Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim
Dalam
Dakwahnya Diawali dengan Membaca Zikir Asma’ul Husna
Sayyid
Muhammad Shirotol Mustaqim adalah seorang sufi yang berasal dari Hadramaut
Yaman. Awal mula datang ke Indonesia menetap di Sumenep, Madura. Setelah perang
antara keluarga kerajaan Mataram berakhir, ia menetap di perbukitan Paiton,
Probolinggo. Di tempat tersebut tokoh ini menjalani kehidupan sufi selama
beberapa tahun.
Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim adalah seorang sufi
yang berasal dari Hadramaut Yaman. Tokoh ini suka mengembara dan berdakwah di
berbagai tempat yang disinggahi. Mulai dari tanah Arab hingka ke Indonesia. Kendaraan
yang digunakan adalah kapal laut.
Dalam kurun waktu sekian tahun perjalanannya ia
singgah di berbagai negara yaitu Gujarat, Aceh, Palembang, Jawa hingga Sumenep
Madura. Kedatangannya selalu diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar. Khusus
di Pulau Madura diterima langsung oleh Sultan Abdurrahman, Raja Kerajaan
Sungenep (Sumenep sekarang). Karena sutan tersebut menginginkan ada ulama yang
mampu memberikan warna keislaman di daerah yang dipimpinnya.
Ketika Pulau Jawa mengalami kekacauan dan terjadi
perang saudara antara keluarga Kerajaan Mataram, Sayyid Muhammad Shirotol
Mustaqim dimintai para kiai untuk datang ke tanah Jawa membantu putra raja yang
anti-Belanda.
Permintaan para kiai itu dikabulkan. Maka, Syekh Muhammad
Shirotol Mustaqim menuju Pulau Jawa menyeberangi selat Madura dengan menunggang
kuda berkecepatan tinggi. Selama perjalanan naik kuda, ia selalu berzikir.
Atas kuasa Allah SWT, kuda yang dinaiki berjalan di
atas selat Madura dengan kecepatan tinggi hingga menuju daratan. Para nelayan
yang kebetulan sedang berlayar mencari ikan merasa heran dan takjub melihat ada
kuda bisa berjalan di atas air laut yang berombak.
Sesampainya di Jawa, ia langsung bergabung dengan
pasukan perang Trunojoyo dan Mas Grendi untuk melawan Belanda. Dalam peperangan
ia banyak membunuh tentara Belanda hingga berakhir dengan dipecahnya Kerajaan
Mataram menjadi dua dalam Perjanjian Gianti 1755 M.
Setelah perang saudara berakhir, maka ia menjalani
kehidupan sufinya kembali dengan menetap di Paiton, Probolinggo. Lokasi yang
ditempati adalah di sebuah perbukitan yang tidak jauh dari pantai dan dari
kehidupan masyarakat.
Di sini pula Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim
menggembleng diri dengan beriyadoh, mujahadah, dan menjauhkan diri dari
kemewahan dunia yang selama ini banyak diburu oleh kalangan keluarga keraton.
Tokoh ini benar-benar memasrahkan diri kepada Allah SWT.
Keberadaannya dalam kurun sepuluh tahun di perbukitan
Paiton, Probolinggo tidak ada orang yang mengetahui. Kemudian baru diketahui
oleh masyarakat setelah turun dari tempat tinggalnya untuk berdakwah pada
masyarakat sekitar pantai dan kota Paiton.
Dalam dakwahnya diawali dengan membaca zikir Asma’ul
Husna agar orang-orang yang didakwahi lebih mengingat kepada Allah SWT. Lalu
disusul dengan tausiyah selama ½ jam dengan materi ketauhidan dan akhlakul
karimah. Dalam dakwahnya, ia tidak berharap mendapatkan upah dari orang-orang
yang didakwahi waktu itu.
Syekh Muhammad Sirotol Mustaqim sendiri untuk
menyambung hidup didapatkan dari hasil kebun dan pertanian miliknya. Dalam
kesehariannya hidupnya sederhana dan tidak menampakkan kekayaannya. Hidup apa
adanya. Bila ada orang yang minta tolong selalu ditolong dengan ikhlas. HUSNU
MUFID
Baginya dakwah merupakan suatu kewajiban bagi seorang
muslim. Karena itu, tidak sepantasnya menerima uang dalam jumlah yang cukup
banyak dari orang-orang yang didakwahi. Sikap yang demikian ini menjadikan
orang-orang yang didakwahi merasa senang dan tenteram ketika mendapatkan
tausiyah.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat