Selasa, 14 Agustus 2012
Kematian Syekh Siti jenar
Kematian Syekh Siti Jenar Versi Serat Negara Kertabumi
Jasadnya Diganti Kuda Hitam
Kematian Syekh Siti Jenar hingga sekarang masih menjadi sebuah misteri. Bagaimanakah sebenarnya proses kematiannya. Berikut ini berdasarkan versi Serat Negara Kertabumi.
Dalam Serat Negara Kertabumi, dikisahkan bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar merupakan kelompok oposisi atas kekuatan Sultan Cirebon. Bebarapa tokoh pengikutnya pernah mencoba untuk menduduki tahta kasultanan, tetapi semuanya menemui kegagalan. Ketika Pengging dilumpuhkan, Syekh Siti Jenar yang pada waktu itu menyebarkan ajaran wahdatul wujud di situ, kembali ke Cirebon diikuti oleh para pengikut dari Pengging.
Kekuatan Syekh Siti Jenar di sini menjadi kokoh, pengikutnya meluas hingga ke pelosok desa. Setelah Syekh Datuk Kahfi wafat, Sultan Cirebon meminta Pangeran Panjungan untuk menjadi guru agama Islam di Amparan Jati. Ia bersedia, tetapi tidak mendapat murid karena orang-orang telah menjadi murid Syekh Siti Jenar. Pangeran Carbon Panglima balatentara Cirebon menjadi pengikutnya dan mengamankan pula.
Berita itu terdengar oleh Sultan Demak bahwa musuhnya berada di Cirebon. Raden Patah kemudian mengutus Sunan Kudus dengan disertai 700 orang prajurit menuju Cirebon. Sultan Cirebon menerima permintaan itu dengan tulus, bahkan memberikan bantuan untuk tujuan itu.
Langkah pertama Sultan Cirebon mengumpulkan para murid Syekh Siti Jenar di antaranya Pengeran Carbon, Kiai Geng, Ki Palumba, Dipati Cangkuang, dan banyak orang dari Pangkuangwati. Selanjutnya balatentara Cirebon dan Demak menuju Padepokan Lemah Abang di Cirebon Girang. Syekh Siti Jenar kemudian dibawa ke masjid Agung Cirebon tempat para wali telah berkumpul. Sunan Gunung Jati bertindak sebagai hakim ketua. Melalui perdebatan yang panjang pengadilan memutuskan Syekh Siti Jenar harus dihukum mati. Kemudian Sunan Kudus melaksanakan eksekusi itu dengan keris pusaka Sunan Gunung Jati.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1506 M. Jenazahnya lalu dimakamkan di Kemlaten, Cirebon. Sekarang berada di tengah-tengah makam umum di dalam sebuah bangunan berukuran 5x5 diapit oleh makam dua muridnya, Pangeran Jagabayan dan Pangeran Kejaksan. Kemudian banyak orang datang berziarah ke sana dan memuja-muja. Seperti dari Cirebon, Sunda Kelapa, Banten, Parahiyangan, Jawa Timur, dan Semenanjung Malaka.
Banyaknya peziarah yang datang itu dan melakukan pemujaan membuat Sultan Cirebon kurang berkenan. Maka memerintahkan kepada pasukan Cirebon untuk memindahkan jenazah Syekh Siti Jenar ke Bukit Amparan Jati secara diam-diam. Sedangkan dikuburan yang dikunjungi orang dimasuki bangkai kuda hitam.
Ketika para peziarah dari Pengging menginginkan agar mayat Syekh Siti Jenar dipindahkan ke Jawa Timur, maka Sunan Gunung Jati membolehkan, tetapi setelah kubur dibuka ternyata yang tergeletak di sana bukan mayat Syekh Siti Jenar, melainkan bangkai seekor kuda hitam.
Para peziarah terkejut dan heran. Sultan Cirebon kemudian memberi fatwa agar orang-orang tidak menziarahi bangkai kuda dan agar meninggalkan ajaran Syekh Siti Jenar. Menurut sumber lain, beberapa hari setelah pemakaman, para wali ingin menyaksikan bagaimana ikhwalnya orang yang mengaku dirinya Tuhan. Adakah ia lazim sebagaimana mayat orang biasa, atau bagaimana? Setelah makam digali kembali, para wali tidak lagi menemukan jenazah Syekh Siti Jenar, melainkan hanya dua kuntum melati. Karena itu, kuburan itu dinamakan Astana Kemlaten atau makam tempat melati. Zaman dahulu berada di pinggiran kota praja. Kini letaknya berada di tengah kota.
HUSNU MUFID
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat