Jejak Perang
Jawa Pangeran Diponegoro (4)
Siasat Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo
Tak jauh dari
Bakorwil II Eks Karisidenan Kedu dan Surakarta di Magelang, Jawa Tengah,
terdapat sebuah cungkup makam keramat yang dipercaya sebagai petilasan Raden
Ali Basah Sentot Prawiryodirjo. Berikut ini kisahnya.
Makam Raden Ali
Basah Sentot Prawiryodirjo berada di dekat Kali Progo yang mengalir di barat
Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro alias Bakorwil II Eks Karisidenan
Kedu Surakarta. Raden Ali Basah Sentot adalah salah satu Manggala Yudha
Pangeran Diponegoro yang dikenal sakti mandraguna.
Selama ini,
Makam Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo dipercaya berada di Bengkulu.
Kisahnya berawal ketika Raden Basah itu bersiasat dan memilih menjadi tentara
bayaran kompeni Belanda. Karena Pangeran Diponegoro telah ditangkap Belanda.
Guna meneruskan perjuangan yang belum selesai.
Jika tetap
melawan, maka sudah barang tentu akan ditangkap tentara Belanda. Oleh karena
itu, ia pura-pura bersedia menjadi tentara bayaran Belanda guna mendapatkan
senjata. Raden Ali Basah lalu dikirim ke Sumatra Barat dengan tugas melawan
pemberontakan Padri. Tetapi pada kenyataannya Raden Ali Basah Sentot mendukung
perjuangan kaum Padri. Hingga akhir hayatnya pada 17 April 1855, dimakamkan di
Bengkulu.
Jauh sebelum
terkena bujuk rayu kompeni Belanda, Raden Ali Basah Sentot merupakan salah satu
senopati perang Pangeran Diponegoro yang sakti dan setia. Pada perundingan
licik di Karisidenan Kedu, Raden Basah Sentot juga turut serta dalam rombongan.
Menjadi lumrah, manakala kemudian tak jauh dari Karisidenen Kedu Surakarta tersebut
terdapat makam yang dipercaya sebagai petilasan Raden Basah Sentot yang
terkenal dengan sebutan Makom Mbah Basah.
Kendati hanya
berjarak sekitar 3 kilometer dari Karisidenan Kedu Surakarta, Makom Mbah Basah
sulit ditemukan. Letaknya berada di sudut selatan timur Pedukuhan Kayuares, di
bantaran Sungai Progo yang tersembunyi di balik hamparan luas persawahan desa
setempat. Makom Mbah Basah terasa wingit, lantaran berada sendiri di tengah
pojok desa yang sangat sepi. Sementara itu, pohon kamboja di belakangnya
menghiasi cungkup makom yang berpagar keliling setinggi satu meter.
Petilasan Ali
Basah Sentot dibuatkan nisan dan bertuliskan namanya dalam huruf aksara Jawa.
Sementara itu di pagar bagian depan cungkup makam bertuliskan nama sang juru
kunci makam, Mbah Narko Bilowo. Memandang keluasan kompleks Makam Mbah Basah di
pekarangan kosong yang rimbun oleh semak dan pepohonan liar, membuat suasana
pengepungan Belanda ketika terjadi proses perundingan antara Pangeran
Diponegoro dengan Jenderal De Kock bisa terasakan. Sangat mungkin, jika
kemudian di tempat itu ada petilasan Raden Ali Basah Sentot yang ketika dalam
perundingan memang turut serta mengiringi keberangkatan Pangeran Diponegoro.
Masih jarang
orang mengetahui keberadaan Makom Mbah Basah. Warga setempat menyebutnya makom,
yang berarti petilasan dan bukan makam yang berarti kuburan. Menurut Mbah
Narko, Makom Mbah Basah ditemukan secara tidak sengaja. Ketika itu tahun 1968,
ada seorang warga setempat bernama Mbah Wiryo yang tak berani pulang ke rumah lantaran
kalah berjudi.
Karena takut
pulang, Mbah Wiryo memilih tidur di bawah pohon beringin besar di pinggir desa.
Saking lelahnya, di tempat yang sebenarnya cukup membuat bulu kuduk merinding
itu Mbah Wiryo terlelap tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, Mbah Wiryo seperti
mendengar suara yang menyuruhnya pulang dan bertobat.
Batu Pasujudan
Pada lain waktu,
kejadian aneh kembali terjadi. Salah seorang warga kesurupan dan meminta
diantarkan ke lokasi Makom Mbah Basah. Akibat kejadian itu, Mbah Wiryo lalu meyakini
tempatnya bermalam ketika kalah berjudi memang merupakan petilasan tokoh sakti.
Lalu dari kontak batin diketahui tempat itu merupakan petilasan Raden Basah
Sentot Prawiryodirjo.
Mbah Wiryo
kemudian memberinya tanda dengan membangunkan cungkup kecil dan dikeramatkan.
Sejak itu, banyak orang berdatangan untuk bertirakat menyampaikan ujub. Dari
sekian pelaku tirakat yang kabul ujubnya, dibangunlah petilasan Mbah Basah
seperti yang terlihat sekarang.
Mbah Narko
mengatakan, tak ada pantangan untuk bertirakat di Makom Mbah Basah. Namun
permintaan jelek seperti meminta nomor togel atau berjudi bisa mendatangkan
walat. Menurutnya, sudah banyak pelaku tirakat yang meminta ujub perjudian
berakhir dengan malapetaka.
Kendati sampai
kini masih banyak orang laku tirakat di Makom Mbah Basah, namun jarang warga di
desa itu yang mengetahui keberadaan makom. Warga setempat lebih mengetahui
tentang keberadaan watu pasujudan, yang berada di tengah aliran Kali Progo di
barat Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro.
Watu Pasujudan
itu dianggap aneh lantaran ketika banjir besar batu tersebut tidak tenggelam.
Namun warga kini sudah mengetahui, tidak tenggelamnya watu pasujudan itu karena
memang batu itu merupakan dataran kecil di tengah aliran Sungai Progo. Batu
itulah petilasan Pangeran Diponegoro, yang ketika menjelang perundingan
dibangun gubuk untuk bersembahyang. Batu itu sampai kini juga masih ada, dan
hanya sejumlah orang tertentu yang berani laku tirakat di atas batu tersebut. KOKO T.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat