Mengungkap Rumah
Budho Trowulan, Mojokerto
Tampilkan Rumah Ibadah Khas Kerajaan Majapahit
Rumah Budho yang
didirikan di lokasi Puri Surya Majapahit tahun 2016 cukup menarik untuk
didatangi. Karena bertujuan memperkenalkan rumah ibadah zaman Majapahit.
Seperti apakah bentuk bangunan dan fungsinya?
Keberadaan Rumah
Budho berada dalam lingkungan Kampung Kuno lingkungan Puri Surya Majapahit cupu
menarik bagi masyarakat pecinta sejarah leluhur yang telah hilang. Meskipun
baru satu tahun didirikan membuat banyak dan masyarakat meyukai. Mereka datang
untuk melihat dari dekat dan melakukan sembayangan. Karena dibuka selama 24
jam. Jam berapa pun bisa melakukan sembayangan.
Hal tersebut,
memang disediakan bagi masyarakat yang dari luar kota Mojokerto, baik berasal dari
Bali, Surabaya, Jakarta, Sidoarjo, dan kota-kota lainnya. Bisa dengan rombongan
maupun sendiri. Juga bisa menginap. Karena telah disediakan penginapan secara
lesehan.
Bangunannya terbuat
dari kayu jati yang usianya satu abad. Gurat-gurat kayu nampak terlihat. Tidak
ada daun pintunya. Karena itu dapat dilihat dari luar ruang. Gentingnya terbuat
dari ganteng tua. Pintu candela masih nampak zaman kerajaan Tiongkok. Keaslian seluruh
bangunan masih nampak.
Di dalamnya
terdapat patung Dewi Kwan Im Po Sat, wayang kulit, foto Bung Karno, Garuda
Pancasila, dan berbagai peralatan sebayangan. Juga ada sesaji lengkap yang
telah disediakan untuk umat yang ingin melakukan sembayangan. Hal itu sebagai
upaya untuk menarik minat untuk melakukan ibadah bagi umat Buddha khas
Majapahit.
Setiap umat
dapat sembayang dengan khusus dan bersama sama. Siapa pun dapat melakukan tanpa
ada pelarangan. Mengingat Rumah Budho sengaja dibangun untuk umat yang memiliki
kepedulian terhadap situs kerajaan Majapahit.
Keberadaan bangunan
Rumah Budho memang sengaja dibuat dalam bentuk bangunan kayu dengan ornamen
yang mencerminkan budaya masa lalu. Di mana belum mengenal bangunan batu bata. Hanya
candi-candi yang terbuat dari bahan batu bata merah di zaman kerajaan
Majapahit.
Di sekitarnya
terdapat kolam berisi ikan dan lumpur untuk terapi berbagai penyakit.
Pemandangan yang indah dan air di sekitarnya mengalir dengan bening. Di sekelilingnya
terdapat rumah-rumah kuno yang terbuat dari kayu. Umat yang selesai melakukan
ibadah dapat menikmati pemandangan yang indah di sekitar Rumah Budho.
“Rumah-rumah
kuno itu merupakan rumah Majapahit. Karena aslinya terbuat dari kayu jati dan
bukan batu bata. Untuk rumah yang terbuat dari batu bata merupakan rumah zaman
akhir majapahit,” ujar Betara Agung Brahmaraja Wilatikta XI, pendiri Rumah
Budho.
Bangunan Rumah
Budho ternyata menarik minat masyarakat dan wisatawan. Karena bentuknya antik
dan artistik. Masih menunjukkan ke-Majapaitan. Mereka yang mengunjungi
menyatakan bangunannya menarik dan masih orisinil. Merasa kerasan untuk tinggal
berlama-lama sambil santai menghilangkan penat.
Orang-orang yang
datang ke Rumah Budho kebanyakan dari Bali. Mereka datang untuk melakukan
sembayangan, baik pagi, siang, maupun malam hari. Mereka merasakan kenyamanan
saat melakukan sembayangan.
Kembalikan Kejayayan Leluhur
Demikian pula
dengan masyarakat Jawa juga ada yang datang untuk melakukan sembayangan. Pada
hari-hari tertentu jumlah umat yang datang cukup banyak, baik kaum wanita maupu
laki-laki. Usai melakukan sembayangan menyaksikan lingkungan sekitar yang
sangat asri. Mereka terbayang masa kejayaan kerajaan Majapahit.
Juga pernah
mendapat kunjungan dari Dandim Mojokerto Letkol CZi Budi Pamuji. Sambutan
hangat diberikan Betara Agung Brahmaraja Wilatikta XI selaku pendiri Rumah
Budho. Kemudian sebagai rasa simpati Dandim memerintahkan anggotanya melakukan
bersih-bersih sampah.
Demikian pula
dengan mahasiswa Universitas Mahendradatta Denpasar Bali melakukan kunjungan
dan melakukan kegiatan bersih-bersih. Ini menunjukkan perhatian TNI dan
masyarakat terhadap Rumah Budho di Puri Surya Majapahit cukup besar. Hal itu
dilakukan sebagai upaya melestarikan budaya Majapahit yang selama ini
diperjuangkan Puri Surya Majapahit, Trowulan, Mojokerto. HUSNU MUFID .