Di Balik
Berdirinya Candi Keraton Ibu Majapahit Nusantara di Mojokerto
Mengembalikan Agama Resmi Kerajaan Majapahit
Candi Keraton Ibu
Majapahit Nusantara merupakan candi yang baru didirikan oleh Betara Agung
Brahmaraja Wilatikta XI di Puri Surya Majapahit. Tujuannya untuk memunculkan
kembali agama Siwa Buddha sebagai agama resmi kerajaan Majapahit dan
memfasilitasi upaya melakukan ritual. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.
Di bekas reruntuhan
kerajaan Majapahit bukan hanya dibangun kembali rumah-rumah khas Majapahit.
Tetapi juga dibangun sebuah candi baru yang bernama Candi Keraton Ibu Majapahit
Nusantara. Candi tersebut berlokasi tidak jauh dari Kolam Segaran. Persisnya di
dalam lingkungan Puri Surya Majapahit.
Bangunan Candi
Keraton Ibu Majapahit Nusantara terbuat dari batu bata merah yang tanahnya
berasal dari Kec. Mojowarno, Mojokerto. Bahan tanah tersebut diambil dari daerah
tersebut. Karena memiliki nilai yang bagus untuk dibuat bata dan kemudian
disusun menjadi sebuah candi. Tahan oleh gempa dan cuaca, baik hujan maupun
panasnya matahari selama bertahun-tahun.
Candi tersebut tingginya
mencapai 15,8 meter. Sengaja dibuat setinggi itu dengan maksud angka 15 belas
berarti Dewa Wisnu dan 8 berarti Dewa Pembawa Angin. Hal ini sesuai dengan
pakem sastra bahasa sanskerta yang adiluhung, sebagaimana yang tercantum dalam
Kitab Negara Kertagama.
Pembuat Candi
Keraton Ibu Majapahit Nusantara didatangkan dari Bali. Karena orang-orang Bali
masih keturunan Majapahit. Sehingga mampu mengerjakan dengan teliti dan cepat
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sedangkan pemrakarsannya adalah
Betara Agung Brahmaraja XI pemilik Puri Surya Majapahit dan sekaligus raja Majapahit.
Pendirian Candi Keraton
Ibu Majapahit Nusantara adalah untuk memuja arwah leluhur Majapahit. Mengingat banyak
candi yang ada tidak dapat digunakan acara ritual untuk menghormati leluhur
sebagaimana mestinya zaman kerajaan dulu. Karena sekarang posisi candi hanya sebagai
peninggalan sejarah dan wisata. Bukan lagi diperuntukkan upacara penghormatan
kepada leluhur.
Juga Candi Keraton
Ibu Majapahit Nusantara difungsikan untuk kegiatan upacara agama Siwa Buddha. Agama
tersebut merupakan agama asli Kerajaan Majapahit. Sehingga tidak kesulitan lagi
melaksanakan sembayangan karena telah tersedia secara gratis.
Dengan demikian,
jelaslah di balik pendirian Candi Ibu Majapahit adalah kita munculkan kembali
agama tersebut agar generasi mendatang mengetahui secara pasti agama Kerajaan
Majapahit. Sebab selama ini masyarakat hanya mengira bahwa agama Kerajaan
Majapahit itu agama Hindu sebagaimana dianut masyarakat Bali.
“Siwa Buddha
adalah agama resmi kerajaan Majapahit. Presiden Suharti tidak memasukkan agama
Siwa Buddha ke dalam agama resmi di Indonesia. Namun agama Hindu yang
dimasukkan. Akibatnya banyak yang tidak tahu,” ujar Betara Agung Brahmaraja XI Raja
Majapahit.
Siwa Buddha
Candi tersebut
merupakan satu-satunya di Tanah Jawa untuk kegiatan Upacara Sradha atau odalan untuk
leluhur Majapahit. Dalam upacara tersebut menggunakan sesaji lengkap dengan
ritual agama Siwa Buddha. Istilahnya sesuai dengan adat Majapahit.
Prosesi upacara
Sradha sesuai dengan agama Siwa- Buddha diadakan dengan sempurna dan uniknya
setiap diadakan upacara Sradha untuk leluhur Majapahit yang datang pun dari
semua agama, kepercayaan, dan berbagai suku, ras, dan golongan tanpa ada sekat.
“Nah, Puri Surya
Majapahit membuat candi itu guna melaksanakan ritual keagamaan Siwa Buddha di
bekas reruntuhan kerajaan Majapahit. Sehingga leluhur tetap mendapatkan doa,” ujar
Betara Agung Brahmaraja Wilatikta XI.
Kini Candi Keraton
Ibu Majapahit Nusantara menjadi jujugan masyarakat yang ingin melestarikan
agama Siwa Buddha yang merupakan agama resmi kerajaan Majapahit. Meskipun di
Indonesia agama tersebut tidak diakui sebagai agama resmi di Indonesia. Padahal
dulunya merupakan agama resmi kerajaan Majapahit.
Mereka melakukan
upacara Sradha di Candi Keraton Ibu Majapahit Nusantara. Umat Siwa Buddha
menikmati suasana yang cukup asri di sekitar Candi Ibu Majapahit. Sebagian
besar merasakan suasana kehidupan di zaman kerajaan Majapahit. Yaitu sekeliling
rumah ada sungainya. Begitu pula di sekeliling candi ada air kolamnya.
Usai melakukan
upacara Seradha melakukan makan bersama nasi tumpeng Majapahit. Mereka
merasakan hidup di zaman Majapahit ketika berada di lingkungan Puri Surya
Majapahit. Juga berterima kasih dengan didirikannya Candi Ibu Majapahit sebagai
pusat ritual agama Siwa Buddha.
Dalam
perkembangannya, bukan umat Siwa Buddha yang datang dari Bali saja, melainkan
masyarakat sekitar. Juga Komandan Kodim beserta stafnya melakukan kunjungan dan
berlanjut bersih-bersih. Sehingga lingkungan Puri Surya Majapahit seluas 5
hektare menjadi bersih dan asri. HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat