Selasa, 16 Februari 2016

Situs Pulotondo Kediri
















Warga Desa Pulotondo, Kecamatan Ngunut, Tulungagung digemparkan dengan penemuan situs peninggalan kerajaan Kediri zaman Prabu Sri Aji Joyoboyo. Penemuan itu dilakukan oleh warga saat menggali tanah di areal persawahan. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.
Kabupaten Tulungagung zaman dahulu merupakan wilayah kerajaan Kediri. Berbagai benda kuno bersejarah telah ditemukan oleh masyarakat secara tidak sengaja. Kini kembali ditemukan oleh Kasiyanto, warga Desa Pulotondo, Kec. Ngunut.
Benda-benda tersebut berupa empat unit jobong atau penutup sumur, tempat menyimpan uang yang berasal dari perunggu, koin dan keramik yang bentuknya sudah tak utuh akibat penggalian. Meskipun demikian, sangat menarik minat bagi pemburu barang-barang kuno yang mencoba untuk membeli kepada penemunya.
Selain itu, juga dijumpai dinding terbuat dari bata merah berukuran besar dengan tinggi sekitar 1,5 m dengan panjang 30 m di lahan milik H. Bakri. Juga diketemukan arca hariti (lambang kesuburan), umpak, batu gandik, jobong (sumur) dan batu ambang pintu yang berangka tahun 1058 saka / 1136 M.
“Sebenarnya tak hanya saya yang menemukan benda-benda ini. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu warga menemukan benda-benda serupa. Hanya saja mereka tidak melaporan karena tidak tahu harus melaporkan kemana. Kami berharap dengan penemuan benda ini pihaknya tidak akan terjadi apa-apa pada masyarakat desa,” ujar pria 33 tahun ini saat ditemui Posmo.
Ia menduga masih banyak ditemukan benda-benda kuno di area itu. Pasalnya di lokasi penemuan yang letaknya kurang dari 100 meter dari Sungai Brantas ini masih dijumpai bata-bata kuno, sejumlah batu andesit serta tulang yang diduga tulang hewan.
Benda tersebut kemudian dilaporkan kepada BPCB Trowulan Mojokerto.
Beberapa hari kemudian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Drs. Nugroho melakukan peninjauan dan penelitian bersama Drs. Hariyadi Ketua Museum Tulungagung menyimpulkan, bahwa benda-benda bersejarah itu merupakan peninggalan zaman Prebu Sri Aji Joyoboyo.
Hal itu dibuktikan dengan adanya prasasti berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi) berisi tentang dengan anugerah sima kepada kawasan ini sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak. Raja Jayabaya yang senang dengan kesetiaan warganya yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Dalam lanjutan penelitian, ia menduga jika dilihat dari batu ambang pintu yang berangka 1058 menunjukkan kalau situ tersebut merupakan peninggalan kerajaan Kediri era pemerintahan Jayabaya. Bukan peninggalan raja Kertajaya maupun Girindrawardhana.
Bekas Pemukiman
Sebenarnya itu pemukiman atau rumah hadiah yang diberikan oleh kerajaan sebagai bentuk penghargaan terhadap warga. Bisa dibilang ini tempat beribadah dan tempat sosial. Bukan berarti tempat persembahyangan pada umumnya. Kalau istilahnya sekarang ini adalah pondok pesantrennya.
Sementara bagi masyarakat sekitar, kalau tempat penemuan benda-benda bersejarah itu sudah lama kerap digunakan untuk ngalap berkah. Istilahnya sebagai punden desa. Adanya orang yang ngalab berkah disini dibuktikan dengan ditemukannya bekas pembakaran merang ketan hitam dibangunan yang mirip tugu dan ada reliefnya.
Mereka sibuk melakukan ritual. Bahkan pada zaman ramai-ramainya togel digunakan untuk mendapatkan nomor togel yang jitu. Sebagian warga digunakan sebagai tempat untuk laku tirakat selama beberapa bulan. 
Bagi mayarakat Tulungagung, pembakaran merang ketan hitam ini juga bisa difungsikan sebagai penghilangan aura negatif baik yang ada dalam diri seseorang maupun tempat yang dianggap keramat. Cuma saja mereka tidak tahu kalau didalam tanah terdapat peninggalan-peninggalan bernilai sejarah yang cukup tinggi.Mus Purmadani

Candi Banjarsari Nganjuk






Kisah Penemuan Susunan Batu Bata Sedalam 2 Meter di Nganjuk
Diberi Nama Candi Banjarsari
Siapa yang menyangka, saat menggali tanah untuk keperluan membuat bata dan genting cetak, malah menemukan bangunan bersejarah. Diduga bangunan yang sudah lama terpendam dalam tanah tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.
Warga Desa Banjarsari, Kecamatan Ngrongot, Kabuten Nganjuk. Kamis, 28 Januari 2016 dihebohkan dengan kabar ditemukannya sebuah bangunan batu bata bersusun dan berundak. Batu bata tersusun dengan rapi. Diketahui adalah sebuah candi. Letaknya berada di sebuah pekarangan kosong milik Nurul Tawakib yang masih banyak terdapat tumbuhan bambu.
Kisah penemuan candi itu menurut Saiful salah satu teman Afandi yang merupakan seorang penggali tanah urug sekaligus orang pertama yang menemukan candi di Desa Banjarsari. Mulanya, Afandi melakukan pekerjaan yang biasa ditekuninya, yakni mengumpulkan tanah galian untuk dijadikan bahan membuat batu bata dan genting bersama dengan dua rekannya yakni Sanan dan Saifudin.
Beberapa hari menggali, tidak ada sedikit pun kejanggalan. Berkali-kali mengayunkan cangkul di lahan yang berukuran kurang lebih 4x12 meter tersebut nampak mudah. Hanya beberapa kali mengenai kerikil dan beling (pecahan kaca). Bukan hambatan bagi mereka bertiga kalau cuma batu-batu kecil yang menggores cangkul.
Pada hari Selasa, kedalaman galian hampir mencapai 2 meter, Afandi terus mengayunkan cangkul miliknya, tiba-tiba terdengar suara “crang, crang..”. Sejenak Afandi berhenti, diamatinya tanah yang dipijak sekaligus sedikit dikorek-korek menggunakan telapak tangan. Nampak terlihat ada sebuah benda mirip batu bata, hanya ukurannya sedikit lebih besar. Bata kuno ini memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada bata masa sekarang, dengan ukuran panjang 30 hingga 40 centimeter dan lebar 16 centimeter serta tebal 5 centimeter.
Lelaki berusia 53 tahun ini pun kemudian melanjutkan penggaliannya dengan hati-hati. Sebab dirinya penasaran akan benda yang berbenturan dengan mata cangkulnya. Ayunan yang tadinya begitu kuat dan cepat, kini semakin diperlambat dengan penuh kehati-hatian. Tidak lama kemudian nampaklah sebuah tatanan batu bata lengkap dengan pintu masuk pada bagian tengah. Afandi langsung menyadari, rupanya yang sedari tadi diamati adalah bangunan purbakala berupa candi. Karena di Kabupaten Nganjuk banyak ditemukan candi.
Oleh karena itu, ia melanjutkan untuk melakukan penggalian candi tersebut. Kemudian menemukan 3 buah patung dengan candi. Dengan jantung bergetar terus melakukan penggalian. Harapannya bukan hanya patung yang ditemukan, melainkan emas dan benda-benda berharga lainnya.
Baginya, penemuan ini dianggap sangat asing. Karena itu, enggan untuk menyebarkan kabar akan tanah galiannya. Sebab takut kegiatannya bakal dihentikan. Afandi pun akhirnya mengumpulkan patung hasil temuannya untuk disimpan agar tidak hilang. Kemudian dirinya kembali berpikir di bawah teduhnya pohon bambu yang menjulur di atas candi “baru miliknya”.
Penemuan sebuah candi dan 3 buah patung tersebut tidak membuat senang. Tetapi semakin membuat gelisah dirinya. Akhirnya Afandi pun memutuskan untuk melaporkan penemuannya tersebut kepada perangkat desa. Kemudian diteruskan ke Mapolsek Ngronggot, Kabupaten Nganjuk.
Mulanya, Afandi dan ketiga rekannya tidak mengindahkan larangan untuk kembali melanjutkan penggalian. Sebab mereka beralasan, cuma itulah cara mereka untuk mencukupi kehidupan dan menafkahi keluarga. Apalagi tanah yang mereka gali merupakan tanah sewaan seharga Rp 5 juta. Takut merusak salah satu peninggalan sejarah, akhirnya lokasi tersebut dipasang pita kuning bertuliskan “Police Line”.
Tempat Pemujaan
Tidak butuh waktu lama, tepatnya pada hari Rabu, 27 Januari 2016, petugas gabungan dari Disbudparta dan Muspika Kecamatan Ngronggot, melakukan pengecekan guna memastikan. Ya, di tempat yang dimaksud sudah jelas terlihat sebuah candi dengan panjang 2,7 meter lebar 2,1 meter, dan tinggi 1,7 meter.
Akhirnya penemuan tersebut tersebar luas, masyarakat langsung berebut datang untuk melihat, apalagi setelah beberapa media massa juga turut meliput penemuan tersebut. Bahkan beberapa warga luar daerah yang turut mendengar esoknya langsung datang karena penasaran. Bahkan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan pun sudah turun untuk meninjau penemuan candi tersebut.
“Candi tersebut diduga merupakan tempat pemujaan oleh para pendahulu kita. Karena masyarakat sekitar dulu menjadikan candi sebagai pemujaan atau sembayangan, selain untuk menempatkan abu jenazah. Karena ditemukan di Desa Banjarsari, maka masyarakat menamakan Candi Banjarsari. Sesuai dengan nama desanya,” ujar Aries Sovyani, Kepala BPCB Trowulan Mojokerto.
Selain itu, selama beberapa hari, Afandi, Sanan, dan Saifudin, untuk sementara harus diamankan di Mapolsek. Sebab mulanya ketiga orang tersebut sengaja menyimpan, pada saat itu dikatakan diduga mencuri, namun diralat karena ketiga patung tersebut masih ada. Hingga saat posmo bertandang ke Mapolsek Ngronggot ketiga Arca yakni Resi Agatiya, Dewi Parwati (Durga), dan Syiwa, masih utuh.
Saat dikonfirmasi, AKP Gede Putu Sinardana, selaku Kapolsek Ngronggot, pihaknya berencana menahan Moh Afandi CS, karena diduga telah menjualbelikan tanah uruk tanpa izin, dan kemungkinan juga akan disangkakan UU perlindungan benda purbakala atau cagar budaya. "Kami masih melakukan penyidikan lebih lanjut" imbuhnya.
Menurut rencana yang belum diketahui kapan pastinya, pihak Kepala BPCB Trowulan Aries Sovyani bakal kembali melakukan ekskavasi di lahan galian tersebut, kuat dugaan bakal kembali ditemukan beberapa arca di bagian candi yang belum terlihat. Karena masih proses penelitian lagi dan belum seluruhnya digali. Cahya