Menyibak
Perguruan Silat Gombel Betawi (1)
Didirikan Jawara Ciracas Betawi
Perguruan Silat
Mutiara Betawi pada awalnya adalah silat yang hanya diperuntukkan bagi keluarga
besar Bapak Tua Konsen sebagai salah seorang pencetusnya, sebelum akhirnya di
tahun 1978 dibuka bagi umum hingga kini. Namun uniknya, dalam dunia persilatan
Betawi, Silat Mutiara Betawi lebih dikenal dengan nama Silat Gombel. Berikut
laporannya.
Perguruan Silat
Mutiara Betawi atau Silat Gombel ini jika ditarik dari garis guru besar utama,
memang tidak akan mendapatkan sebuah ujung. Artinya tidak ada data yang jelas,
siapa sosok yang pertama kali menciptakan atau memainkan silat ini. Namun
berdasarkan kabar dari mulut kemulut para jawara Betawi, silat ini pertama kali
diketahui dimainkan oleh seorang Jawara Betawi asal Ciracas, Jakarta Timur,
yakni Baba Tua Koncan.
Akan tetapi itu
bukanlah satu-satunya hipotesis awal tentang asal usul silat ini. Karena ada
beberapa pihak juga yang menyebutkan bahwa Silat Mutiara Betawi atau Silat
Gombel ini diciptakan oleh seorang Jawara Betawi yang pertama kali melakukan babat alas di wilayah Ciracas, yang
bernama Baba Tua Kotong Kopi.
Dari kedua jawara
ini, lantas Silat Gombel diturunkan kepada para muridnya, mulai kepada Bapak
Tua Dengkrong. Kemudian ke Bapak Tua Bongkok atau yang lebih dikenal dengan
nama Mbah Bongkok, selanjutnya ke Mandor Jiung atau yang dikenal dengan nama
Kong Jiung di tahun 1822 sebelum akhirnya dia menjadi centeng saat pembangunan Gudang Air di Jakarta Timur.
Kong Jiun
kemudian menurunkan Silat Gombel ini kepada Bapak Tua Ali, hal tersebut terus
di lakukan turun temurun, mulai dari Baba Takrim, Baba Nasir, hingga terakhir
saat diturunkan kepada Usna, selaku Guru Besar di Perguruan Silat Mutiara
Betawi atau Silat Gombel saat ini.
Bapak Tua Ali
sendiri merupakan buyut dari
Usna, sedangkan Bapak Tua Kotong Kopi adalah buyut dari Bapak Tua Ali.
Saat itu
keberadaan Silat Gombel ini hanyalah diperuntuhkan bagi keluarga besar sang
guru sendiri, tidak untuk diajarkan kepada publik secara umum. Barulah pada
tahun 1978, di bawah naungan Guru Besar (Gubes) Baba Nasir, Silat Gombel
membuka Perguruan Silat Mutiara Betawi ini, yang keberadaannya diperuntukkan
untuk umum, dan hal tersebut berkembang hingga saat ini.
Namun hal
tersebut tidak lantas membuat semua pihak setuju untuk mengajarkan Silat Gombel
kepada siapa saja yang ingin mendalaminya, seperti saat Baba Nasir menurunkan
Silat Gombel kepada anaknya, Baba Hasan. Sosok Baba Hasan ini masih memegang
teguh anggapan yang mengatakan bahwa silat Gombel hanya boleh diturunkan kepada
pihak keluarga, bukan kepada pihak lain. Sehingga saat ini, di Perguruan Silat
Mutiara Betawi atau Silat Gombel memiliki dua aliran.
Dua Aliran
Yakni Silat
Gombel Tali di bawah pimpinan Guru Besar (Gubes) Usna dari guru Baba Tua Ali
yang berpusat di Jl. Raya Poncol, Gang Percetakan, Ciracas, Jakarta Timur, dan
Gombel Akal Jati di bawah pimpinan Baba Hasan dari guru Baba Nasir.
Keberadaan Silat
Gombel diketahui terus mengalami perkembangan sejak pertama kali diturunkan
oleh guru besar masing-masing aliran Silat Gombel, baik itu oleh Baba Tua
Koncan maupun oleh Baba Tua Kotong Kopi.
Sebelum tahun
1978, Silat Gombel diketahui hanya dimainkan dengan langkah serta Kotek, yang
artinya mengandalkan kecepatan tangan, berupa sambut tangan. Silat Gombel saat
itu tidak mengandalkan keberadaan jurus, karena Silat Gombel memang hanya
diperuntukan untuk bela diri jarak dekat.
Hal ini kemudian
berubah setelah tahun 1978, tepatnya sejak Baba Tua Ali menurunkan Silat Gombel
kepada murid-muridnya, khususnya kepada Guru Besar Perguruan Silat Mutiara
Betawi, Usna. Uniknya, hal tersebut tidak didapat oleh para murid lainnya.
Sehingga saat ini terjadi sebuah perdebatan di antara dua golongan murid ini,
terkait mana Silat Gombel yang benar.
“Kalau yang saya
ajarkan di Mutiara Betawi ini, memang Silat Gombelnya memiliki jurus, dan itu
hanya saya sendiri yang diajarkan oleh Baba Tua Ali, untuk yang lain tidak.
Jadi sampai sekarang juga masing sering selisih faham, antara mana Silat Gombel
yang benar. Tetapi buat saya, intinya jangan sampai Silat Gombel ini punah
saja,” ungkap Usna, Gubes Perguruan Silat Mutiara Betawi.
Untuk membuka
Perguruan Silat Mutiara Betawi atau Silat Gombel yang diperuntukkan untuk umum
ini, Usna mengaku telah mendapat banyak tekanan dari orang-orang yang masih
beranggapan bahwa Silat Gombel ini adalah silat keluarga. (Bersambung) ALFAN
Menyibak
Perguruan Silat Gombel Betawi (2-Habis)
Melakukan Ritual Mulang Syarat Bawa Ayam Jago
Usna sebagai
Guru Besar (Gubes) Perguruan Silat Mutiara Betawi mendalami seni bela diri
Silat Gombel ini sejak usia 10 tahun, dari Gubes Baba Tua Ali dan Baba Nasir.
Di usia 17 tahun, dirinya sudah medapatkan kepercayaan oleh sang guru untuk
mengajar para murid yang ingin mendalami Silat Gombel ini.
Pada Silat
Gombel di bawah naungan Gubes Usna ini memiliki 9 jurus awal, 6 langka, yakni
langka 3, langka 4, langka 5, langka 7, langka 9, dan terakhir langka 12. Untuk
menguasai 9 jurus awal dan 6 langka ini, tidak ada batasan waktu untuk
melanjutkan satu tingkat jurus atau langka, ke tingkat yang lebih tinggi.
“Kalau satu
jurus dia bisa langsung getap dalam waktu satu bulan, ya akan langsung naik ke
jurus di atasnya. Tetapi kalau di satu jurus itu dia tidak dapat melakukan
dengan getap, ya kita tidak akan kita naikan ke tingkat selanjutnya. Kita
tunggu sampai dia benar-benar getap di setiap jurus dan langkah, ada yang
sampai 10 tahun juga,” ungkap Usna.
Setelah murid
lulus 2 tahap tersebut, tahap jurus dan langkah, para murid yang mendalami
Silat Gombel akan diberikan pemahaman tentang penggunaan senjata tajam berupa
golok. Kemudian selanjutnya untuk yang terakhir adalah pendalaman tingkat
pengembangan setiap jurus, yang ditaksir berjumlah 150 kembangan.
Oleh karena itu,
di Perguruan Silat Mutiara Betawi, hal pokok yang paling diutamakan pada diri
setiap murid, adalah niat, sikap jujur, dan konsekuen pada setiap apa yang
diajarkan. Bagi Usna sendiri memiliki pemahaman tentang jurus yang sebenarnya
bukanlah terletak pada jurus 9 maupun yang lainnya, namun jurus adalah pribadi
manusia yang jujur dan lurus, sedangkan silat dipahami sebagai ajang untuk
silaturahmi.
“Jadi di sini
itu selain untuk mengenal maenan Betawi, tujuan akhirnya yakni persaudaraan,
selanjutnya kita arahin pada jurus, yang berarti jujur pada perkataan, dan
lurus pada perbuatan,” tambah Usna.
Perguruan Silat
Mutiara Betawi ini, selain pembentukan mental sebagai seorang warga Betawi yang
ingin melestarikan seni budaya bela diri Betawi, juga ingin membentuk mental
para murid yang didasarkan pada ahklak, dan sikap sabar. Sama halnya perguruan
silat lainnya, Perguruan Silat Mutiara Betawi juga memiliki ritual dalam setiap
kenaikan tingkat, atau berbatas waktu.
Di Perguruan
Silat Mutiara Betawi, ada beberapa ritual yang harus dijalankan oleh para
murid, seperti ritual Mulang Syarat, yang dilakukan setelah murid tersebut
telah mengikuti latihan sebanyak 3 kali. Ritual Mulang Syarat ini mewajibkan
para murid untuk membawa beras ketan, ikan lele, dan ayam jago.
Mencontoh Ikan Lele
Barang-barang
yang dibawa ini selanjutnya dimasak di tempat latihan, dan dinikmati secara
bersama-sama dengan para murid yang lain. Masing-masing barang tersebut
memiliki filosofi masing-masing, seperti ketan yang memiliki berat lebih dibandingkan
beras, mengandung arti bahwa para murid di Perguruan Silat Mutiara Betawi, bisa
melakukan lebih jika dibandingkan dengan murid dari perguruan lainnya.
Sedangkan ikan
lele yang memiliki tubuh licin dan patil yang tajam, memiliki arti Perguruan
Silat Mutiara Betawi tidak akan mengganggu orang lain jika tidak terlebih
dahulu diganggu. Walaupun begitu, para murid di Perguruan Silat Mutiara Betawi juga
diwajibkan berperilaku sabar, seperti ikan lele.
Sementara pada
ayam jago, memiliki filosofi bahwa orang yang memiliki kemampuan untuk
memainkan senjatanya, tidak harus menjadi jagoan, sehingga para murid Perguruan
Silat Mutiara Betawi dianjurkan untuk menyimpan semua ilmu yang telah
didapatkan di Perguruan Silat Mutiara Betawi, terkecuali dalam kondisi yang
terjepit.
Hingga saat ini,
Perguruan Silat Mutiara Betawi telah membuka beberapa cabang. Cabang-cabang
tersebut berada di wilayah Bekasi, Jakarta, dan Tanggerang. Pastinya berpusat
di Jl. Raya Poncol, Gang Percetakan, Ciracas, Jakarta Timur, dan memiliki
cabang di Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, cabang ketiga berada di
Kelurahan Jombang, Ciputat, Tanggerang Selatan, dan yang terakhir di Pondok
Gede, Bekasi. “Bagi yang mau ikut belajar di Perguruan Silat Mutiara Betawi,
bisa langsung datang ke alamat-alamat tadi,” tutupnya. ALFAN