Klenteng Hon Hin Bio Jl A
Yani Kudus Jawa Tengah
Sejak Jaman Belanda
Kegiatannya Tak Pernah Surut
Keberadaan Klenteng Hon Hin
Bio Kudus ini sejak jaman Belanda tak pernah surut. Berbagai kegiatan diadakan.
Warga sekitar menghargai keberadaannya. Oleh sebab itu kondisi bangunannya
tetap utuh seperti semula. Sedikit sekali mengalami perubahan. Hal ini sangat
berbeda jauh dengan dua klenteng lainnya di Kudus. Satunya pernah dibakar masa
dan satunya lagi keaslian bentuknya nyaris punah.
Dibangun Pedagang
Klenteng Hon Hin Bio ini didirikan tahun 1936 oleh warga pedagang
keturunan Tiongkok. Letaknya di Jl A Yani Kudus, depan pertokoan Martahari
Plaza. Boleh dibilang lokasinya cukup strategis, dekat pusat kota dan lalu
lintas jalan raya. Umat yang ingin
melakukan ibadah tidak mengalami kesulitan.
Begitu pula bagi umat yang
menggunakan kendaraan pribadi bisa langsung masuk dalam areal parkir Klenteng
Hon Hin Bio. Kemudian menuju tempat ruangan ibadah. Disitu umat bisa memilih
sejumlah patung dewa untuk disembah. Ada dewa Kwan Im Poo Sat, Hok Tek Ceng
Sin, Kwan Kong dan patung Buddha Gautama.
Bagi umat Tri Dharma
menyembah Dewa Hok Tek Ceng Sin dengan alasan. Karena dianggap sebagai dewa
pemberi kemakmuran yaitu, penyubur tanah. Sehingga pertanian menjadi
subur. Bagi penyembah Dewa Kwan Kong, menilai sebagai dewa
pemberi keadilan pada manusia. Harapannya nanti, keadilan akan datang.
Sementara umat Buddha
melakukan sembayang dengan menghadap Patung Buddha Gautama sebagai pendiri
agama.Juga tidak lupa mereka menyembah patung dewa Kwan Im Poo Sat, seorang dewi pemberi kasih sayang dan kemurahan
terhadap umat Buddha di kabupaten Kudus.
Suasananya Semarak
Di Klenteng Hon Hin Bio
ini, diantara umat yang melakukan ibadah
nampak rukun. Meskipun yang disembah itu berlainan. Kondisi ini sudah berjalan cukup lama. Yaitu
sejak jaman Belanda sampai sekarang. “Dampaknya cukup besar. Umat melakukan
ibadah dengan aman dan tentram,”ungkap Tee Song Liang sesepuh klenteng.
Mereka mengakui kalau
kerukunan umat beragama itu sangat penting. Tidak boleh saling menghina dan
memusuhi. Karena sudah dicontohkan dengan leluhurnya di negeri Tiongkok. Dimana
pada masa Dinasti Ming umat berbagai agama beribadah dalam satu gedung yang
dibuat oleh kerajaan sebagai upaya kerukunan umat beragama.
Kuatnya keyakinan umat yang
beribadah di Klenteng Hon Hin Bio. Menjadikan kegiatan keagamaan tetap
bertahan. Meskipun pada jaman Orde Baru mengalami sedikit gangguan. Agar tidak
menghidupkan kebudayaan asli Tiongkok. Seperti Barongsai dan Leang Leong.
Pelarangan itu pun dituruti.
Namun setelah roda reformasi
bergulir. Kesenian tersebut dibangkitkan kembali. Kini pemuda dan pemudi kembali aktif di klenteng Hon Hin Bio untuk
berlatih Barongsai dan Leang Leong serta
Wushu (pencak silat dari Tiongkok kuno). Maka ramailah sekarang
suasananya.
Anak-anak muda sudah tidak
merasa canggung untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan
seni. Hampir tiap sore terdengar suara tabuhan musik Barongsai. Hingga malam
hari. Suasana klenteng yang telah berganti nama Vihara Amurwabhumi ini benar-benar semarak. Lebih semarak dari yang
sebelumnya. husnu mufid
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat