Suu Kyi Tak Bela Muslim Rohingya
Yangoon – Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi
dikritik oleh pendukungnya sendiri karena ikon demokrasi itu enggan
membuat pernyataan sehubungan dengan penindasan yang dilakukan militer
terhadap etnis Rohingya.
Kelompok aktivis yang mendukung Suu Kyi
menuduh ikon HAM itu berdiam diri terhadap isu kemanusiaan dan
perlakukan buruk oleh tentara pemerintah terhadap etnis Rohingya. PBB
menganggap Rohingya adalah etnis paling teraniaya di dunia.
Suu
Kyi juga dikritik sengaja menghindar mengomentari isu yang telah
berlangsung selama delapan minggu di negeri Rakhine, Myanmar barat.
Ratusan orang dilaporkan tewas dan puluhan ribu lagi penduduk terpaksa
mengungsi dari rumah mereka. Laporan lain menyatakan pihak militer
memukul, mengancam dan membunuh etnis Rohingya.
Suu Kyi juga
enggan mengkritik Presiden Thein Sein. Padahal tindakan mantan jenderal
militer itu mendukung kebijakan yang mendorong terjadinya penghapusan
etnis. Thein Sein mengatakan, sekitar 800.000 etnis Rohingya harus
ditempatkan pada kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh.
Direktur
Eksekutif Kampanye Myanmar-Inggris, Anna Roberts mengatakan, Suu Kyi
berada dalam situasi sulit, namun orang banyak kecewa karena ia tidak
menyatakan sikapnya berhubung isu Rohingya. "Suu Kyi melepaskan peluang
untuk membangkitkan isu mengenai HAM," kata Brad Adams, Direktur
Pemerhati HAM Asia.
Ketika ditanya tentang isu Rohingya, Suu Kyi
dalam pernyataan kurang jelas menyatakan pentingnya 'menghormati
kedaulatan hukum' atau hukum imigrasi perlu direformasi menjadi yang
lebih jelas. Pendirian yang kabur itu, menunjukkan bahwa Suu Kyi
menganggap etnis Rohingya Islam itu sebagai pendatang haram.
Pada
ucapan pertamanya di Parlemen pada Rabu pekan ini, Suu Kyi menegaskan
tentang pentingnya melindungi hak asasi kelompok minoritas yang lebih
mengacu kepada kelompok penganut Buddha di Karen dan Shan.
Suu
Kyi tidak menyebutkan kekerasan komunal bulan lalu di Myanmar bagian
barat antara Rakhine yang beragama Buddha dan kaum Rohinya Muslim yang
memangsa sedikitnya 78 orang tewas dan memicu tindak kerasan tentara
pemerintah.
Peraih hadiah Nobel Perdamaian itu memang telah lama
memperjuangkan hak-hak minoritas etnis, termasuk etnis Shan, Karen dan
Kachin, tetapi dikritik oleh kelompok hak asasi karena tidak menjanjikan
dukungan kuat untuk etnis Rohingya.
Kebanyakan orang menganggap
Rohingya Myanmar dikembalikan saja ke Bangladesh. Diperkirakan 800.000
Rohingya hidup di negara bagian Rakhine di Myanmar dan setidaknya
200.000 lebih di Bangladesh. Mereka tidak diakui oleh kedua negara.
[Dari berbagai kantor berita asing]
Sabtu, 28 Juli 2012
Langganan:
Postingan (Atom)