Ajarkan Cara Mengambil Buah Siwalan kepada Sunan Drajat
Sunan
Sendang Duwur hidup pada masa antara tahun 1520-1585 M. Merupakan tokoh
wali di luar Walisongo yang ikut berperan dalam menyebarkan agama Islam di Lamongan,
Jawa Timur. Hidup sezaman dengan Sunan Drajat, putra Sunan Ampel. Berikut kisah
hidupnya.
.
Raden Noer
Rahmat atau lebih dikenal dengan sebutan gelar Sunan Sendang Duwur, putra Abdul
Kohar bin Malik bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Baghdad yang terdampar
di wilayah perairan Sedayu Lawas, saat melakukan perdagangan dan berdakwah.
Di Sedayu Lawas
Abdul Kohar menikah dengan Dewi Sukarsih, putri Tumenggung Joyosasmito.
Pernikahan itu dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Raden Nur Rahmad.
Beberapa tahun kemudian terjadilah peperangan hebat antara Kadipaten Sedayu Lawas
dengan Kadipaten Tuban.
Dalam
pertempuran Sedayu Lawas melawan Kadipaten Tuban mengakibatkan wafatnya Syekh
Abdul Kohar. Hal ini mengakibatkan Dewi Sukarsih prihatin dengan keselamatan
anaknya. Kemudian beliau membawanya ke wilayah Sendang Duwur.
Di sinilah
memulai kehidupan baru. Menginjak usia dewasa Raden Noer Rahmat bekerja
membantu ibunya bercocok tanam, menanam tebu, siwalan, ubi, dan tanaman lain.
Hasil tanaman tersebut dijadikan bekal untuk hidup bersama ibunya yang sudah
tua.
Selain bercocok
tanam, untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, Raden Noer Rahmat melakukan
dakwah kepada masyarakat sekitar. Walau masyarakat pada zaman itu mayoritas
beragama Hindu, tetapi hal itu bukan penghalang bagi Raden Noer Rahmat untuk
menggungkap kebenaran Islam.
Cara penyebaran
agama Raden Noer Rahmat sangatlah unik, sambil mengajak masyarakat menanam
pohon siwalan. Di situ Raden Noer Rahmat menyisipkan ajaran kebenaran. Kegiatan
dakwahnya hingga akhirnya terdengar oleh Sunan Drajat. Kemudian Sunan Drajat
mendatangi Raden Noer Rahmat guna melakukan silaturahmi sebagai sesama muslim. Mengingat
banyak masyarakat yang mengaji kepada cucu sultan dari Bagdad itu.
Ketika Sunan
Drajat berkunjung ke tempat Raden Noer Rahmat, minta agar Raden Noer Rohmat
menyuguhnya ubi dan siwalan. Dari situlah tampak tawadlu’ Raden Nur Rohmat
dalam melayani orang tua. Waktu itu Raden Noer Rahmat masih muda.
Setelah Sunan Drajat dengan Raden Noer Rahmat bertemu di dalam rumah. Kemudian keluar rumah berjalan menelusuri kebun yang banyak pohon siwalan yang ditanam santri-santri dan penduduk sekitar. Di tengah perjalanan Sunan Drajat tertarik dengan buah siwalan dan ingin memakannya.
Setelah Sunan Drajat dengan Raden Noer Rahmat bertemu di dalam rumah. Kemudian keluar rumah berjalan menelusuri kebun yang banyak pohon siwalan yang ditanam santri-santri dan penduduk sekitar. Di tengah perjalanan Sunan Drajat tertarik dengan buah siwalan dan ingin memakannya.
Mau memanjat
pohon siwalan, tetapi cukup tinggi. Hingga akhirnya ia memegang pohon siwalan
dan menepuk pohon tersebut. Tanpa diduga banyak buah siwalan yang jatuh ke
tanah. Hal ini membuat Raden Noer Rahmat merasa prihatin dan menunjukkan cara
lain untuk mendapatkan buah siwalan, yaitu dengan cara pohon siwalan itu
dielus-elus, hingga akhirnya pohon itu melengkung pucuknya ke arah Sunan Drajat.
Raden Noer
Rahmat mempersilakan Sunan Drajat untuk memilih salah satu buah yang diinginkannya.
Buah tersebut diambil sebanyak tiga. Khususnya yang sudah besar dan matang.
Sejak saat itulah banyak pohon siwalan yang melengkung hingga saat ini. Tidak
ada yang lurus menjulang ke atas langit.
Pindahkan Masjid Mantingan
Sejak itu pula
buah siwalan menjadi minuman yang favorit bagi masyarakat Lamongan. Karena
buahnya dapat dijadikan minuman yang cukup menyegarkan dan bukan memabukkan.
Setelah
menyantap buah siwalan dan hilang rasa hausnya, Sunan Drajat melanjutkan
perjalanan menuju ke tempat lain. Tiba-tiba melihat buah wilus yang cukup
banyak di kebun yang sedang dilewati. Beliau mengambil buah wilus (sejenis ubi-ubian).
Namun Raden Noer Rahmat mengungkapkan jika semua wilus dicabut yang separo kan
mubazir dan anak cucu kita akan makan apa? Maka Raden Noer Rahmat meminta wilus
itu dan menanam kembali.
Setelah wilus
dikeluarkan, wilus yang matang dimakan dan yang mentah ditanam lagi oleh Raden
Noer Rahmat agar nanti bisa dipanen orang lain. Melihat karomah Raden Noer
Rahmat yang luar biasa, akhirnya Raden Noer Rahmat mendapat julukan Sunan
Sendang.
Setelah Raden
Noer Rahmat menjadi Sunan, atas petunjuk Sunan Drajat dan Sunan Kalijaga pada tahun
1530, Raden Noer Rahmat ditugaskan untuk memboyong masjid dari Mantingan, Jawa
Tenggah milik Ratu Kalinyamat, istri Sultan Hadirin.
Setelah bangunan
itu berhasil dipindahkan, syiar Islam yang dilakukan Sunan Sendang Duwur
berkembang pesat. Ajaran Islam selalu disampaikan dengan cara-cara yang
bijaksana.
Salah
satu ajarannya yang terkenal adalah himbauan kepada seseorang agar berjalan di
jalan yang benar dan kalau sudah mendapat kenikmatan, jangan lupa sedekah.
Karena akan makin meningkatkan rezeki seseorang yang bersedekah.
Ajaran inilah
yang menjadikan masyarakat Sendang Duwur hingga kini menjadi orang dermawan dan
hidup makmur. Masyarakat terkenang dengan Sunan Sendang Duwur walau namanya
tidak tercatat dalam Wali Songo, tetapi beliau sangat berpengaruh dala
Salah satu
ajarannya yang terkenal adalah himbauan kepada seseorang agar berjalan di jalan
yang benar dan kalau sudah mendapat kenikmatan, jangan lupa sedekah. Karena
akan makin meningkatkan rezeki seseorang yang bersedekah.
m penyebaran agama Islam di
wilayah pantura, salah satu wali yang terkenal memiliki karomah yang luar
biasa, pemurah, dan sanggat mementingkan kepentingan orang lain.
Sunan Sendang
Duwur wafat pada tahun 1585 Masehi. Bukti wafatnya sang sunan dapat dilihat
pada prasasti berupa pahatan yang terdapat di dinding makam beliau. Makam
beliau kini bersandingan dengan Masjid yang terletak di atas bukit Amitunon
(tempat membakar mayat penganut agama Hindu) Desa Sendang Duwur, Kecamatan
Paciran, Lamongan.
Makam beliau
berarsitektur tinggi menggambarkan perpaduan antara kebudayaan Islam dan Hindu.
Kompleks makam terletak di dataran tinggi, yakni sekitar 70 meter di atas
permukaan laut, tetapi lokasinya bisa dijangkau oleh kendaraan umum ataupun
pribadi. Letak makam Sunan Sendang Duwur sangatlah nyaman dengan berbagai
pemandangan bukit yang mengagumkan.
Di antara peningalan
Kanjeng Sunan Sendang Duwur yang sampai sekarang masih kokoh sebagai saksi
sejarah dan dapat kita rasakan manfaatnya yaitu sumur giling, mimbar, bedug
dari kayu otok, empat gentong berukuran besar yang didapat dari kerajaan
Majapahit, sumur paedon yang konon jika kita minum airnya akan mendapatkan
berkah yang tidak disangka-sangka.
Sedangkan
masjidnya sudah tidak berbentuk lagi. Diganti bangunan baru oleh pengurus
masjid yang dulu. Tinggal sisa-sisa kayu bangunan masjid yang berasal dari
Mantingan, Jawa Tengah. HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat