Jumat, 17 Februari 2017
Mbah Banjar dan Sunan Drajad
Kisah Sunan Banjar Syiar Islam di Paciran, Lamongan (2-Habis)
Wariskan Perjuangan Dakwah kepada Sunan drajat
Sunan Banjar dan Mbah Mayang Madu setelah berdakwah cukup lama di Paciran, Lamongan meninggal dunia. Kemudian dilanjutkan oleh Raden Qosim atau Sunan drajat, selaku ahli waris perjuangan menyebarkan ajaran Islam. Bagaimanakah kisah masyarakat Lamongan selanjutnya?
Setelah berjalan beberapa tahun, berdakwah dengan Sunan drajat, maka Sunan Banjar berpulang ke Rahmatullah. Beliau dimakamkan di Desa Banjaranyar bagian utara. Makamnya kini tidak sebagus makam Mbah Mayang Madu. Begitu pula penziarahnya tidak begitu banyak. Hanya orang-orang tertentu.
Kemudian menyusul Mbah Mayang Madu pun wafat, beliau dimakamkan di belakang Masjid Njelaq dan mendapat julukan Sunan Jelaq. Makamnya kini cukup bagus. Bercatkan merah dan kuning. Unsur Tiongkok cukup dominan. Meskipun Mbah Mayang Madu bukan orang yang berasal dari daratan Cina.
Sepeninggalan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu, maka tinggallah Kanjeng Sunan Drajat yang melanjutkan usaha-usaha yang sebelumnya dirintis oleh beliau bersama almarhum.
Dalam usahanya untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, R. Qosim juga menggunakan pendekatan seni budaya.
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan metode kesenian guna menarik perhatian masyarakat sekitar yang pada waktu itu masih beragama Hindhu-Buddha. Sehingga karena itulah beliau menciptakan tembang pangkur dan menggunakan alunan suara gamelan atau gending untuk mengumpulkan masa di masjid yang telah didirikan oleh Mbah Mayang Madu tersebut dinamakan Masjid Nggendingan. Demikian luwesnya R. Qosim dalam memfungsikan masjid benar-benar mengena di masyarakat.
Dalam perjuangannya beliau dibantu oleh para santrinya yang menjadi pembantu setia dalam mengemban misi. Suka duka perjuangan silih berganti mewarnai kehidupan Kanjeng Sunan Drajat dan para santrinya di Banjaranyar.
Waktu pun terus berlalu, kian hari perkembangan pondok pesantren di Banjaranyar mengalami kemajuan yang sangat pesat, sikap permusuhan yang datang dari para penduduk berubah menjadi kecintaan yang dalam.
Para pemuda banyak yang berdatangan dari daerah-daerah ke pondok pesantren guna menimba ilmu agama kepada beliau. Mereka itulah yang kemudian dikader menjadi para da’i dan mubaligh yang tangguh, tabah, dan berkompeten lalu disebarkan ke pelosok negeri atau kembali ke kampung halamannya sambil membawa misi Islam.
Keberhasilan perjuangan Kanjeng Sunan Drajat di Banjaranyar tidaklah membuat beliau menjadi puas, lalu duduk berpangku tangan sambil berongkang-ongkang kaki menikmati hasil perjuangannya. Akan tetapi hal tersebut justru mendorong beliau untuk lebih giat dalam mengembangkan agama Islam tempat lain. Karena itulah, beliau membangun sebuah masjid di kampung sentoro yang letaknya persis di sebelah timur kompleks makam Sunan Drajat, sebagai tempat beliau memberikan pengajian mengajar dan mendidik para santrinya.
Sunan Drajat kemudian mendirikan masjid yang akhirnya diberi nama Desa Drajat, ada pun masjid yang telah dibangun Kanjeng Sunan Drajat sendiri pada tahun 1424 Jawa atau 1502 M. Kini telah musnah akibat gempa bumi yang pernah terjadi dua ratus tahun yang silam. Sebagai gantinya, di tempat tersebut kini telah didirikan masjid yang direnovasi sebagaiman bentuk aslinya.
Sentral Pendidikan
Dalam kehidupan berumah tangga. Kanjeng Sunan Drajat mempunyai dua istri. Yang pertama adalah putri Mbah Mayang Madu yang makamnya terletak di belakang Masjid Jelaq, Banjaranyar dan karena itulah setelah Mbah Mayang Madu meninggal. Kanjeng Sunan Drajat mendapatkan istri dari putri Sunan Mayang Madu.
Adapun istri beliau yang kedua adalah seorang putri Kediri yang bernama Retno Condro Sekar Putri Adipati Surya Dilaga. Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Kanjeng Sunan Drajat. Dari kedua istri beliau inilah Kanjeng Sunan Drajat mendapat keturunan yang akhirnya berkembang dalam suatu keluarga besar yang tersebar hingga saat ini.
Pada masa Kanjeng Sunan Drajat inilah Desa Banjaranyar, Drajat, dan sekitarnya menjadi sentral pendidikan dan aktivitas keagamaan serta menjadi mercusuar penyebaran Islam di daerah pesisir pantai utara khususnya di daerah Paciran. Akhirnya beliau wafat pada tanggal 25 Syakban dan dimakamkan di belakang masjid tempat beliau mengajar sebagaimana yang telah kita saksikan saat ini. HUSNU MUFID
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat