Kisah Syekh Qurok Menyebarkan Islam di Kerajaan
Pajajaran
Raja Siliwangi Urungkan Niat
Menutup Pesantrennya
Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata adalah
pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu Pesantren Quro di Tanjung Pura,
Karawang pada tahun 1428.
Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin atau
ada pula yang menyebutnya Syekh Mursahadatillah Berikut ini kisah hidupnya
Syekh Qurok
adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama
Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin serta
Syekh Jalaluddin, ulama besar Makkah. Bahkan menurut sumber lain, garis
keturunannya sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali r.a., menantu
Rasulullah SAW.
Beberapa babad menyebutkan bahwa Syekh Qurok adalah penyebar
agama Islam yang berasal dari Makkah, yang berdakwah di daerah Karawang dan
diperkirakan datang ke Pulau Jawa melalui Champa atau kini Vietnam selatan. Dalam menyampaikan ajaran Islam, melalui pendekatan yang disebut Dakwah Bil
Hikmah, sebagaimana firman ALLAH dalam Al-Qur'an Surat XVI An Nahl ayat 125,
yang artinya : "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan
dengan pelajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara
yang terbaik".
Syekh Qurok
menuju Jawa Barat Dalam naik
kapal Armada Angkatan Laut Tiongkok itu dari Campa singgah di Kesultanan Malaka
untuk mengajarkan agama Islam. Adapun
pasukan angkatan laut Tiongkok pimpinan Laksamana Sam Po Bo lainnya ditugaskan
mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muara Jati
Cirebon dan sebagai wujud kerjasama itu maka kemudian dibangunlah sebuah menara
di pantai pelabuhan Muara Jati.
Dikisahkan pula bahwa setelah Syekh Qurok
menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke
daerah Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura melalui pelabuhan Muara Jati.
Kedatangan ulama besar tersebut disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki
Gedeng Jumajan Jati putra bungsu Prabu Wastu Kancana, Syahbandar di Cerbon
Larang (yang menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih yang telah wafat).
Ketika kunjungan berlangsung,
masyarakat di setiap daerah yang dikunjungi merasa tertarik dengan ajaran Islam
yang dibawa Syekh Quro, sehingga akhirnya banyak warga yang memeluk Islam.
Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syekh Qurok
rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajaran waktu itu, yaitu Prabu Wastu
Kencana atau Prabu Angga Larang yang menganut ajaran Hindu. Sehingga beliau diminta agar penyebaran
agama tersebut dihentikan.
Oleh Syekh Qurok perintah itu dipatuhi. Kepada
utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun dakwah itu
dilarang, namun kelak dari keturunan Prabu Angga Larang akan ada yang menjadi
seorang Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syekh Hasanuddin mohon diri kepada
Ki Gedeng Tapa.
Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat
prihatin atas peristiwa yang menimpa ulama besar itu, Sebab ia pun sebenarnya
masih ingin menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu,
sewaktu Syekh Qurok kembali ke Malaka, putrinya yang bernama Nyai Subang
Karancang atau Nyai Subang Larang dititipkan ikut bersama ulama besar ini untuk
belajar Agama Islam di Malaka.
Beberapa waktu lamanya berada di Malaka, kemudian
Syekh Qurok membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran.
Dan untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat
rombongan para santrinya termasuk Nyai Subang Larang.
Pelabuhan Karawang
Sekitar tahun 1418 Masehi, setelah rombongan ini
memasuki Laut Jawa, kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang pada waktu itu
ramai dilayari oleh perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran.
Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura
Dalam atau Pelabuhan Karawang. Kedatangan rombongan ulama besar ini disambut
baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan diizinkan untuk mendirikan musholla
yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.
Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan
Karawang, Syekh Qurok menyampaikan dakwahnya di musholla yang dibangunnya
dengan penuh keramahan. Uraiannya tentang agama Islam mudah dipahami, dan mudah
pula untuk diamalkan, karena ia bersama santrinya langsung memberi contoh.
Pengajian Al-Qur'an memberikan daya tarik
tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya.
Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara sukarela
menyatakan masuk Islam.
Berita tentang dakwah Syekh Qurok di pelabuhan
Karawang rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Angga Larang, yang dahulu
pernah melarang Syekh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala mengunjungi
pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sehingga ia segera mengirim utusan yang dipimpin
oleh sang putra mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup Pesantren
Syekh Quro.
Namun tatkala putra mahkota ini tiba di tempat
tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat suci
Al-Qur'an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. Putra Mahkota (yang
setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja atau Prabu
Siliwangi) itu pun mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Quro. Kemudian
menikahi Nyai Subang Larang.
Pengabdian Syekh Quro dengan para santri dan para
ulama generasi penerusnya adalah "menyalakan pelita Islam", sehingga
sinarnya memancar terus di Karawang dan sekitarnya.
Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa
Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua,
yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30
kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.
Dalam sebuah dokumen surat masuk ke kantor Desa
Pulokalapa tertanggal 5 November 1992, ditemukan surat keterangan bernomor
P-062/KB/PMPJA/ XII/11/1992 yang dikirim Keluarga Besar Putra Mahkota Pangeran
Jayakarta Adiningrat XII. Surat tersebut ditujukan kepada kepala desa,
berisi mempertegas keberadaan makam Syekh Quro yang terdapat di wilayah Dusun
Pulobata Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang bukan sekedar petilasan Syekh
Quro tetapi merupakan tempat pemakaman Syekh Quro.
Selain itu, di Dusun Pulobata
juga terdapat satu makam yang diyakini warga Karawang sebagai makam Syekh
Bentong atau Syekh Darugem, yang merupakan salah seorang santri utama Syekh
Quro. HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat