Senin, 31 Juli 2017
Sunan Bayat Klaten
Kisah Pengembaraan Sunan Bayat Menuju Klaten
Islamkan Kepala Perampok dan Anak Buahnya
Pangeran Mangkubumi adalah putra Sunan Pandanaran Adipati Semarang ke satu. Ia meninggalkan kadipaten menuju dan menetap di Tembayat Klaten. Hingga akhirnya mendapat gelar dengan nama Sunan Bayat. Ditengah perjalanan ia dirapok. Kemudian rampoknya dikutuk menjadi domba. Bagaimanakah kisahnya. Berikut ini.
,
Sunan Bayat atau yang juga bergelar Pangeran Mangkubumi ini adalah salah satu ulama penyebar agama Islam di Jawa Tengah. Sunan Bayat adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
Sejak kecil telah mendapat pendidikan agama yang cukup kuat oleh orang tuanya. Malahan sempat belajar kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon. Ia termasuk murid yang baik dan pandai. Setelah menamatkan pelajaran agama kembali ke Semarang untuk membantu ayahnya mengatur pemerintahan.
Setelah ayahnya meninggal dunia, Sunan Bayat menggantikan kedudukan sebagai Adipati Semarang bawahan dari Sultan Fatah dari Kesultanan Demak Bintoro. Ia menggunakan gelar Pandanaran ke dua.
Awal mulanya dalam menjalankan sistem pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran–ajaran Islam. Sistem syariat Islam diterapkan di Semarang. Mengingat waktu itu masyarakatnya mayoritas telah menganut agama Islam, baik dari pihak pribumi maupun orang-orang Tiongkok yang dibawa Laksamana Cheng Ho dari kerajaan Dinasti Ming.
Tapi setelah menikah sikap dan tindakannya dalam mengelola pemerintahan berubah total. Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan. Lebih banyak mengurusi harta benda. Hidup bergelimang perhiasan untuk istri tercintanya. Juga lupa mengurusi kegiatan keagamaan disurau maupun masjid peninggalan ayahnya,
Rakyat juga terlupakan kesejahteraannya. Sehingga banyak yang miskin. Ditambah panen gagal. karena hujan jarang turun. Pelautpun tidak begitu banyak perolehan tangkapan ikannya. Para perampok merajalela.Situasipun menjadi tidak aman. Kabar buruk Sunan Bayat terdengar oleh Sultan Demak Bintoro, yang mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak, untuk menyadarkannya agar kembali kejalan yang benar.
Sunan Kalijaga kemudian mendatangi Kadipaten Semarang untuk menemui Sunan Bayat atau Pangeran Mangkubumi. .
Kemudian menyampaikan ayat suci al-Qur'an "Sesungguhnya Allah SWT lebih kaya dari siapapun...termasuk tuan sendiri atau saya sekalipun...Allah maha kaya dan kekayaannya meliputi seluruh alam semesta ini termasuk kuasa-Nya yang dapat memberi dan menghilangkan kekayaan seseorang dalam kedipan mata...saking kaya-Nya beliau...beliau dapat memberikan harta kepada saya yang lebih banyak dari yang tuan punya jika beliau berkehendak..."
Sunan Bayat malahan menertawakan dalil tersebut.
Mendengar kata-kata Sunan Bayat menjadikan Sunan Kalijaga menunjukkan karomahnya . Kemudian Sunan Kalijaga mengambil cangkul yang dia bawa. Dengan cangkul itu mulailah dia menggali tanah di pekarangan rumah sang Adipati Pandanaran. ke dua. Lalu tanah yang dia gali berubah menjadi emas.
Adipati Pandanaran ke dua atau Sunan Bayat Matanya terbelalak melihat bongkahan emas di halaman rumahnya. Tanpa sadar ingin mengambik bongkahan emas itu. Namun belum sempat menyentuh bongkahan emas tersebut, terkejut karena bongkahan emas yang semula terlihat jelas warba kuning keemasan itu tiba tiba menghilang dan berubah menjadi bongkahan batu hitam.
Sunan Bayat kaget dan pelan-pelan sambil minur air i menyadari kelalaiannya dan mengetahui kalau Sunan Kalijaga lah yang benar. Karena harta dan perhiasan itu hanya milik Allah yang setiap saat bisa berubah. Lantas Sunan Kalijaga menyampaikan nasehat, sangat mudah pula gusti Allah mengambil kekayaan dari seseorang dalam 1 kedipan mata...bahkan harta yang tuan banggakan itu bisa di ambil-Nya saat ini juga.
Peristiwa tersebut membuka mata hatinya berbalik total ingin menjadi manusia yang memiliki drajad kewalian. Oleh karena itu, Sunan Bayat mengundurkan diri dari jabatan Adipati Semarang dan menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya. Sunan Bayat kemudian meninggalkan Kadipaten Semarang didampingi isterinya, menuju Salatiga, Boyolali, Mojosongo, Sela Gringging dan Wedi. Untuk meningkatkan keimanannya guna mengikuti jejak Sunan Kalijaga.
Kepala Domba
Ketika menuju daerah tersebut Sunan Bayat menemui hambatan berupa bertemunya dengan kepala perampok Ki Sambangdalan. Istrinya ketakutan mendengan perkataan perampok agar memberikan harta dan emas yang dibawa. .Istrinya mengatakan, tidak membawa emas. Tapi perampok mengetahui kalau emas itu ada di tongkat yang dibawa Sunan Bayat.
Tapi Ki Sambangdalan tidak percaya. Kemudian dengan kasar merampas tongkat yang dibawa Sunan Bayat. Namanya bekas adipati yang sakti mandraguna ganti menggertak kepala perampok tersebut. Kemudian berkata, Kami ini bengal, keras kepala seperti domba saja!.
Aneh, seketika kepala Ki Sambangdalan berubah menjadi kepala seekor domba. Kemudian meminta maaf kepada Sunan Bayat agar dikembalikan ke wujud aslinya. Sambil merunduk ke kaki Sunan Bayat serasa memelas dan menangis.
Sunan Bayat lalu memberikan petuah, bahwa jika Ki Sambangdalan ingin menjadi manusia normal maka harus bertirakat dan bertobat. Tinggalkan dunia hitam seperti merampok dan membunuh. Untuk menebus dosanya, perintah itu dilakukan dengan sungguh-sungguh bertobat. Bahkan menyatakan diri sebagai murid Sunan Bayat dan anak buahnya menyatakan masuk Islam.
Kemudian setelah dinyatakan sebagai muridnya, maka kemana perginya Sunan Bayat selalu mendampingi. Hal itu sebagai rasa pengabdian dan penebus dosa. Kondisi seperti ini menjadikan mantan adipati Semarang menjadikan aman. Karena tidak ada perampok yang berani mengganggu. Oleh kaena itulah, Ki Sambangdalan mendapat julukan sebagai Syekh Domba. HUSNU MUFID
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat