan wajah saya pun tidak dikenal. karena waktu itu sedang memakai topi mustika kolomunyang.
Setelah menuntaskan  perbaikan pintu rumah, saya langsung menemui teman saya itu. Anehnya  teman saya itu kaget. melihat wajah saya yang berubah dua kali. Mungkin saya secara langsung telah memiliki ilmu merubah wajah.
Kemudian melanjutkan perjalanan dengan motor dalam kondisi hujan rintik-rintik. Diperkirakan hujan akan turun. Tapi disarang temanku dan akhirnya hujan tidak turun. Perjalananpun dilanjutkan menuju makam Kiai Mohammad Nur Ali Laskar Diponegoro yang ada di Benteng Van Den Bosch.
Saya melakukan foto-foto sudut-sudut bentang. Juga makam kiai tersebut. Tapi tidak ada kekuatan gaib. Padahal banyak  orang  bilang ada penampakan. ternyata memang tidak ada. Khusus dibelakang benteng saya terasa  ada kekuatan gaib saat memotret teman  yang sedang berlatih silat. Disitu ada kekuatan gaib. Sehingga saya harus memotret dua kali. Soalnya jika hanya sekali rasanya kurang tepat dan hasil foto kabur. Mahluk teman saya itu memiliki ilmu yang cukup tinggi. Hanya hampir saja mampu mengalahkan Guru Besar Persaudaraan Kemuning Bhakti Persada Maospati. Mungkin ilmunya belum dikeluarkan semua..
Hingga akhirnya menjelang sore. Karena takut langsung  keluar benteng menuju Petilasan Mbah Jolono Ngawi.  Kata orang petilsan tersebut sangat keramat. Karena  dulu tempat terbunuhnya Mbah  Jolono Laskar Diponegoro yang cukup sakti. Dimana kepalanya dibung ke sungai oleh Belanda dan tubuhnya dikubur disitu. Jika disatukan dapat hidup kembali. 
Ditempat ini saya melakukan aktifitas memfoto pada malam hari. Dua tiga kali memotret dan yang keempat ada sidar merah melintas dan berhasil saya foto. Saya semakin percaya kalau  petilasan tersebut  benar-benar angker. Apalagi situasi semakin malam. Nuansa keangkeran benar-benar terasa angker.
darisinilah saya semakin percaya dengan lokasi petilasan Mbah Jolono yang terkenal sakti. Tidak lama kemudian saya langsung melanjutkan perjalanan pulang. mengingat hari telah larut malam. Lagi pula berada di tengah-tengah kuburan keramat dan makam umum.
Setelah sampai rumah tenaga ini telasa loyo. Temanku yang berasal dari luar kota  masih segar bugar. Tapi saya sendiri kecapekan hingga tubuh tidak mampu digerakkan. Hingga akhirnya tidur-tiduran di dalam ruangan benada-benda antik bersejarah sambil mendengarkan cerita temanku yang memang benar-benar sakti dan tidak takut saat berada di makam keramat. 

Mbah Banjar dan Sunan Drajad


Kisah Sunan Banjar Syiar Islam di Paciran, Lamongan (2-Habis)

Wariskan Perjuangan Dakwah kepada Sunan  drajat
Sunan Banjar dan Mbah Mayang Madu setelah berdakwah cukup lama di Paciran, Lamongan meninggal dunia. Kemudian dilanjutkan oleh Raden Qosim atau Sunan  drajat, selaku ahli waris perjuangan menyebarkan ajaran Islam. Bagaimanakah kisah masyarakat Lamongan selanjutnya?

Setelah berjalan beberapa tahun, berdakwah dengan Sunan  drajat, maka Sunan Banjar berpulang ke Rahmatullah. Beliau dimakamkan di Desa Banjaranyar bagian utara. Makamnya kini tidak sebagus makam Mbah Mayang Madu. Begitu pula penziarahnya tidak begitu banyak. Hanya orang-orang tertentu.
Kemudian menyusul Mbah Mayang Madu pun wafat, beliau dimakamkan di belakang Masjid Njelaq dan mendapat julukan Sunan Jelaq. Makamnya kini cukup bagus. Bercatkan merah dan kuning. Unsur Tiongkok cukup dominan. Meskipun Mbah Mayang Madu bukan orang yang berasal dari daratan Cina.
Sepeninggalan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu, maka tinggallah Kanjeng Sunan Drajat yang melanjutkan usaha-usaha yang sebelumnya dirintis oleh beliau bersama almarhum.
Dalam usahanya untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, R. Qosim juga menggunakan pendekatan seni budaya.
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan metode kesenian guna menarik perhatian masyarakat sekitar yang pada waktu itu masih beragama Hindhu-Buddha. Sehingga karena itulah beliau menciptakan tembang pangkur dan menggunakan alunan suara gamelan atau gending untuk mengumpulkan masa di masjid yang telah didirikan oleh Mbah Mayang Madu tersebut dinamakan Masjid Nggendingan. Demikian luwesnya R. Qosim dalam memfungsikan masjid benar-benar mengena di masyarakat.
Dalam perjuangannya beliau dibantu oleh para santrinya yang menjadi pembantu setia dalam mengemban misi. Suka duka perjuangan silih berganti mewarnai kehidupan Kanjeng Sunan Drajat dan para santrinya di Banjaranyar.
Waktu pun terus berlalu, kian hari perkembangan pondok pesantren di Banjaranyar mengalami kemajuan yang sangat pesat, sikap permusuhan yang datang dari para penduduk berubah menjadi kecintaan yang dalam.
Para pemuda banyak yang berdatangan dari daerah-daerah ke pondok pesantren guna menimba ilmu agama kepada beliau. Mereka itulah yang kemudian dikader menjadi para da’i dan mubaligh yang tangguh, tabah, dan berkompeten lalu disebarkan ke pelosok negeri atau kembali ke kampung halamannya sambil membawa misi Islam.
Keberhasilan perjuangan Kanjeng Sunan Drajat di Banjaranyar tidaklah membuat beliau menjadi puas, lalu duduk berpangku tangan sambil berongkang-ongkang kaki menikmati hasil perjuangannya. Akan tetapi hal tersebut justru mendorong beliau untuk lebih giat dalam mengembangkan agama Islam tempat lain. Karena itulah, beliau membangun sebuah masjid di kampung sentoro yang letaknya persis di sebelah timur kompleks makam Sunan Drajat, sebagai tempat beliau memberikan pengajian mengajar dan mendidik para santrinya.
Sunan Drajat kemudian mendirikan masjid yang akhirnya diberi nama Desa Drajat, ada pun masjid yang telah dibangun Kanjeng Sunan Drajat sendiri pada tahun 1424 Jawa atau 1502 M. Kini telah musnah akibat gempa bumi yang pernah terjadi dua ratus tahun yang silam. Sebagai gantinya, di tempat tersebut kini telah didirikan masjid yang direnovasi sebagaiman bentuk aslinya.

Sentral Pendidikan
Dalam kehidupan berumah tangga. Kanjeng Sunan Drajat mempunyai dua istri. Yang pertama adalah putri Mbah Mayang Madu yang makamnya terletak di belakang Masjid Jelaq, Banjaranyar dan karena itulah setelah Mbah Mayang Madu meninggal. Kanjeng Sunan Drajat mendapatkan istri dari putri Sunan Mayang Madu.
Adapun istri beliau yang kedua adalah seorang putri Kediri yang bernama Retno Condro Sekar Putri Adipati Surya Dilaga. Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Kanjeng Sunan Drajat. Dari kedua istri beliau inilah Kanjeng Sunan Drajat mendapat keturunan yang akhirnya berkembang dalam suatu keluarga besar yang tersebar hingga saat ini.
Pada masa Kanjeng Sunan Drajat inilah Desa Banjaranyar, Drajat, dan sekitarnya menjadi sentral pendidikan dan aktivitas keagamaan serta menjadi mercusuar penyebaran Islam di daerah pesisir pantai utara khususnya di daerah Paciran. Akhirnya beliau wafat pada tanggal 25 Syakban dan dimakamkan di belakang masjid tempat beliau mengajar sebagaimana yang telah kita saksikan saat ini. HUSNU MUFID

Keindahan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri




Keindahan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri

Burung Hong dan Naga Mas Penjaga Regol

Klenteng Tjoe Hwie Kiong adalah sebuah Klenteng Tri Dharma yang terawat dan indah, yang berada Jl. Yos Sudarso No 148, Kediri, Jawa Timur. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.

Klenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri dibangun pada 1895 oleh orang-orang keturunan Tionghoa di Kediri yang secara bergotong-royong mengumpulkan dana untuk bersama-sama membangung tempat ibadah ini. Mereka kebanyakan adalah para imigran yang berasal dari daerah Fujian di Tiongkok yang datang ke Hindia Belanda untuk memperbaiki nasib.
Pintu gerbang Klenteng Tjoe Hwie Kiong dengan dinding yang juga bermotif susunan bata berwarna merah menyala dan garis kuning. Lubang masuk ke dalam klenteng berbentuk lengkung bertulis “Yayasan Tri Dharma Tjoe Whie Kiong Kediri”, dan hiasan guci serta bunga berbentuk lidah api ada di atas temboknya.
'Tembok warna merah dan kuning memendar sangat berani pada dinding bermotif susunan bata Klenteng Tjoe Hwie Kiong ini terlihat sangat mencorong. Ornamen pada pintu lengkungnya khas oriental dan terlihat indah,"ungkap Siu An Li salah satu pengurus kelenteng.
Memasuki halaman klenteng Tjoe Hwie Kiong terlihat patung Burung Hong, semacam burung Phoenix, berukuran besar dengan detail ukiran yang sangat indah. Jumbai-jumbai ekor pendeknya menyerupai lidah-lidah api kemerahan dengan tiga bulu ekornya menjuntai panjang seakan hendak merengkuh bola matahari di atasnya.
Di seberang patung burung Hong terdapat patung naga emas yang tak kalah besarnya. Bersama burung Hong, patung naga itu menjadi penjaga regol Klenteng Tjoe Hwie Kiong dengan sisik-sisik berapi kuning merah, seakan tengah terbang melayang di atas gulungan awan putih biru. Mulut naga terbuka garang dan sepasang sungutnya berdiri tegak.
Di sebelah kiri dan kanan bangunan utama Klenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat menara pembakar kertas sembahyang (Kim Lo). Di halaman sebelah kanan juga terdapat panggung semi permanen dengan lukisan bangunan khas Tionghoa di puncak pegunungan dengan tebaran awan dan burung bangau yang terbang.
Klenteng Tjoe Hwie Kiong memiliki tiga buah pintu utama di tengah, dan pintu lengkung di sisi samping kiri kanannya. Di wuwungan tengah Klenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat sepasang naga, sementara di wuwungan kedua terdapat sepasang ikan keemasan yang di masing-masung punggungnya terdapat patung pendeta.
Di bawah patung naga terdapat relief orang-orang suci yang tengah menunggang kuda, dan di tengah-tengah sepasang naga itu terdapat patung pria bersila yang di kepalanya menjunjung semacam bakul. Ornamen garis-garis bulat melingkar merah dan kuning, dengan sepasang naga di tengahnya, terdapat pada dinding kiri kanan depan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong.

Arwah Leluhur
Altar Tri Nabi Agung di Kelenteng Tjoe Hwie Kiong sebelah kiri berisi rupang Lao Tze bagi penganut Tao dengan lambang Yin-Yang; di tengah adalah altar dengan rupang Buddha Sakyamuni bagi penganut Buddha dengan lambang Swastika, dan yang kanan adalah rupang Kong Hu Cu bagi penganut Konghucu, dengan lambang Genta Suci.
Altar Kwan Sing Tee Kun (Kwan Sing Tek Kun) atau Kwan Kong juga ada di Kelenteng Tjoe Hwie Kiong. Ia jenderal terkenal zaman Sam Kok (165-219 M), yang setelah mencapai kesempurnaan bergelar Bodhisatva Satyakalama Kwan Seng Tek Kun. Gelar Tek Kun (Di Jun) adalah gelar Bodhisatva pria, dan Pho Sat adalah gelar Bodhisatva wanita. Kwan Kong juga bergelar Fu Mo Da Di (Penakluk Mara), dan Guan Fa Li Zu (Penegak Hukum).
Hiolo Kelenteng Tjoe Hwie Kiong berbentuk agak tidak lazim yang berada di depan altar utama. Bagi masyarakat Tionghoa, membakar hio dianggap merupakan cara untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur dan orang suci. Ketika seseorang berdoa sambil memegang hio, maka jiwanya menjadi transparan, sehingga para dewa pun tahu apa yang tersimpan di dalamnya.
Seorang wanita lewat baya tampak berdoa di Klenteng Tjoe Hwie Kiong sambil memegang hio yang sudah dibakar. Setelah bersoja sebanyak tiga kali, hio ditancapkan pada hiolo. Hioswa atau hio adalah alat sembahyang utama bagi orang Tionghoa, baik yang menganut agama Buddha, Konghucu, Tao, maupun Hindu.
Saat pengunjung menyalakan hio, api yang menyala di ujung hio tidak boleh ditiup, tetapi api dimatikan dengan cara mengibas-ngibaskan. Asap hio yang lurus menusuk langit mengisyaratkan bahwa doa seseorang terkirim langsung dan diterima oleh para dewa di langit, sedangkan asap hio yang menyebar atau mengalir ke bawah, bisa menjadi pertanda bahwa doanya tidak dikabulkan.
Menara pembakar kertas (Kim Lo) di sebelah pintu samping Klenteng Tjoe Hwie Kiong yang langsung keluar ke jalan raya memunggungi tembok dengan relief indah bergambar seorang dewi yang memangku sebuah musik petik, menyerupai Dewi Saraswati dalam agama Hindu, serta pohon dengan tebaran bunga dilatari arakan mega putih dan langit biru.
Di halaman belakang Klenteng Tjoe Hwie Kiong juga terdapat kolam jernih dengan loji kecil di atasnya. Kolam itu berisi puluhan Ikan Koi besar dengan warna-warni yang sangat indah. Ikan Koi adalah sejenis ikan karper (Cyprinus carpio) yang berasal dari Tiongkok dan dianggap membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Cahya

Sufi, Ibnu Kafi

Ibnu Khafif al-Farisi
Meminta Nasihat Orang yang Sedang Berkhalwat

Ibnu Khafif adalah seorang sufi yang suka mengembara ke berbagai negeri. Di antaranya adalah Bagdad dan Mesir. Apakah yang dialami ketika melakukan perjalanan di dua kota tersebut? Berikut ini kisahnya.

Ibnu Khafif lahir di Syiria pada tahun 270 H/882 M. Ia berasal dari keluarga kerajaan Bani Umayyah yang memegang teguh nilai-nilai Islam. Setelah mengenyam pendidikan luas, ia pergi ke berbagai kota.
Saat Ibnu Khafif menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, singgah terlebaih dahulu di kota Baghdad. Di sini ia diliputi dengan kesombongan hingga tidak menemui Syekh Junaid, seorang ulama terkemuka di kota tersebut. Ketika ia berada jauh di tengah padang pasir, dengan membawa seutas tali dan sebuah timba, rasa haus meliputinya. Ia melihat sebuah sumur, seekor rusa sedang minum di sana. Saat ia tiba di bibir sumur, airnya lenyap seketika.
"Ya Allah," pekikku, apakah rusa ini lebih berharga di mata-Mu daripada 'Abdullah? Aku mendengar sebuah suara berkata, "Rusa itu tidak membawa timba dan tali, ia menggantungkan nasibnya kepada Kami," ujarnya.
Dipenuhi dengan kegembiraan, ia pun mem­buang timba dan tali yang dibawa, lalu pergi meneruskan perjalanannya. Lalu ia mendengar suara itu lagi, "Abdullah, Kami telah mengujimu. Karena engkau tabah, maka kembali dan minumlah". "Aku kembali ke sumur tadi dan melihat airnya meluap. Aku pun berwudu dan minum. Lalu aku kembali melanjutkan perjalananku," ungkapnya.
Sepanjang perjalanan ke Madinah, ia tidak membutuhkan air lagi karena wudu-nya tadi. Saat ia tiba kembali di Baghdad, pada hari Jumat pergi ke masjid, Syekh Junaid ada di sana. Ia melihatnya dan berkata kepadanya, "Jika engkau benar begitu, sabar, niscaya air akan memancar dari bawah kakimu." Dari sinilah Ibnu Khafif akhirnya tersadar bahwa kesabaran itu akan mewujudkan kebaikan untuk dirinya sendiri.
Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju Mesir. Karena mendengar berita tentang seorang lelaki tua dan seorang pemuda yang terus-menerus berkhalwat di suatu tempat untuk menghindari keramaian guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sesampainya di sana ia melihat dua orang yang menghadap ke arah Makkah dengan khusuk tanpa melihat ke kanan dan ke kiri. Tiga kali Ibnu Khafif mengucapkan salam kepada mereka yang sedang berkhalwat, tetapi mereka tidak menjawab salamnya. "Semoga Allah memelihara kalian," pekik Ibnu Khafif. "Jawablah salamku!” katanya berulang.
Kemudian mereka menjawab sambil mengangkat kepalanya dan ber­kata, "Ibnu Khafif, dunia ini adalah hal kecil, dan dari yang kecil ini hanya sedikit yang tersisa. Dari yang sedikit ini ambillah yang banyak, wahai Ibnu Khafif. Mungkin engkau punya banyak waktu luang sehingga mau bersusah-payah menyapa kami.”
Setelah berkata demikian, orang yang bekhalwat itu menundukkan kepalanya lagi. “Walaupun sebenarnya aku lapar dan haus, aku melupakan semua itu, aku begitu terpesona melihat mereka. Aku menunggu; dan mendirikan salat zuhur dan ashar bersama mereka,” ujar Ibnu Khafif.
Kemudian Ibnu Khafif kembali mengajak berbicara, "Nasihatilah aku." Lalu dijawab oleh orang yang berkhalwat itu. "Wahai Ibnu Khafif, kami adalah orang-orang menderita," jawab orang yang sedang berkhalwat itu, "Kami tidak punya lidah nasihat. Orang lainlah yang seharusnya menasihati yang menderita," tambahnya.
Jawaban orang yang berhalwat itu menjadikan Ibnu Khafif semakin penasaran. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tetap tinggal selama tiga hari tanpa makan dan tanpa tidur. Ia bertanya dalam hati, "Apa yang mesti kukatakan agar mereka mau menasihatiku?" Orang yang berkhalwat itu mengangkat kepalanya dan berkata, "Bersahabatlah dengan seseorang yang bila engkau memandangnya, engkau teringat kepada Allah, dan yang pesonanya menggugah hatimu, seseorang yang menasihatimu dengan lidah amal; 'bukan dengan lidah, kata-kata," ungkapnya.
Nasihat orang yang berkhalwat itu diterima dengan senang hati. Lalu Ibnu Khafif merenungkan dengan mendalam di sebuah masjid karena nasihat itu memiliki nilai yang cukup dalam.
Setelah memahami nasihat orang yang sedang berkhalwat itu kemudian pergi meninggalkan Mesir menuju negeri Byzantium untuk mendapatkan pengalaman spiritual yang lebih banyak lagi. HUSNU MUFID


Manfaat Air Bagi Manusia

Manfaat Air dalam Kehidupan Manusia
Kehidupan manusia punya hubungan erat dan langsung dengan air. Sepanjang sejarah air menjadi faktor penting dalam membentuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanpa air kehidupan menjadi tidak bermakna.
Air merupakan sumber kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sepanjang sejarah air menjadi faktor penting dalam membentuk cara hidup manusia, pengembangan teknologi, dan budaya. Di mana saja ada air, maka sudah pasti di sana ada desa dan kota.
Ayat-ayat Alquran dan hadis banyak menekankan pentingnya air sebagai sumber kehidupan manusia. Allah subhanahu wata’ala dalam ayat ke-30 Surat Al-Anbiya’ berfirman: “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Secara transparan Allah dalam ayat ini menyebut air sebagai sumber kehidupan. “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian kami pisahkan antara keduanya dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiyaa:30)
Dapat dipahami bahwa air menjadi tiang dan pokok bagi kehidupan. Air adalah ibu bagi semua fenomena alam, betapa Allah menisbatkan air untuk segala bentuk kehidupdan dan keberadaan, artinya tanpa air kehidupan tak akan ada.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al-Mukminun ayat 18, “Kami telah menurunkan air dari langit dalam kadar tertentu, kami diamkan air itu di bumi dan kami mampu untuk menghilangkannya.” Nah, semakin jelas bukan bahwa air yang ada di bumi memang berasal dari langit dan atas kehendak Allah subhanahu wata’ala air sebagai sumber kehidupan diberkahkan kepada kita. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya menjaga dan memanfaatkan air sebaik-baiknya.
Dalam kitab suci Alquran sudah dijelaskan sifat air dan fungsinya seperti al-ma’ul mumthir (air hujan), al-ma’ul furath (air sumur) dan air sungai yang biasa kita minum, al-ma’ul ujaz (air laut yang mengandung kadar garam tinggi).
Pertama, air hujan. Secara ilmiah air hujan hasil penguapan air laut yang membentuk segumpal awan mendung. Oleh karena itu, air hujan merupakan air yang sangat jernih. Saat air hujan turun ke bumi secara otomatis air hujan membersihkan udara karena kemampuannya menghisap material-material seperti gas dan zat-zat logam lainnya. Menurut para ilmuan di sela proses itu air hujan tercampur dengan zat-zat kimia dan garam-garam yang mengandung material padat sehingga mengubah rasanya menjadi sedikit asam dan asin.
Dalam Alquran dijelaskan bahwa air hujan adalah tetesan-tetesan air hasil penyulingan yang dibuat oleh Allah atau yang disebut al-ma’ul mumthir. Air hujan dipercaya mampu mengangkat segala kotoran yang terdapat pada kulit tubuh manusia jauh lebih baik daripada air biasa.
Air hujan sangat steril dari berbagai macam virus dan bakteri. Sesuai dengan karakter air hujan yang sangat baik inilah telah dijelaskan hakikat keistimewaan air hujan dalam firman Allah yang berbunyi, “Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.” Dalam Alquran juga dijelaskan bahwa sifat air hujan yang turun dari langit mampu untuk menyucikan diri manusia serta mampu untuk menghilangkan segala gangguan-gangguan setan dan dapat digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh manusia.
Kedua, al-ma’ul furath, air sumur dan air sungai yang biasa kita minum. Begitulah Alquran biasa menyebutnya. Al-ma’ul furath dalam bahasa Arab bararti air yang nikmat rasanya. Tidak salah lagi air yang nikmat itu adalah air yang segar untuk diminum yang biasa dikonsumsi manusia baik dari sumur atau sungai.
Dalam Alquran air sungai air yang berasal dari mata air atau air sumur disebut dengan segar dan sedap rasanya karena memiliki kandungan logam yang menjadikan rasa air menjadi manis. Air yang kita minum baik yang berasal dari sumber mata air.
Sungai atau sumur adalah air tawar yang berasal dari air hujan yang turun dari langit dalam keadaan yang sangat jernih dan mengalir melalui aliran sungai di gunung-gunung. Dengan kehendak Allah air hujan itu bercampur dengan zat-zat tambang dan garam-garam di bumi yang menjadikan air hujan berubah sifat menjadi air tawar yang segar untuk dikonsumsi.
Sesuai dengan firmannya, Allah telah menamai air sungai yang tersimpan di bawah bumi dan kita minum bagai air yang segar yang sedap rasanya. Sedangkan air laut dengan asin lagi pahit yang menunjukkan kadar garam yang berlebihan. “Tiada sama (antara) dua laut: yang ini tawar, segar sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit.” (QS. Fathir:12)
Ketiga, Allah telah menjelaskan bahwa air laut adalah al-maul ujaj yang berarti air yang terdiri atas kadar garam yang tinggi dan berlebih. Karena itulah air laut tidak cocok untuk dikonsumsi sebagai minuman. Meskipun demikian, air laut mempunya manfaat lain dengan kandungan garam yang sangat tinggi bagi sumber kehidupan dalam laut dan bermanfaat bagi manusia.
Dalam Alquran dijelaskan semua binatang buruan laut dan semua makanan yang berasal dari laut dihalalkan merupakan makanan yang lezat bagi manusia. Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 96 “Maka dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.”
Begitu pula dalam sebuah hadis yang shahih Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya air laut itu bersih airnya dan halal bangkainya untuk dimakan.” Maha Besar Allah yang telah menurunkan air dengan berbagai sifat dan manfaatnya. Air hujan yang diyakini sebagai air yang paling jernih dan bersih yang mampu membersihkan diri manusia serta air sungai dan air sumur yang memiliki rasa sedap dan menyegarkan.
Air laut yang memiliki kadar garam yang berlebihan dan menjadi sumber kehidupan laut yang menjadikan halal buruan laut serta makanan yang lezat bagi manusia.
Namun tahukah Anda bahwa ada satu rahasia bahwa terdapat air tawar yang tidak tercampur di lautan? Bahkan Allah berbicara tentang sungai air tawar dalam lautan. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 53 “Dan dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit dan dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. Al-Furqan:53)
Air di bumi secara terus-menerus berputar melalui siklus air yang meliputi penguapan dan pendinginan lewat mekanisme hujan dan salju. Mekanisme itu mempunyai jadwal dan perameter yang terkait di dalamnya seperti kesanggupan tanah dalam menyerap air.
Kadar panas matahari yang pas untuk menguapkan air menjadi awan juga membuat awan yang pas menjadi air kembali. Bila salah satu parameter itu terganggu, maka jawabnya adalah bencana bagi manusia. Berkurangnya kesanggupan tanah dalam menyerap air akan menjadi banjir besar bagi manusia. Oleh karena itu, bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki kandungan air yang dua pertiga bagiannya diselimuti air.
Yahya Aziz, SAg, MPdI UINSA Surabaya sebagaimana dituturkan kepada husnu mufid redaktur posmo

PIlkada Gubernur DKI Jakrta

Gubernur Baru DKI Jakarta

Warga DKI Jakarta memilih pemimpinnya. Yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur yang menakhodai segenap tugas dan amanah serta mengelola berbagai kebijakan. Kebijakan itu membawa dampak terhadap kehidupan masyarakatnya.
Bisa berdampak positif, bisa juga negatif. Bila amanah, maka berbuah pahala. Apabila nyeleweng, tentu berdosa. Rabu, 15 Pebruari 2017, warga Jakarta sudah memiliki gubernur baru, untuk masa bakti 5 tahun ke depan.
Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, sudah seharusnya harus turut serta dan ikut berpartisipasi dalam memilih pemimpin. Keseriusan untuk terus menjaga kemaslahatan umat harus dibarengi dengan bentuk nyata dalam memberikan perhatian terhadap kondisi sosial masyarakat secara umum.
Perhatian (ihtimam) ini sebagai konsekuensi logis dari karakteristik Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin. Perhatian terhadap kondisi Indonesia berarti perhatian terhadap kondisi umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negara ini.
Sebagai agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT, Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah dan akhlak serta urusan-urusan akhirat. Tapi juga mengatur urusan-urusan dunia termasuk cara memilih pemimpin di negara Indonesia.
Dalam Islam kepemimpinan adalah salah satu aspek yang dianggap sangat penting dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya ayat dan hadits Nabi Muhammad yang membahas tentang ini. Hal ini bisa dimengerti. Karena pemimpin merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan suatu masyarakat.
Hadits Nabi  berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang persoalan kepemimpinan ini. Nabi  Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: " Jika kalian bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Hadits ini secara jelas memberikan gambaran betapa Islam sangat memandang penting persoalan memilih pemimpin. Juga memperlihatkan bagaimana dalam sebuah kelompok Muslim yang sangat sedikit (kecil) pun, Nabi  memerintahkan seorang Muslim agar memilih dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.
Contoh lagi, saat jasad Nabi  yang belum lagi dimakamkan, para sahabat lebih mendahulukan memilih khalifah pengganti Nabi  daripada menyelenggarakan jenazah beliau yang agung dan mulia.
Fakta-fakta ini,  memperlihatkan bahwa persoalan memilih pemimpin itu merupakan salah satu persoalan yang dipandang sangat penting dalam pandangan Islam. Karena memilih pemimpin itu tidak  hanya mencakup dimensi duniawi, lebih dari itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi). Karenanya, tidak selayaknya seorang Muslim masih menggunakan dasar dan acuan lain selain yang telah jelas dan tegas disebutkan dalam kitab sucinya al-Quran, jika mereka benar-benar mengaku orang yang beriman.
Banyak definisi pemimpin yang sering dipakai di dalam kehidupan sehari-hari. Jika merujuk pada ayat-ayat yang berbicara tentang larangan memilih pemimpin kafir/non Muslim, kata pemimpin yang digunakan dalam ayat-ayat tersebut merujuk pada pengertian seseorang yang memegang dan menguasai suatu wilayah kaum Muslimin. Dengan kata lain pemimpin yang dimaksud di sini bermakna pemimpin yang kekuasaannya bersifat kewilayahan dan memiliki wewenang penuh atas wilayah kaum Muslimin secara penuh.
Oleh karena itu, pilihlah calon Gubernur DKI Jakarta yang mengajak bertaqwa kepada Allah dan jangan memilih pemimpin yang mendorong bermaksiat kepada-Nya, meskipun ia keluarga kita. Karena dalam Islam, memilih pemimpin juga merupakan bagian dalam kehidupan beragama.
Tentu lebih utama yang baik agamanya dibandingkan dengan umat yang akan dipimpin nantinya agar bisa membawa rakyatnya menjadi lebih baik dalam segala bidang. Jangan sampai kita umat Islam salah memilih tokoh yang nantinya malah berdampak buruk bagi rakyat. Memilih pemimpin bukanlah sekedar berdasarkan popularitas, suku, penampilan, atau hal-hal duniawi lainnya.
Kesalahan dalam memilih pemimpin dapat menyebabkan penyesalan di kemudian hari, Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin juz II mengatakan, “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya. Kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama. Kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Barangsiapa dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan”.
Mari kita berikhtiar bersama-sama memilih Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Gubernura yang benar-benar ulil amri dari kalangan para tokoh umat yang selalu dekat dengan agama dan segala ketentuan Allah. Sehingga menjadi negara yang berkah dan dilindungi oleh Allah SWT. Aamiin.

Yahya Aziz, SAg, MPdI UINSA Surabaya sebagaimana dituturkan kepada husnu mufid redaktur posmo

Sufi, Syekh Al-Qisyairi

Syekh AL-Qusyairy

Sufi Yang Jujur Dalam Ketasawufan

Syekh Al-Qusyairy adalah seorang ulama yang memiliki  kedalaman ilmu agama cukup tinggi, bail ilmu tasawuf maupun ilmu syariah. Kedalaman ilmunya menjadikan banyak umat yang bergurur kepada beliau. Disamping itu, ia memperdalam ilmu berhitung untuk membantu  raja dalam penarikan pajak. Berikut ini kisah perjalanan hidupnya. 

Nama lengkapnya adalah Abdul Karim al Qusyairy.  Nasabnya ke jalur ayah adalah , Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Panggilannya  Abul Qasim, Sedangkan nasab Ibundanya Ustadz asy Syeikh        Sulamy. Sedangkan pamannya,  Abu Uqail as Sulamy, salah seorang pemuka wilayah Astawa.
Masa kecilnya tidak mengenal masa kebahagiaan, kecuali hanya sedikit.  Namun, yang jelas, beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya telah wafat ketika usianya masih kecil. Kemudian pendidikannya diserahkan pada Abul Qasim al Yamany, salah seorang sahabat dekat keluarga al Qusyairy. Pada al Yamany, ia belajar bahasa Arab dan Sastra. Para penguasa negerinya sangat menekan beban pajak pada rakyatnya. Al Qusyairy sangat terpanggil atas penderitaan rakyatnya ketika itu. Karenanya, dirinya tertantang untuk pergi ke Naisabur, mempelajari ilmu hitung, agar bisa menjadi pegawai penarik pajak, sehingga kelak  bisa meringankan beban pajak yang amat memberatkan rakyat.
Naisabur ketika itu merupakan ibu kota Khurasan.  Seperti sebelumnya, kota ini merupakan pusat  para Ulama dan memberikan peluang besar berbagai disiplin ilmu. Syeikh al Qusyairy sampai di Naisabur, dan disanalah beliau mengenal Syeikh  Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan panggilan ad-Daqqaq, seorang pemuka pada zamannya.
Setelah memiliki ilmu yang cukup banyak, Syekh al-Qusyairy mengawini Fatimah putri  gurunya, Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury (ad Daqqaq). Fatimah adalah seorang wanita yang memiliki prestasi di bidang pengetahuan sastra, dan tergolong wanita ahli ibadah di masanya, serta meriwayatkan beberapa hadis.
Perawinannya berlangsung antara tahun 405 412 H. Dari hasil perkawinannya, Syekh Al Qusyairy berputra enam orang dan seorang  putri. Putra-putranya menggunakan nama Abu. Secara berurutan: 1) Abu Sa'id Abdullah, 2) Abu Sa'id Abdul Wahid, 3) Abu Manshur Abdurrahman, 4) Abu an Nashr Abdurrahim, yang pernah  berpolemik dengan pengikut teologi Hanbaly  karena berpegang pada mazhab Asy'ari.
Abu an Nashr wafat tahun 514 H/1120 M. di Naisabur, 5) Abu Fath Ubaidillah, dan 6) Abul Mudzaffar Abdul Mun'im. Sedangkan seorang putrinya, bernama Amatul Karim. Di antara salah satu cucunya adalah Abul As'ad Hibbatur-Rahman bin Abu Sa'id bin Abul Qasim al Qusyairy.
Syekh al Qusyairy belajar bidang fiqih kepadanya. Studi itu berlangsung tahun 408 H./1017 M. Abu Bakr - Muhammad ibnul Husain bin Furak al Anshary al-Ashbahany (wafat 406 H./1015 M.), seorang Ulama ahli Ilmu Ushul. Kepadanya, beliau belajar ilmu Kalam.
Juga Syekh Al Qusyairy belajar bidang  Ushuluddin ber mazhab Imam Abul Hasan al Asy'ary. Fiqih: Al Qusyairy dikenal pula sebagai ahli  fiqih mazhab Syafi'y. Karena itu al Qusyairy juga dikenal sebagai  teolog, seorang hafidz dan ahli hadis, ahli bahasa dan sastra, seorang pengarang dan  penyair, ahli dalam bidang kaligrafi, penunggang  kuda yang berani. Namun dunia tasawuf lebih dominan dan lebih populer bagi kebesarannya.
Dibidang tasawuf beliau seorang Sufi yang benar benar jujur dalam ketasawufannya, ikhlas dalam mempertahankan tasawuf. Komitmennya terhadap tasawuf begitu dalam. Beliau menulis buku Risalatul Qusyairiyah, sebagaimana komitmennya  terhadap kebenaran teologi Asy'ary yang dipahami sebagai konteks spirit hakikat Islam.
Kemudian Syekh Al-Qusyairy ini menunaikan kewajiban haji  bersamaan dengan para Ulama terkenal, antara lain: 1) Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf al-Juwainy (wafat 438 H./1047 M.), salah seorang  Ulama tafsir, bahasa dan fiqih, 2) Syekh Abu Bakr Ahmad ibnul Husain al-Balhaqy (384 458 H./994 1066 M.), seorang Ulama pengarang besar, dan 3) Sejumlah besar Ulama ulama masyhur yang sangat dihormati ketika itu.
Beliau wafat di Naisabur, pada pagi hari Ahad, tanggal 16 Rablul Akhir 465 H./l 073 M. Ketika itu usianya 87 tahun. Ia dimakamkan di samping makam gurunya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq ra, dan tak seorang pun berani memasuki kamar pustaka pribadinya dalam waktu   beberapa tahun, sebagai penghormatan atas dirinya.
Beliau memiliki kuda, hadiah dari seseorang.  Kuda itu mengabdi kepada Syeikh selama 20 tahun.  Ketika Syeikh meninggal, si kuda amat sedih. Selama seminggu ia tidak mau makan, hingga kuda itu pun mati. HUSNU MUFID

Husnu Mufid Di Benteng Van den Bosch Ngawi











Mengungkap Motif Didirikan  Benteng Fron Van Den Bosch di Ngawi

Untuk Mematahkan Perjuangan Laskar Diponegoro

Benteng Van den Bosch, atau yang lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Tepatnya di komplek Angicipi Batalyon Armed 12. Seperti apakah kisah sejarahnya dan tujuan didirikan. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.

Keberadaan benteng yang berada di Kabupaten Ngawi dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1839 – 1845 dengan nama Font Van Den Bosch,  pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Van Den Bosch. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Menempati lahan seluas ± 1 hektar.
Bentuk bangunannya  bertingkat. Terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, ruangan untuk seorang kolonel dan ruang komando serta beberapa ruangan yang dulunya diyakini sebagai kandang kuda. Juga dikelilingi parit yang lebarnya 15 meter dan dalamnya 2 meter. Sehingga terlihat dari luar tampak terpendam. "Oleh karena itu, benteng ini oleh masyarakat sekitar dikenal juga dengan sebutan benteng pendem.
Dulu  dihuni oleh tentara Belanda sebanyak 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan 60 orang kavaleri yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch.
Tujuan di bangunnya benteng tersebut yaitu pertama, untuk menghambat atau menangkal pasukan penyerang Diponegoro terhadap Belanda. Mengingtat perlawanan melawan Belanda yang berkorbar di daerah, dipimpin oleh kepala daerah setempat.
Waktu itu di Kabupaten Madiun, dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo, dan di daerah Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirontani pada tahun 1825. 
Kedua, dipilihnya lokasi pembangunan benteng di pertemuan  sungai Bengawan Solo dan Madiun  itu. Karena kala itu merupakan jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai jauh ke bagian hulu. Perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi yang berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Bandar Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama. Lokasi benteng sengaja dibuat rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi (tanggul).

Dibom Jepang
Setelah Jepang memasuki  Indonesia kondisi benteng dibagian selatan keadaannya hancur. Karena serangan bom. Meskipun demikian, masih menyisakan  salah satu bukti  makam salah satu Laskar Diponegoro sekaligus penyebar agama Islam di  Kabupaten Ngawi di dalam kantor utama dalam Benteng Van Den Bosch, yang bernama KH. Muhammad Nursalim.
"KH. Muhammad Nursalim adalah tokoh pejuang yang ditangkap Belanda dan di bawa ke Benteng tersebut. Karena kesaktiannya beliau tidak mempan ditembak, akhirnya tentara Belanda mengubur hidup-hidup  didalam benteng dengan kepala  dibawah dan kaki diatas. Sebab memiliki ilmu sungsang,"ungkap Ki Lawu Maospatisejarawan dari Magetan.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1962 benteng tersebut beralih fungsi menjadi markas dan gudang amunisi Batalyon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kecamatan Rampal, Kabupaten Malang, serta menjadi area latihan perang.
Kemudian antara tahun 1970-1980, dikosongakan karena gudang amunisi dipindahkan ke Jalan Siliwangi kota Ngawi yang sekarang menjadi maskas Kostrad. Pada saat pengosongan itulah muncul penampakan jenis makhluk gaib yang sering terlihat di bangunan Benteng Pendem Ngawi. Seperti pasukan Belanda tanpa kepala berjalan keluar masuk benteng. .
Juga sering muncul siluman ular sebesar pohon kelapa dari semak-semak belukar kemudian menghilang dibalik tembok yang sudah terlihat kusam jika ada orang datang. Kadang-kadang muncul manusia kelelawar hinggap diatas bangunan pada bulan purnama. Disusul munculnya  makhluk gaib dengan tubuh hitam legam disinyalir makhluk astral dan banyak lagi mahluk yang menakutkan.
Pada tahun 2011, setelah terbengkalai cukup lama dan tertutup untuk dikunjungi. Akhirnya Benteng Van Den Bosch dibuka untuk umum, dan pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Ngawi telah melakukan penataan di sekitar kawasan benteng untuk dikembangkan sebagai andalan wisata edukasi dan sejarah di Kabupaten Ngawi. Kini sudah tidak lagi muncul mahluk gaib didalam benteng tersebut. Karena banyak orang yang mengunjungi. Mahluk gaibnya pindah ke sungai Bengawan Solo yang ada disebelahnya. HUSNU MUFID


Kamis, 02 Februari 2017

Klenteng Jombang



Keunikan Klenteng Hong San Kiong di Jombang
Terdapat Wayang Potehi Berusia 150 Tahun
Selain banyak dijumpai Pondok Pesantren, tetapi di kota santri Jombang juga terdapat sebuah klenteng tua yang terletak di kawasan Gudo. Yaitu Klenteng Hong San Kiong. Berikut hasil liputan wartawan posmo.
Lokasi Klenteng ‘Hong San Kiong’ berada di tepi jalan raya Gudo, di antara pemukiman penduduk. Lokasinya yang berada tepat di ujung jalan pada simpang pertigaan itu membuatnya sangat mudah dikenali.
Menjelang datangnya Hari Raya Imlek, puluhan patung dewa yang ada di Klenteng Hong San Kiong, Desa/Kecamatan Gudo, Jombang dimandikan dengan air kembang. Para umat Tri Dharma berharap, datangnya Imlek membawa keberkahan.
Satu per satu patung yang berjajar itu dikeluarkan. Termasuk patung dewa tertua di Klenteng itu, yakni Kong Cong Kong Tik Tjoeng Ong. Selanjutnya, pakaian yang membalut patung tersebut dilepas. Air yang bercampur kembang juga disiapkan.
Tahap akhir, patung itu dimandikan secara bergantian. Bau harum langsung tercium. Setelah semuanya beres, patung para dewa itu dikembalikan ke tempat semula. Selain patung, altar yang digunakan untuk sesembahan juga dibersihkan oleh pengikut Tri Dharma.
Memandikan patung dewa merupakan ritual tiap tahun menjelang datangnya Imlek. "Kami berharap perayaan Imlek berjalan damai. Sehingga suasana rukun tetap terjaga," kata hari Purwanto pengurus klenteng.
Pada bagian depan klenteng terdapat pintu masuk dengan ornamen berbentuk burung garuda di sebelah kanan dan kiri. Di bagian bawah ornamen garuda itu terdapat aksara Cina. Klenteng ini banyak dikunjungi bukan saja oleh orang Tionghoa, tetapi juga non Tionghoa.
Klenteng ini diperkirakan berdiri pada abad 17-dan merupakan klenteng tertua di Jombang. Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 16,200 m2 dengan luas bangunan 3,500 m², merupakan simbol asimilasi antara warga pribumi dan pendatang etnis Tionghoa di Jombang.
"Klenteng tersebut merupakan tempat ibadah umat Tri Dharma di Desa Gudo, termasuk paling tua di Kabupaten Jombang, yakni dibangun pada abad 17. Imlek jatuh pada 28 Januari 2017. Makanya segala persiapan kita lakukan, termasuk memandikan patung para dewa," ujar Hari Purwanto, pengurus klenteng.
Di klenteng ini terdapat beberapa altar dewa yang disembah. Yang pertama Kong Co Kong Tik Tjoen Ong yang altarnya terletak di tengah ruang depan. Lalu ada Dewa Bumi Kong Co Hong Tik Tjoen Sing terletak di sebelah kiri. Tak jauh di sebelah kiri Dewa Bumi terdapat Dewa Langit Kong Co Hyang Tfian Sing Tee. Di sisi kanan terdapat altar Dewa Kebenaran Kwan Sing Tee Koen. Dan di bawah tempat peristirahatan rumah dewa terdapat kendaraan Kong Cu Kong Tik Tjoen Ong yang disebut Bing Hoe Ciang Koen.
Klenteng ini juga menyediakan fasilitas penyembuhan bagi masyarakat yang ingin berobat secara tradisi Cina. Menariknya, yang datang ke sana (berobat, red), tidak hanya dari para pengikutnya, tetapi juga penganut agama lain termasuk kaum muslimin.
Warga etnis Tionghoa di sekitar Klenteng Hong San Kiong ini juga ada yang piawai membuat barongsai. Salah satu kesenian asli warga keturunan Tionghoa, bahkan karya mereka sudah dipergunakan oleh komunitas-komunitas barongsai di seluruh Indonesia.
Menariknya, setiap hari pukul 15.30 dan 19.00 WIB digelar pertunjukan wayang potehi. Bicara tentang kebangkitan kembali wayang potehi, tak bisa lepas dari keberadaan Klenteng Hong San Kiong di Gudo, Kabupaten Jombang. Tak sebatas di Jawa Timur, klenteng ini menjadi markas Paguyuban Wayang Potehi Fu He An ini, boleh jadi merupakan satu-satunya pusat pelestarian wayang potehi di Indonesia.
Toni Harsono, ketua Klenteng Hong San Kiong sekaligus ketua Paguyuban Wayang Potehi Fu He An, merupakan tokoh pelestari di balik geliat wayang potehi di Gudo. Toni adalah generasi ketiga seniman potehi di Indonesia.
Kakek Toni, Tok Su Kwie, adalah seorang sehu yang datang langsung dari Negeri Tiongkok. Bersama Tan Hing Gie, salah seorang pemain musik yang setia mengiringinya, mereka mendarat di pantai utara Pulau Jawa di penghujung abad ke-19 dan menetap di Gudo hingga akhir hayatnya.
Melestarikan Tradisi
Tok Hong Kie, ayah Toni Harsono, menjadi penerus jejak sehu Tok Su Kwie melestarikan tradisi potehi hingga masa-masa sulit ketika Pemerintah Orde Baru memberangus segala sesuatu yang berbau Tionghoa di paruh kedua tahun 1960-an.
Namun, meski menjadi keturunan langsung seniman-seniman potehi, Toni Harsono justru tidak melanjutkan profesi sebagai seorang sehu, mengikuti wasiat sang ayah yang tidak menghendaki keturunannya untuk melanjutkan profesi ini, mengingat pengalaman hidupnya sebagai seorang sehu yang penuh dengan keprihatinan dan keterbatasan. Karenanya, ungkapan cinta dan kepeduliannya akan wayang potehi diwujudkannya dengan perhatian dan berbagai upaya demi lestarinya wayang potehi di Indonesia, khususnya di Jombang, tempat kelahiran yang sangat dicintainya.
Peninggalan sang kakek, kini menjadi salah satu koleksinya yang paling berharga, berupa puluhan wayang potehi asli berusia tak kurang dari 150 tahun, lengkap dengan dekorasi panggungnya. Koleksi bersejarah yang telah melintasi samudera luas, dari Negeri Tiongkok ke Tanah Jawa. Meski sebagian dengan kondisi rusak, sisa-sisa keindahannya masih tampak.
Koleksi asli yang di negeri asalnya bahkan telah jarang dijumpai ini, memandunya untuk menciptakan boneka-boneka baru. Pengukir kayu andal sengaja didatangkan dari Jepara. Tak sebatas mengukir kepala boneka potehi, mereka juga membuat duplikat properti dan dekorasi panggung yang sesuai dengan aslinya. Busana mini warna-warni yang menghiasi tubuh boneka potehi diserahkan kepada tukang bordir dan penjahit khusus di Jombang dan Tulungagung. Sementara pengecatan ekspresi wajah dan pembentukan akhir wujud boneka lebih banyak dilakukannya sendiri.
Memang, tak setiap sehu selalu memiliki kotak boneka sendiri dan selama ini mereka biasa menggunakan koleksi yang dimilikinya tanpa dipungut biaya sepeser pun. Posisi Toni sebagai salah satu pengusaha sukses di Jombang memungkinnya untuk mengemban posisi penting dalam pelestarian seni tradisi ini. Bukan sebagai sehu sebagaimana ayah dan kakeknya, namun menjadi seorang maecenas lokal dengan perhatian spesifik terhadap kelestarian wayang potehi. Sebuah posisi unik yang tergolong langka.
Sementara itu Widodo, pemain, dalang, sekaligus pembuat wayang potehi mengatakan kalau pertunjukan wayang Potehi di klenteng untuk sementara vakum. Lantaran banyak diantara pemainnya yang kini kerap melakukan pementasan di luar.
Dalam sekali pementasan biasanya membutuhkan waktu sekitar 4 jam dengan 25 cerita. Untuk wayangnya sendiri sekitar 155 biji dengan beragam karakter masing-masing. “Dalang di sini umumnya justru bukan dari keturunan Tionghoa melainkan asli Jawa,” jelasnya.

Syekh Al-Hakim


Syekh Al-Hakim At-Tirmidzi
Pandangan Filosofinya Penuh Hikmahi
Pengaruh Al-Hakim At Tirmidzi dalam dunia sufi cukup besar. Pemikiran-pemikirannya mempengaruhi sufi-sufi besar seperti Imam Ghazali, Ibnu Qoyyim, Ibnu Farabi dan sebagainya. Berikut ini kisahnya.
Syekh Al-Hakim At-Tirmizi ini adalah salah seorang pemikir kreatif  terkemuka dalam Tasawuf Islam di zamannya. Nama lengkapnya  Abu 'Abdullah Muhammad ibnu 'Ali ibnu al-Husain al-Hakim at-Tirmidzi.
Beliau berguru pada ahli Tasawuf, Ahli Fiqih dan  Ahli Hadits, dan terhitung jumlahnya sampai 170 an Ulama. Bahkan kata-katanya yang terkenal hingga kini, "Siapa yang tidak punya guru, maka  gurunya adalah Syetan...".
Meskipun selama ini beliau bukan seorang perawi hadits   terkenal seperti At-Tirmidzy yang selama ini popular di kalangan ahli hadits. Walau pun demikian, sesungguhnya  beliau juga banyak meriwayatkan hadits. Oleh karena itu,  ia mendapatkan gelar Al-Hakim dari masyarakat.
Pandangannya sangat filosofis penuh hikmah. Sehingga banyak  umat Islam yang menyukai. Setiap menggelar pengajian selalu ramai dihadiri  masyarakat luas guna mendengarkan kata-katanya yang filosofi dan berhikmah. 
Ia pernah mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan. Yaitu  diusir dari kota asalnya oleh orang-orang yang tidak menyukai pandangan-pandanganya yang penuh hikmah. Kemudian  mengungsi ke Nisyabur pada tahun 285 H/898 M. Tapi tetap  menyampaikan pandangan-pandangannya melalui  berkhotbah di masjid. Tidak ada  umat islam yang melarangnya. bahkan mendapat sambutan yang cukup besar.
Kemudian pandangan-pandangan filosofi  yang penuh hikmah itu ditulis dalam sebuah buku. Dimana buku tersebut tertang ilmu jiwa yang mempengaruhi sufi besar Al-Ghazali,  sementara teori kesufiannya diadopsi dan dikembangkan oleh lbnu 'Arabi.
Ia adalah seorang penulis yang sangat produktif. Antara lain, Khotamul Auliya'; Kitabul Auliya'; Al-Masailul Maknun; Ghourul Umur; Riyadhatun Nafs; Ma'rifatul Asror,; dan sejumlah kitab  lainnya yang sangat berpengaruh dalam sejarah Tasawuf hingga dewasa ini, termasuk kumpulan  hadits Nabawi dalam judul "Al-Manhiyyat" juga  kitab, "Nawadirul Ushul ilaa Ma'rifati Akhbarir  Rasul."
Banyak kitabnya, termasuk uraian  singkat tentang riwayat hidupnya, lestari hingga kini bahkan beberapa di antaranya telah  diterbitkan. Diantara buku  karyanya yang monumental adalah  "Khotamul Auliya" yang   berisi 155 pertanyaaan, yang menjadi standar    bila seseorang menggapai tingkat kewalian dan ma'rifatullah, akan mampu menjawab  pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ibnu Araby dalam  Kitabnya Al-Futuhatul Makiyyah menjawabnya dengan tuntas, menurut pandangan beliau. Selain Al-Ghazaly dan Ibnu Araby, Ibul Qoyyim  Al-Jauziyah sangat terpengaruh pada pandangan Al-Hakim at-Tirmidzy terutama dalam Kitab Ar-Ruh-nya Ibnul Qoyyim. Begitu juga karya  monumental An-Nifary, Al-Mukhathabat dan wal-Mawaqif, yang menjadi salah satu bacaan  utama Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily selain  Khotamul Auliya'.
Beliau memiliki  murid-muridnya cukup terkenal dalam dunia sufi diantaranya adalah Ahmad bin Muhammad bin Isa,  Al-Hasan bin Ali al-Jauzajaany,  Manshur bin  Abdullah bin Khalid al-Harawy, Abu Bakr  Muhammad bin Ja'far al-Haitsam, Abu Bakr Muhammad bin Umar al-Warraq at-Tirmidzy  al-Hakim, dan Abu Muhammad Yahya bin Manshur al-Qadhy, dan lainnya yang tak tercatat.
Murid-muridnya mampu menyebarkan pemikirannya ditengah-tengah masyarakat muslim yang mengalami kehausan ilmu sufi. Saat itu ilmu tersebut  telah menjadi kebutuhan masyarakat. mengingat kerajaan lebih mementingkan kehidupan yang mewah. Sehingga melupakan kehidupan akherat. HUSNU MUFID
Belum lagi pengaruh besarnya pada Ibnu Athaillah  as-Sakandaryy dan Ibrahim ad-Dasuqy, dalam  berbagai karyanya. Dan terutama ketika  menafsirkan ayat 35 surat An-Nur, Mufassir besar al-Qurthuby dan asy-Syaukany, sangat terpengaruh  oleh pandangan al-Hakim at-Tirmidzy.