Radikalisme Berkedok Agama
Indonesia yang hidup
dengan sejumlah agama, tetapi rukun dan damai, tiba-tiba tercoreng oleh munculnya
aksi pengeboman terhadap Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan. Aksi tak
bertanggung jawab orang yang menggunakan agama sebagai kedok itu, menyebabkan situasi
sesama umat beragama menjadi tegang.
Tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh Juhanda, membuat dampak yang kurang baik terhadap
kehidupan beragama di Indonesia. Karena kekerasan ini bukan kekerasan fisik
saja seperti aksi bom yang terjadi di tempat-tempat ibadah. Sehingga
menimbulkan korban luka ringan maupun berat.
Aksi kekerasan
terhadap gereja tidak bisa dibenarkan. Karena ajaran Islam tidak mengajarkan
seorang umatnya melakukan tindakan pengeboman. Bahkan dengan bunuh diri. Tidak
ada itu dalam hadis maupun Alquran. Orang yang melakukan pengeboman itu
sebenarnya menggunakan agama sebagai kedok melakukan kekerasan dalam agama.
Melihat fenomena
kekerasan atas nama agama di Indonesia, muncul sebuah pertanyaan apa yang
menjadi penyebab fenomena kekerasan ini bisa terjadi. Gusdur mengatakan "Mereka
yang melakukan kekerasan itu tidak mengerti bahwa Islam tidaklah terkait dengan
kekerasan. Itu yang penting.
Ajaran Islam
yang sebenar-benarnya adalah tidak menyerang orang lain, tidak melakukan
kekerasan, kecuali bila kita diserang atau diusir dari rumah kita. Ini yang
pokok.
Kalau seseorang
diusir dari rumahnya, berarti dia sudah kehilangan kehormatan dirinya,
kehilangan keamanan dirinya, kehilangan keselamatan dirinya. Hanya dengan
alasan itu kita boleh melakukan pembelaan". Apakah peristiwa kekerasan itu
terjadi akibat dari radikalisme? Fundamentalis dan radikalisme bukanlah
monopoli dari orang Islam saja. Semua agama memiliki kaum fundamentalis dan radikalisme.
Radikalisasi adalah
nilai-nilai yang mengakar dalam semangat seseorang dan mengakar dalam dirinya
sendiri. Radikalisme jika dikonsumsi pribadi juga tidak salah dan radikalisasi
jika dipakai secara kolektif dalam suatu kelompok juga tidak masalah.
Gerakan radikal
merupakan bentuk perlawanan untuk mendapatkan kebebasan yang sangat luas.
Praktik radikalisme yang terjadi di Indonesia justru berkembang dengan aksi
kekerasan atas nama agama sejak peristiwa reformasi dan demokratisasi yang
sedang berlangsung. Banyak organisasi yang mengatasnamakan agama terbentuk yang
akhirnya secara perlahan-lahan membentuk sebuah gerakan kekerasan atas nama
agama tertentu.
Ini bukan yang
diharapkan dalam kehidupan kita sebagai warga negara. Yang diharapkan tentu
saja hidup berdampingan dengan damai antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain.
Kita yang orang
beragama ini secara tegas mengakui dan melindungi berbagai latar belakang
keyakinan, budaya, dan tradisi bangsa Indonesia bukan membawa tradisi bangsa
lain untuk hadir dan mengganti tradisi serta budaya lokal yang telah tumbuh
dari awal.
Agama bukanlah
candu bagi masyarakat. Agama itu pembenaran akan keyakinan yang telah menjadi
tradisi dan budaya. Ketika pembenaran itu bertemu dengan pembenaran yang lain,
distorsi bisa saja terjadi yang acapkali kaum minoritas menjadi korban dari
pembenaran atas keyakinan itu sendiri, yang belum tentu apakah kenyakinan
tersebut bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
Indonesia adalah
negara yang multikultural yang beragam budaya, bahasa, adat istiadat dan agama.
Perbedaan inilah yang seharusnya dihormati dan dihargai sebagai bentuk
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembenaran akan keyakinannya sendiri
ditambah dengan tindakan kekerasan kepada yang berbeda selama ini menimbulkan
keresahan serta perpecahan antarkelompok dalam sebuah negara yang beragam.
Oleh karena itu,
pelaku kekerasan dengan menggunakan kedok agama seharusnya dihukum dan
dipenjarakan. Karena sangat merugikan agama lain dan merusak citra Islam di mata
pemeluk agama lain. Mengingat Islam merupakan agama rahmatanlilalamin.
husnu mufid redaktur
posmo
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat