Kamis, 19 Januari 2017

Kuota Haji Kembali Semula


Bersyukur Kuota Haji Kembali Normal

Sejak 2012 Indonesia mengalami pembatasan  kuota jamaah haji sebanyak 20 persen. Sehingga menjadikan  semakin banyaknya antrian  yang cukup panjang mencapai 22 tahun di Surabaya. Bahkan  juga timbul banyaknya permasalahan.
Namun kini setelah di Timur Tengah  banyak peperangan dan perbaikan Masjidil haram selesai kuota jamaah haji kembali normal. Indonesia setelah pemerintah Arab Saudi mengabulkan usulan kuota sesuai dengan data jumlah penduduk berdasarkan sensus. Tambahan kuota haji tersebut akan dialokasikan kepada jamaah haji reguler.
Terkait dengan permasalahan jatah kuota calon haji yang sekarang ini ditambah hendaknya disyukuri oleh calon jamaah haji. Karena  jumlah kuota tersebut memang sudah sesuai aturan. Pemerintah pun,  telah berupaya untuk mendapatkan tambahan kuota.
Pemberian jatah kuota haji,  dilakukan lantaran Masjidil haram telah selesai pembangunannya. Pemberian kuota itu dilakukan pemerintah Arab Saudi mengurangi antrean yang cukup panjang, memberikan kenyamanan bagi calon haji serta memberikan rasa aman. Karena itu, calon jamaah haji yang telah mendaftar beryukur kepada Allah.
Namun bagi yang belum mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji hendaknya tak memaksakan diri menunaikan ibadah haji di tanah suci jika belum mendapatkan kuota haji. Sebab berhaji itu kan beribadah, jangan memaksakan diri.
Kewajiban berhaji itu adalah bagi yang mampu. Mampu itu tidak hanya finansial, kesehatan, tapi juga kesempatan peluang. Kalau peluangnya kesempatannya gak ada artinya orang itu tidak berkewajiban untuk berhaji.
Dalam Islam, tidak diajarkan umatnya untuk memaksakan diri dalam beribadah. Apalagi menggunakan cara-cara yang ilegal dan tak sesuai ajaran. Yaitu dengan cara menyerobot milik sesama jamah haji lainnya. Lakukanlah sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga mendapat haji mabrur nantinya.
Jika calon haji asal Indonesia yang menunaikan ibadah ke tanah suci untuk berangkat dari tanah air agar tidak memaksakan diri berangkat dari negara lain justru hanya akan menimbulkan masalah. Seperti tahun lalu yaitu jamaah haji berangkat dari negara Filipina.
Bagi yang  tahun ini  dapat berangkat hendaknya bersiap-siap dengan  menyiapkan diri. Khususnya kesehatan. karena dalam beribadah haji sekarang ini dibutuhkan kesehatan yang prima. Mengingat jumlah yang beribadah haji cukup banyak jumlahnya dari penjuru dunia. Tidak heran kalau jumlah angka kematian tiap tahun jumlahnya cukup banyak.
Hal tersebut tidak lain karena tidak mampu menahan emosi. ingin lebih dulu dan mendahului jamaah lainnya. Akibatnya banyak kecelakaan dan kematian yang terjadi. Diakui faktanya begitu. Mungkin karena mengikuti keafdolan. Sehingga berani nekat melanggar aturan yang berlaku. Mengingat jam ibadah itu bergiliran.
Semoga saja jamaah haji yang berasal dari Indonesia dalam menjalankan ibadah haji tahun 2017 dengan selamat  hingga pulang kerumahnya dan mendapat predikat haji mabrur  oleh Allah. Sebab tidak semua  jamaah haji mendepat predikat seperti itu. Perilaku jamaah haji saat di makkah dan Madinah itulah sangat menentukan untuk meraih predikan haji mabrur.
Oleh karena itu, bila nanti jamaah haji telah sampai di Masjidil Haram dan Madinah hendaknya berprilaku santun. jangan mengikuti  orang lain yang berprilaku kasar. Juga  mengikuti aturan yang berlaku. Biasanay kecelakaan itu karena tidak mengikuti jadwal yang berlaku.Tapi bagi jamaah haji yang patuh dengan jadwal, maka kegiatan ibadahnya mengalami keselamatan.

Sufi, Syekh Abdul wahab


Syeh Abdul Wahab

Mendapat Julukan Faqih Muhammad 

Syeh Abdul Wahab merupakan ulama dari Betawi. Waktunya banyak digunakan untuk menuntut ilmu dari Indonesia, Malaysia hingga kota Makkah. Ilmu yang didapat kemudian diamalkan kepada masyarakat dengan tangan terbuka. Berikut ini kisahnya.
Syeh Abdul Wahab seorang ulama yang cukup terkenal pada zaman penjajahan Belanda.  Beliau ini berasal dari Kampung Babussalam Betawi Sunda Kelapa. Kitab-kitab yang dipelajarinya antara lain  Fathul Qorib, Minhajul Al-Thalibin, Iqna’,  Tafsir Jamal. Ia juga belajar nafwu, sharaf,  balaghah, manthiq, tauhid dan lain-lainnya pada sejumlah guru yang berada di Indonesia.
Karena kepintarannya dalam menyerap dan  penguasaan terhadap ilmu agama, maka  Abdul Wahab mendapat  julukan dari masyarakat muslim  “Faqih Muhammad”, artinya: orang yang  ahli dalam ilmu fiqih. Khususnya dalam menentukan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan di masyarakat.
Beberapa tahun kemudian Beliau menuju Semenanjung Melayu dengan tujuan  selanjutnya  menuntut ilmu. Di Negeri Jiran ini Abdul wahab  bertempat tinggal di Sungai Ujung (Simunjung),  Negeri Sembilan. Ia nyantri kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama  terkemuka yang berasal dari Minangkabau. Ulama   ini juga dikenal sebagai mufti di Kerajaan Langkat dengan gelar “Tuk Ongku” Malaysia.
Untuk memenuhi  kesehariannya Syeh Abdul Wahab berdagang di kota Malaka.   Yang menarik ia menyuruh pembeli menimbang sendiri barang yang dibeli. Hal ini dilakukannya demi menghindarkan kecurangan yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu banyak orang yang suka membeli dagangannya. Karena dijamin tidak akan berbuat curang dalam hal timbangan.
Masa-masa mengaji pada Syeh Muhammad Yusuf benar-benar diniati dengan harapan akan mendapatkan ilmu yang selama ini belum didapatkan. Oleh karena itu dalam kurun waktu singkat ilmu yang dimiliki gurunya itu dikuasai dengan baik dan mendapat restu untuk diajarkan kepada umat Islam.  
Setelah dua tahun belajar kepada Syeh Muhammad Yusuf lalu meneruskan pendidikannya ke  Mekkah. (1848 M). Di kota suci ini ia memburu ilmu selama enam tahun. Gurunya antara lain   Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal dari Turki dan  Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah  al-Makki.
Ilmu yang didapat di Makkah ini menjadikan pengetahuan agama Beliau semakin luas dan dalam. Tindakan dan pikirannya semakin bijaksana dalam memahami dalil-dalil al Qur’an dan hadist yang keras maupun lemah. Beliau tahu pasti mana hadist yang benar maupun palsu. Dalam diskusi (halaqoh) selalu menjadi rujukan dalam memahami persoalan hukum.
Selain itu Beliau belajar kepada  Syekh H.  Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh  Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh  Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Ilmu agama yang dimiliki semakin luas, akan tetapi tidak menjadikan dirinya semakin sombong.
Untuk menghilangkan rasa sombong itu Syeh Abdul Wahab memperdalam ilmu tasawuf melalui   tarekat Naqsyabandiyah pada Syekh Sulaiman Zuhdi. Karena selama ini masih menganggap dirinya belum luas ilmunya khususnya tentang ilmu tasawuf. Beliau hanya menguasai ilmu fiqih. Maka dari itu ilmu tasawuf benar-benar dipelajari secara tekun.
Menyimak ketekunan Syeh Abdul Wahab, suatu ketika Sulaiman Zuhdi, resmi mengangkatnya sebagai  khalifah besar. Penobatan ini diiringi dengan bai’ah dan pemberian silsilah tarekat  Naqsyabandiyah yang berasal dari Nabi Muhammad  SAW hingga kepada Sulaiman Zuhdi yang kemudian  diteruskan kepada Syeh Abdul Wahab. Ijazahnya ditandai dengan dua cap.
Ia pun mendapat gelar Al Khalidi  Naqsyabandi. Kemudian mendapat ijazah sebagai
“Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah  al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Tak  lama Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Syeh Abdul Wahab  kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
Sepulang di tanah Jawa Beliau menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah kepada masyarakat sekitar. Ribuan orang datang untuk bergabung kedalam tarekat tersebut. Tiap mengadakan mujahadah dan pengajian selalu dipadati umat Islam yang ingin mendapatkan ilmunya.                        
Sikap Beliau dengan murid-muridnya selalu dekat dan tidak menjaga jarak. Siapaun datang untuk bertamu selalu ditemui dan mendapatkan penghormatan. Nasehatnya selalu menyejukkan. HUSNU MUFID  
Kalau ada masyarakat yang ingin bertemu langsung dengan Syeh Abdul Wahab selalu diterima dengan tangan terbuka. Tidak perlu menunggu lama. Tamu yang datang tidak dibeda-bedakan, baik kaya maupun miskin. Darisinilah Beliau akhirnya mendapat simpati yang cukup besar. Tingkah laku dan ucapannya dijadikan sebagai contoh. Beliau selalu merakyat dan selalu memberikan nasehat-nasehat yang menyejukkan hati.
Murid-muridnya pun datang dari berbagai daerah Jawa dan Sumatera. Mereka ingin langsung mendapatkan ilmunya yang cukup banyak. Biasanya murid-murid yang berada disampingnya merasakan ketentraman hati. Karena beliau tidak menjaga jarak dengan murid-muridnya. Selalu dekat dengan murid-muridnya.

Klenteng Kim Hin Kiong Gresik



Keberadaan Kelenteng Kim Hin Kiong, Gresik, Jatim

Berdiri Sejak Zaman Majapahit

Kelenteng Kim Hin Kiong Gresik ini merupakan kelenteng yang tertua di Indonesia. Keberadaannya ada sejak zaman Majapahit. Orang-orang Tiongkok perantauan yang mendirikan klenteng tersebut. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo. 
Bisa dikatakan, Gresik merupakan sebuah kota dengan wilayah yang cukup kecil. Namun menyimpan banyak bangunan yang bernilai sejarah yang tersebar di kota pudak ini. Bangunan tua dengan nuansa dan artsitektur yang dipengaruhi dengan budaya Islami, Tionghoa dan era kolonial Belanda.
Pesona kawasan kota tua di Gresik memang mengasyikan. Diantara bangunan lama itu terdapat sebuah kelenteng yang ternyata merupakan satu-satunya kelenteng di kota ini. Walau berada di pusat kota, ternyata kelenteng ini cukup tersembunyi karena berada di tengah kawasan perkampungan.
Klenteng yang bernama Kim Hin Kiong ini terletak di Jalan Dr. Setia Budi Gang Klenteng No. 56 Kelurahan Pulo Pancikan, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Lokasi ini cukup tersembunyi di sebuah gang di tengah kawasan perkampungan pecinan, yang sekarang mulai berbaur dengan perkampungan Arab, dan tidak begitu jauh dengan alun-alun Kota Gresik.
Dari kejauhan, tepat di ujung jalan tampak bangunan Kelenteng Kim Hin Kiong yang berwarna merah dan kuning yang sangat mencolok. Di bagian depan kelenteng terdapat gerbang yang cukup kecil dan tidak begitu tinggi.Di bagian atas gerbang itu terdapat tulisan Tempat Ibadat Tri Dharma Gresik Kim Hin Kiong. Sedangkan di samping kanan dan kirinya terdapat hiasan tulisan dalam huruf China.
Di bagian kanan dari pintu gerbang, sebelum memasuki ruang utama, juga terdapat altar pemujaan. Sedangkan di sebelah kiri dari bangunan utama klenteng, terdapat halaman yang diperuntukkan parkir yang dilengkapi dengan sarana untuk menampilkan wayang po te hi.
Ukuran kelenteng itu tak begitu besar dan cukup lengang. Setelah mengucapkan salam dan menunggu beberapa lama, tampak keluar seorang wanita yang merupakan pengurus kelenteng. Tidak banyak informasi yang bisa dia berikan tentang kelenteng tua ini. Selain menjelaskan bahwa kelenteng ini untuk menghormati Thian Sang Seng Boo (Ma Co Poh) yang dikenal sebagai Dewi Kebaikan.
Di ruangan altar utama itu terdapat ornamen dan perlengkapan ibadat umat kelenteng lengkap dengan lilin-lilin yang berukuran besar dan asap dan bau dupa yang khas. Perlu diperhatikan, ada aturan di kelenteng ini, laiknya di beberapa klenteng yang lain. Pengunjung yang datang selain umat Tri Dharma dilarang untuk mengambil gambar alias memotret. Terutama yang langsung ke arah altar utama persembahyangan dimana disana ditempatkan arca Thian Sang Seng Boo.
Kelenteng ini diapit oleh dua bangunan menara berbentuk pagoda yang digunakan sebagai tempat pembakaran dupa, kertas-kertas doa dan sebagainya. Selain itu juga diapit oleh dua patung Ciok Say ( Singa ) yang sedang bermain dengan anaknya. Patung Ciok Say itu cukup indah dengan bentuk dan warnanya yang artistik. Di dekat Ciok Say itu terdapat tempat bagi umat kelenteng untuk menyalakan lilin.
Aneka lampion dan ornamen menghias di bagian atas ruangan. Sedangkan di bagian depan sisi tengahnya terdapat sebuah hiolo yang cukup besar dan berwarna keemasan. Hiolo itu juga dihiasi dengan ornamen kepala naga di sisi depan dan di keempat kakinya, serta ornamen dua ekor naga menempel yang menempel di kiri dan kanan hiolo. Di sebelah kanan dan kiri kelenteng ini juga terdapat ruangan lainnya seperti ruangan serba guna, gudang dan sebagainya.
Tertua di Jawa
Dari beberapa sumber dijelaskan bahwasannya, Kelenteng  yang satu ini merupakan kelenteng tertua di Jawa Timur, yang sudah ada pada zaman Majapahit. Konon, kelenteng ini dibangun oleh orang-orang Tiongkok yang merantau, dan kemudian menetap  di Gresik.
Namun jika pemerintah setempat menjadikan sebagai wisata, maka sudah barang tentu banyak warga yang berkunjung ke kelenteng tersebut, sebagaimana  kelenteng-kelenteng lainnya. Mengingat Gresik sekarang ini penduduknya mayoritas beragama Islam. Cahya
Meski kelenteng ini telah berusia tua, namun bila dibandingkan dengan bangunan cagar budaya lainnya yang ada di Kota Gresik, kelenteng ini masih cukup terawat, Hanya saja, kelenteng ini bisa dibilang amat sangat sepi dari penganut Tri Dharma yang melakukan sembahyang di kelenteng ini.
Para perantau yang akhirnya menetap untuk berdagang itu mendatangkan tukang insinyur langsung dari Guandong, Tiongkok. Kala itu, Kota Gresik merupakan kota pelabuhan tempat merapat bagi kapal-kapal besar seluruh penjuru dunia untuk memperdagangkan barang dari negaranya, seperti kain sutra, karpet, komoditas pertanian dan lain-lain.

Sunan Bejagung Tuban



Kisah Sunan Bejagung Lor dengan Patih Barat Katigo 

Tunjukkan Karomahnya Lewat  Buah Maja 

Sunan Bejagung Lor merupakan seorang wali yang hidup di zaman kerajaan Majapahit. Ia tidak berhubungan dengan Istana kerajaan Demak maupun Majapahit. Lebih memilih tinggal di sebuah desa Semanding Tuban untuk dijadikan sebagai pusat dakwahnya.  Bagaimana kisahnya.
Sunan bejagung Lor nama aslinya adalah Syaikh Abdullah Imamuhdin Asy’ari merupakan seorang wali yang tidak termasuk kedalam kelompok Walisongo. Ia menetap di Semanding Mojoangung  Tuban yang waktu itu masuk kedalam kadipaten Majapahit. Dasar tersebut itulah ia jadikan sebagai  pusat pengembangan dakwah Islam.
Syaikh Ibrahim Ash-Shamarqandy atau sering disebut Brahim Asmoro, memilih Desa Kradenan yang berada di pesisir timur kotaraja Tuban sebagai tempat bermukimnya, sementara Syaikh Abdullah Imammuhdin Asy’ari memilih tempat di dekat kotaraja Mojoagung Kadipaten Tuban..
Kegiatan dakwahnya menyentuh dihati rakyat Mojopahit. Oleh karena itu, dalam waktu singkat banyak yang memeluk agama islam. Hal ini  terdengar hingga ke wilayah istana kerajaan Majapahit yang waktu itu memeluk agama Siwa Budha.
Kemudian Raja Majapahit menutus seorang  patih yang cukup sakti bernama Patih Barat Ketigo. Setelah sampai di pesantren  Syaikh Imammuhdin Asy’ari atau Sunan Bejagung, maka patih tersebut langsung menantang adu ilmu kesaktian. Tanpa  bertarung secara fisik.
Patih Barat Ketigo berjanji jika mampu mengalahkan Syaikh Imamuhdin Asy’ari, maka pesantren harus ditutup. Karena dianggap  mengancam keberadaan agam Siwa Budha yang merupakan agama resmi kerajaan Majapahit.
Adu ilmu kesaktian itu berupa menjatuhkan buah kelapa sebanyak-banyaknya. Siapa paling banyak, maka dialah yang akan menang. Tantangan itu dilayani oleh Sunan Bejagung Lor guna menyelamatkan pesantren dan kegiatan dakwahnya.
Untuk pertama kali yang meruntuhkan buah kelapa adalah Patih Barat Katigo. Kemudian  mendekati sebatang pohon kelapa dan dengan sekali goyang semua buah kelapa berjatuhan di tanah. rasa bangga ditunjukkan kepada Sunan Bejang. Karena tanpa harus memanjat pohon kelapa. Tapi bisa menjatuhkan cukup banyak buah kelapa.
Kemudian giliran Sunan Bejagung Lor mengambil buah kelapa. dengan membaca asma Allah, maka dipanggillah pohon kelapa itu. Seketika itu pula pohon yang tinggi menjulan melengkung ke  bawah dihadapan Sunan Bejagung.
Saat itu ia mengambil satu buah tanpa mengambil semuanya. Seketika itupula pohon kelapa berdiri tegak menyulang ke langit. Melihat peristiwa itu menjadikan Patih  Barat Katigo heran dan takjub akan kesaktian musuhnya.
Sunan Bejagung  kemudian mengambil sebutir buah maja seukuran bola tenis, lalu mengisinya dengan air buah kelapa diberikan kepada patih dari kerajaan Majapahit yang mengalami kehausan. Anehnya, kendati telah diminum berkali-kali hingga perutnya kekenyangan, air dalam buah maja itu tak juga habis.
Selanjutnya  Syaikh Imamuhdin Asy’ari menasehati Patih Barat Ketigo agar jangan tamak dalam hal  minum air buah kelapa. Perut manusia hanya cukup diisi air sebanyak buah maja, tidak harus menjatuhkan seluruh buah kelapa.
Nasehat tersebut rupanya  menyentuh hati sanubari Patih Barat Katigo. Hingga akhirnya, mengakui ketinggian ilmu Sunan Bejagung. Setelah itu patih tersebut meninggalkan lokasi pertarungan kesaktian dan pulang ke Majapahit.
Tempat yang menjadi sakti adu kesaktian antara Sunan Bejagung dengan Patih Barat Katigo diberi nama Mojoagung. Lambat laun karena pelafalan dari Mojogung, Mejagung, terus berubah menjadi Mbejagung sampai sekarang ini.
Hadapi Prajurit Majapahit
Sesampainya di istana kerajaan, patih melaporkan kepada raja Majapahit. Mendengar  ketidakberhasilannya itu, menjadikan sang raja naik pitam dan marah besar. Kemudian  Raja Majapahit mengerahkan ratusan prajurit dengan menunggang  gajah. Mengetahui hal itu, Sunan Bejagung  mengambil sebatang ranting pohon dan membuat garis melingkari wilayah pesantrennya yang didirikan.
Atas karomah yang dimilikinya, prajurit Majapahit tidak melihat apa-apa saat mendekati pesantrennya di Bejagung. Bahkan mereka bersama gajahnya mendadak menjadi batu. Kini batu itu dinamakan Watu Gajah. Lokasinya berada  di selatan Pesarean Bejagung. Karena batu-batunya memang sangat mirip barisan gajah.
Setelah peristiwa penyerbuan itu, ada anak raja Majapahit yang berguru kepada Sunan Bejagung. Anak raja itu  kini mendapat sebutan nama Sunan Bejagung Kidul. Dengan demikian, ia mampu mengislamkan seorang patih dan putra raja kerajaan Majapahit.
Kini makamnya banyak dikunjungi umat Islam. Khususnya Jumat Wage. Lokasi makamnya cukup luar. Masih banyak pepohonannya. Setiap orang ziarah merasa nyaman dan tentram. Karena lokasinya mendukung. Masyarakat  sejak dulu masih mempercayai kalau likasi makam memiliki kekeramatan yang cukup tinggi.
Konon, pada era imperalisme Eropa di Tanah Jawa, tak ada satupun orang-orang dari belahan dunia barat itu yang bisa memasuki kawasan Makam Modin Asngari di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding ini.
Kalau Anda kebetulan berkunjung ke Tuban, dan terlebih juga sedang wisata religi.  Jangan lupa berziarah ke makam Sunan Bejagung. Memang, tidak sepopuler makam Sunan Bonang. Tapi jangan salah, selain ramai dikunjungi, terlebih pada Jum’at Wage, makam ini juga dianggap bisa mendatangkan berkah. HUSNU MUFID
Dalam riwayatnya  wilayah Bejagung pun tidak pernah terjamah penjajahan Belanda. Bahkan hingga masa clash II tahun 1948, keramat Tanah Bejagung masih bertahan. Tentara NICA yang mendarat di pantai Glondonggede dan berhasil menguasai kota Tuban, tetap tak mampu menjamah Bejagung. Bejagung pun tetap menjadi wilayah aman bagi para pengungsi dan pejuang.