Senin, 31 Juli 2017
Sunan Bonang
Kisah Sunan Bonang Syiar Islam di Jawa Tangah dan Jawa Timur
Imam Besar Masjid Kesultanan Demak
Sunan Bonang. Ia anak Sunan Ampel. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang putri Adipati Tuban bernama Nyi Ageng Manila. Berikut ini kisahnya.
Sunan Bonang merupakan sososk Walisongo yang berbeda dengan wali yang lain dalam soal menyebarkan agama Islam. Pakaiannya serba putih dan berhati lembut serta santun dalam mengajak orang agar bersedia masuk Islam.
Sikap dan pandangannya membuat murid-muridnya terbuat dengan ucapannya. Bahkan para penjahat pun takluk dan bersedia masuk Islam tanpa harus bertarung adu fisik.Pendekatan sufistik menjadi jalur pendekatannya.
Ia belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta sejak kecil hingga dewasa bersama Sunan Drajad, Sunan Giri dan raden Patah. berbagai kitab dipelajari mulai dari fiqih hingga ahlaq.
Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Pertamakali diperintah berdakwah ayahnya di Tuban dengan mengendarai kerbau, Karena waktu itu belum ada kendaraan.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. JUga membangu sebuah rumah. Peninggalannya masih dapat dilihat hingga sekarang.
Di Lasem Sunan Bonang lebih suka melakukan juhud di sebuah bukit pinggir pantai. Ia berzikir dengan kaki diangkat satu seperti burung kuntul sambil berdiri. Batu yang diinjak itu hingga sekarang masih ada. Tiap hari banyak orang yang berziarah. Orang menyebutnya sebagai tempat pasujudan Sunan Bonang.
Dakwah di Tuban dan Lasem diterima masyarakat. Hingga akhinya masuk Islam semua. Bahkan sempat bertemu dengan Cheng Ho Laksamana dari Dinasti Ming Tiongkok. perkenalannya menjadikan pengalaman terbaru dengan dunia luar.
Setelah berhasil mengislamkan masyarakat Tuban dan Lasem melanjutkan dakwahnya di Kediri yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu.dan Budha Di sana ia mendirikan Langgar Sangkal Daha. Tapi sekarang bernama Masjid Sangkal Daha. Lokasinya berada di tepi Kali Brantas di Kediri.
Hancurkan Patung
Kedatangannya di Kediri tidak mendapat tantangan yang cukup berarti. setiap jalan yang dilalui begitu ada patung langsung dihancurkan. Hingga pantung-patung yang ada tidak memiliki kepala. Mengingat masyarakat Kediri memiliki kesukaan membuat patung untuk disembah.
Kegigihannya dalam menyebarkan Islam mendapat perhatian yang cukup besar oleh Raden Patah Sultan Demak Bintoro. Hingga akhirnya dikukuhkan sebagai Imam Besar di Masjid Kesultanan Demak. Bintoro. Bahkan sempat menjadi panglima tertinggi.
Imam Besar di Masjid demak merupakan jabatan spiritual yang cukup tinggi. Karena mengantar umat islam untuk lebih suka mendatangi masjid dan tempat bertanya mengenai masalah agama Islam.
Dalam keseharian Sunan Bonang membuat karya sastra dengan banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr.
Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang.
Disela-sela waktu senggangnya, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, HUSNU MUFID
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat