Mengislamkan Empu Pagerwojo,
Putra Adipati Majapahit
Sunan Katong adalah sosok ulama yang
berilmu tinggi dan berbudi luhur hingga disegani masyarakat. Datang ke
Kaliwungu, Kendal untuk menyebarkan agama Islam atas petunjuk Sunan Pandan
Arang Semarang. Berikut ini kisah dakwahnya.
Sunan
Katong adalah cucu Bhatara Katong putra Pangeran Suryapati Unus atau Adipati
Unus putra Raden Fatah, Sultan Kerajaan Demak pertama. Ia diutus Ki Ageng Pandan
Arang Semarang tahun 1500-an usai melakukan tugas perang di Malaka melawan
pasukan Portugis. Tujuannya untuk berdakwah di daerah Kaliwungu, Kendal yang
terdapat “Pohon Ungu” yang batangnya condong ke sungai.
Untuk
menuju ke pohon tersebut tidak mudah dibayangkan orang. Karena pohon tersebut
merupakan pohon satu-satunya di Kendal. Namun Sunan Katong tidak putus asa
meskipun mengalami kesulitan menemukan pohon ungu sesuai petunjuk Kia Ageng
Pandanaran. Karena sudah menjadi niatan sebagai penyebar agama Islam pasca-Walisongo.
Dari
arah Semarang menuju wilayah barat menuju Kaliwungu, Kendal. Parjalanan
tersebut rupanya tidak sia-sia. Akhirnya Sunan Katong menemukan pohon warna
ungu bersama pasukannya dan berteduh sampai ketiduran beberapa waktu di pohon
tersebut.
“Daerah
tersebut sekarang dikenal dengan nama “Kali Ungu” atau “Kali Wungu Kali Wungu”
dan sungai yang ada di dekat pohon tersebut oleh masyarakat dinamakan “Kali
Sarean”. Ungkap sejarawan Ahmad Hamam Rochani penulis buku 'Babad Tanah
Kendal'.
Pasukan
dan santrinya bermana Wali Jaka (Raden Panggul), Ki Tekuk Penjalin (Ten Koe
PenJian Lien), dan Kyai Gembyang (Han Bie Yan). dan Raden Panggung. Dalam
cerita tutur atau cerita rakyat terkenal dengan nama-nama Tekuk Penjalin, Kiai
Gembyang dan Wali Joko.
Kemudian
bertempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Selanjutnya
Sunan Katong membangun sebuah padhepokan di tepian Kali Sarean. Tidak
disangka-sangka banyak santri yang berdatangan ke padhepokan untuk belajar ilmu
agama Islam. Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apa pun.
Setelah
berhasil mengembangkan syiar agama Islam, Sunan Katong mengembangkan wilayah
dakwahnya ke bagian barat yang masyarakatnya beragama Hindu dan Budha. Tokohnya
adalah Empu Pakuwojo yang dulunya merupakan petinggi kerajaan Majapahit.
Empu
Pakuwojo merupakan seorang ahli membuat pusaka.Ia seorang adipati Majapahit
yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu/Kendal. Untuk meng-Islamkan atau
menyerukan kepadanya supaya memeluk agama Islam, Tidaklah mudah sebagaimana
meng-Islamkan masyarakat biasa lainnya yang cukup dengan akhlakul karimah.
Untuk
mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu
kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di
perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu
kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya. Ketika Sunan Katong
mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup
menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh
kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.
"Untuk
mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu
kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di
perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu
kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya.
Adu Kesaktian
Ketika Sunan
Katong mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup
menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh
kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.
Bila Anda
berhasil mengalahkan saya, maka mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Anda”,
ujar sumpah Pakuwojo di hadapan Sunan Katong.
Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik dengan menggunakan pedang dan keris, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang.
Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik dengan menggunakan pedang dan keris, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang.
Kemudian Empu
Pakuwojo lari dan bersembunyi agar tidak terbunuh oleh Sunan Katong yang
posisinya berada diatas angin kemenangan. Kebetulan sekali ada sebuah pohon
besar yang berlubang cukup besar dan dapat dijadikan sebagai tempat
persembunyian.
Lantas oleh
Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan musuhnya tidak
mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan
Empu Pakuwojo, dan menyerahlah dia. Sesuai janjinya, maka Empu Pakuwojo mengucapkan
dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam di hadapat Sunan Katong.
Kemudian pohon yang dijadikan tempat persembunyian itu diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang. Di tempat itulah Pakuwojo
terbuka hati dan pikirannya menjadi terang dan masuk Islam. Sedangkan nama
tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya dengan Kendalsari
Sedangkan Sungai
yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi nama Kali/Sungai Kendal, yaitu
sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Sungai
tersebut hingga kini masih dapat dilihat sebagai saksi sejarah.
Pakuwojo yang
semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil
dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan. Karena ia seorang petinggi
Majapahit yang masih trah darah biru.
Setelah sekian
lama berguru kepada Sunan Katong di Gunung Penjor, Empu Pagerwojo memilih di
desa Getas Kecamatan Patebon dan kadang-kadang. Mendirikan padepokan yang terletak
di perbukitan Sentir atau Gunung Sentir dan menjadi murid Sunan Katong pun
ditepati dengan baik. HUSNU MUFID