Kisah Sunan Panggung
Murid Syekh Siti Jenar
Jalankan Shalat
Daim dan Ilmu Sejatinya Rasa
Sunan Panggung atau Syeikh Malang Sumirang, yang memiliki nama asli Raden Watiswara, hidup antara tahun 1483-1573 m. Putra dari Sunan Kalijaga hasil perkawinan dari Siti Zaenab Saudara Sunan Gunungjati. Ia di jatuhi hukuman bakar hidup-hidup oleh Walisongo, Tapi tidak terbakar oleh api yang membara. Berikut ini kisahnya.
Kepribadian Sunan Panggung sangatlah unik. Beliau memiliki tingkah laku seperti Sunan Kalijaga. Semula beliau dikirim Raden Patah ke Pengging untuk menjadi mata-mata. Namun beliau justru tertarik dengan ajaran-ajaran Syeikh Siti Jenar dan menjadi pengikut setianya setelah kalah dalam perdebatan.Setelah menjadi murid Syekh Siti Jenar mendapatkan peringatan keras dari dewan Wali Songo. .
Sunan Panggung atau Syeikh Malang Sumirang, yang memiliki nama asli Raden Watiswara, hidup antara tahun 1483-1573 m. Putra dari Sunan Kalijaga hasil perkawinan dari Siti Zaenab Saudara Sunan Gunungjati. Ia di jatuhi hukuman bakar hidup-hidup oleh Walisongo, Tapi tidak terbakar oleh api yang membara. Berikut ini kisahnya.
Kepribadian Sunan Panggung sangatlah unik. Beliau memiliki tingkah laku seperti Sunan Kalijaga. Semula beliau dikirim Raden Patah ke Pengging untuk menjadi mata-mata. Namun beliau justru tertarik dengan ajaran-ajaran Syeikh Siti Jenar dan menjadi pengikut setianya setelah kalah dalam perdebatan.Setelah menjadi murid Syekh Siti Jenar mendapatkan peringatan keras dari dewan Wali Songo. .
Peringatan
keras tersebut tidak digubris oleh Sunan Panggung. Karena dalam hal ini beliau
sudah membuktikan sendiri melalui laku dan perjalanan spiritualnya, tentang
ajaran Syeikh Siti Jenar dan bisa membedakan dengan ajaran syar'iah dan
penyatuan dengan Tuhan/ilmu makrifat yang sesuai dengan ajaran Syeikh Siti
Jenar.
Syariat
yang beliau jalankan adalah sholat daim, dan cara penyebaran ajarannya adalah
secara terbuka, untuk umum, tidak ada yang di rahasiakan. Dan tidak menganggap
orang lain lebih bodoh darinya, sehingga setiap orang selalu bebas untuk memperoleh
kesempatan mendapat ilmu agama jenis apapun.Kemudian Sunan Panggung mendirikan
Paguron Lemah Abang di Pengging dan berhasil merekrut siswa yang sangat banyak
dan menjadi murid setia Sunan Panggung. Ia mengikrarkan diri sebagai pelanjut
Syekh Siti Jenar di wilayah kekuasaan Kerajaan Demak Bintoro. Tapi sayangnya perguruan
Sunan Panggung di anggap membahayakan oleh Dewan Wali dan Demak. Untuk itu
penguasa dan Dewan Wali mengadakan sidang untuk mengambil tindakan untuk Sunan
Panggung. Dari hasil sidang di sepakati bahwa pemanggilan kepada Sunan Panggung
harus dengan cara halus dan diundang untuk memecahkan masalah pemerintahan.
Jika sudah hadir, maka Dewan Wali membujuk, untuk menutup perguruannya dan
bergabung dengan Dewan Wali. Termasuk mematuhi konsep keagamaan yang sudah di
gariskan kerajaan Demak. Selain itu juga di sepakati, agar penghukuman terhadap
Sunan Panggung jangan sampai memunculkan kehebohan sebagaimana pendahulunya.
Yakni agar Sunan Panggung di bakar hidup-hidup, dan tempatnya langsung disediakan
di alun-alun sebelum Sunan Panggung datang.
Sunan Panggung diundang oleh pihak kerajaan.
Sunan Panggung diundang oleh pihak kerajaan.
Dan
akhirnya Sunan Panggung menyanggupi undangan tersebut bersama utusan dari pihak
Demak. Sunan Panggung beragumentasi, bahwa inilah saat yang tepat untuk mengkritik
model dan materi dakwah, serta arogansi agama syar'i yang di jalankan pihak
Demak.
“Sunan Panggung datang ke Demak di sertai dua anjingnya. Sesampai di alun-alun, ia melihat tumpukan kayu yang di siram minyak. Sunan Panggung sudah menduga siasat penguasa Demak yang akan di lakukan padanya. Namun Sunan Panggung sudah berketatapan hati untuk menghadapi apapun yang terjadi. Siap dibakar api,”ungkap KH. Syukron Zajilan dosen UINSA Surabaya..
Setelah matahari sebesar condong ke barat, Gunung Muria merendah, Alun-alun Demak menjulang, orang-orang masih berdesakan. Mereka tak percaya sesuatu yang terlihat oleh mata, Sunan Panggung raganya tidak tersentuh oleh amukan api.
“Sunan Panggung datang ke Demak di sertai dua anjingnya. Sesampai di alun-alun, ia melihat tumpukan kayu yang di siram minyak. Sunan Panggung sudah menduga siasat penguasa Demak yang akan di lakukan padanya. Namun Sunan Panggung sudah berketatapan hati untuk menghadapi apapun yang terjadi. Siap dibakar api,”ungkap KH. Syukron Zajilan dosen UINSA Surabaya..
Setelah matahari sebesar condong ke barat, Gunung Muria merendah, Alun-alun Demak menjulang, orang-orang masih berdesakan. Mereka tak percaya sesuatu yang terlihat oleh mata, Sunan Panggung raganya tidak tersentuh oleh amukan api.
Oleh
karena itu, Sultan Demak membisik pada Sunan Kudus menyarankan Malang Sumirang,
untuk menyingkir dan menjauh dari Negeri Demak. Dengan langkah ragu, Sunan
Kudus mendekat Sunan Panggung. Sunan Kudus
berkata, Paman telah terbukti benar sungguh benar tanpa batas di dunia tiada
tara di seluruh ciptaan. Paman tercipta sempurna, jiwa-raga titis terus
tertembus sempurna nyata sunyata. Namun Paman, jagalah derajat agama,
hormatilah batasnya, singkirkan kesalahan, patuhlah pada syariat untuk menjaga
makna.Dalam tatanan yang menata negeri aturan agama bertakhta dengan syariat.
Lebih
baik Paman jauh dari negeri. Jangan sampai membawa kekacauan dengan
pembangkangan. Kemanapun Paman pergi,
padepokan mana yang pantas ditempati, tempat keramat mana yang menjadi pilihan,
adalah kewajiban negeri melengkapi apa yang harus dilengkapi.Sunan Panggung tak
tertarik. Ia memilih pergi ke hutan angker, Kalampisan, tempat wingit, sunyi,
jauh dari manusia.
Kemudian
meninggalkan Alun-alun Demak. Akhirnya
Sunan Panggung meneruskan perjalananya kearah utara dan kemudian beliau menetap
di Kendal (Kabupaten Kendal Jateng) memperkuat tugas dakwah yang sudah di
lakukan oleh Syeikh Abdullah/Sunan Katong/Sunan Gembyang.
Para
santrinya malah menyebutnya, Sunan Panggung. Sunan yang hidup di tengah hutan
dengan pohon-pohon berbatang besar, pang-gung atau cabang besar. Sunan,
Susuhunan, Susunan, atau Sinuhun, "Dia yang Dijunjung". sebutan bagi
penguasa tertinggi Mataram. Para santrinya sangat menghormati, tunduk dengan
segala perintah dan mengikuti semua ajarannya. Para santri diajari mencari
kehidupan yang sempurna, kesempurnaan yang benar-benar sempurna.
Gelar
ini sesungguhnya khusus untuk hierarki wali Islam yang memiliki wilayah
perdikan dan
Di
daerah ini Sunan Panggung di kenal dengan nama Syeikh Wali Jaka, karena sejak
kedatanganya di Kendal, walau sebenarnya sudah beristri, tidak nampak memiliki
istri dan anak setelah wafat menurut Babad Semarang beliau di semayamkan di
depan Masjid Kendal.
Ajarannya
Ilmu
sejati rasa yang meliputi rasa. Rasa yang sejati. Sejatinya rasa. Bukan rerasan
yang diucapkan, bukan rasa yang ke enam, bukan pula rasa yang tercecap di
lidah. Bukan rasa yang terbersit di hati, bukan rasa yang ciptakan, bukan pula
rasa yang dirasakan tubuh. Bukan rasa yang dirasakan suara dan bukan pula rasa
kenikmatan dan derita sakit.
Sejatinya
rasa yang meliputi rasa, rasa pusarnya rasa.
Manusia
tidak lain hanyalah jasad-jasad mati yang dipenuhi oleh nafsu lauwamah, amarah,
sufiah dan mutmainah. Kita lepaskan nafsu-nafsu itu karena di tengah-tengah
nafsumu bertakhta sirr atau rahasia yang tersembunyi, roh dalam jiwa,
kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Wayang dan bayangan harus menyatu dalam
satu jiwa. Roh dalam jiwa memainkan mahkluk-makhluk atas kehendak-Nya.
Sejatinya
yang memerintah kita bukanlah tubuh kita, tetapi roh dalam jiwa. Bebaskan roh
kalian dari ikatan hukum-hukum yang menghalangi kebebasan roh yang menuju dan
menyatu dengan Tuhan. Hakikat hidup abadi baru dimulai sesudah mati.
Kesengsaraan
dunia ini tidak lain suatu kegilaan, orang-orang mencari kebutuhan badaniah
tanpa memperhatikan kebutuhan rohani. Orang-orang mencari kenikmatan, namun
hanya penderitaan yang dijumpai. Manusia bingung karena tidak mengenal dirinya
sendiri, karena dijadikan buta oleh hawa nafsu. Mencari ilmu suci tidak mungkin
diperoleh dengan alat panca indra, karena sifatnya yang kotor, najis dan palsu.
Kebaruan adalah kepalsuan, kekotoran dan kenajisan, yang segera hancur
bersama-sama tibanya ajal. Hidup sesudah lahir adalah kebaruan maka itu palsu,
najis, dan kotor. Hidup sesudah kelahiran adalah kematian yang sesungguhnya.
Kedaaan
kematian itulah yang membuat manusia tidak bisa bebas dari nafsu, kebohongan,
kebutuhan kekuasaan, makan, minum, bahkan shalat, puasa, zakat, haji.
Kembalinya manusia ke asal dari mana ia lahir, sesudah ajal tiba nantilah hidup
yang sesungguhnya, ketika manusia tidak lagi membutuhkan apa pun, termasuk
keinginan, karena keinginan adalah awal dari kesengsaraan. HUSNU MUFID
1 komentar:
Berkali2 mendengar nama Wali Joko, tp baru baca kisahnya saat ini
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat