Kamis, 19 Januari 2017

Sunan Bejagung Tuban



Kisah Sunan Bejagung Lor dengan Patih Barat Katigo 

Tunjukkan Karomahnya Lewat  Buah Maja 

Sunan Bejagung Lor merupakan seorang wali yang hidup di zaman kerajaan Majapahit. Ia tidak berhubungan dengan Istana kerajaan Demak maupun Majapahit. Lebih memilih tinggal di sebuah desa Semanding Tuban untuk dijadikan sebagai pusat dakwahnya.  Bagaimana kisahnya.
Sunan bejagung Lor nama aslinya adalah Syaikh Abdullah Imamuhdin Asy’ari merupakan seorang wali yang tidak termasuk kedalam kelompok Walisongo. Ia menetap di Semanding Mojoangung  Tuban yang waktu itu masuk kedalam kadipaten Majapahit. Dasar tersebut itulah ia jadikan sebagai  pusat pengembangan dakwah Islam.
Syaikh Ibrahim Ash-Shamarqandy atau sering disebut Brahim Asmoro, memilih Desa Kradenan yang berada di pesisir timur kotaraja Tuban sebagai tempat bermukimnya, sementara Syaikh Abdullah Imammuhdin Asy’ari memilih tempat di dekat kotaraja Mojoagung Kadipaten Tuban..
Kegiatan dakwahnya menyentuh dihati rakyat Mojopahit. Oleh karena itu, dalam waktu singkat banyak yang memeluk agama islam. Hal ini  terdengar hingga ke wilayah istana kerajaan Majapahit yang waktu itu memeluk agama Siwa Budha.
Kemudian Raja Majapahit menutus seorang  patih yang cukup sakti bernama Patih Barat Ketigo. Setelah sampai di pesantren  Syaikh Imammuhdin Asy’ari atau Sunan Bejagung, maka patih tersebut langsung menantang adu ilmu kesaktian. Tanpa  bertarung secara fisik.
Patih Barat Ketigo berjanji jika mampu mengalahkan Syaikh Imamuhdin Asy’ari, maka pesantren harus ditutup. Karena dianggap  mengancam keberadaan agam Siwa Budha yang merupakan agama resmi kerajaan Majapahit.
Adu ilmu kesaktian itu berupa menjatuhkan buah kelapa sebanyak-banyaknya. Siapa paling banyak, maka dialah yang akan menang. Tantangan itu dilayani oleh Sunan Bejagung Lor guna menyelamatkan pesantren dan kegiatan dakwahnya.
Untuk pertama kali yang meruntuhkan buah kelapa adalah Patih Barat Katigo. Kemudian  mendekati sebatang pohon kelapa dan dengan sekali goyang semua buah kelapa berjatuhan di tanah. rasa bangga ditunjukkan kepada Sunan Bejang. Karena tanpa harus memanjat pohon kelapa. Tapi bisa menjatuhkan cukup banyak buah kelapa.
Kemudian giliran Sunan Bejagung Lor mengambil buah kelapa. dengan membaca asma Allah, maka dipanggillah pohon kelapa itu. Seketika itu pula pohon yang tinggi menjulan melengkung ke  bawah dihadapan Sunan Bejagung.
Saat itu ia mengambil satu buah tanpa mengambil semuanya. Seketika itupula pohon kelapa berdiri tegak menyulang ke langit. Melihat peristiwa itu menjadikan Patih  Barat Katigo heran dan takjub akan kesaktian musuhnya.
Sunan Bejagung  kemudian mengambil sebutir buah maja seukuran bola tenis, lalu mengisinya dengan air buah kelapa diberikan kepada patih dari kerajaan Majapahit yang mengalami kehausan. Anehnya, kendati telah diminum berkali-kali hingga perutnya kekenyangan, air dalam buah maja itu tak juga habis.
Selanjutnya  Syaikh Imamuhdin Asy’ari menasehati Patih Barat Ketigo agar jangan tamak dalam hal  minum air buah kelapa. Perut manusia hanya cukup diisi air sebanyak buah maja, tidak harus menjatuhkan seluruh buah kelapa.
Nasehat tersebut rupanya  menyentuh hati sanubari Patih Barat Katigo. Hingga akhirnya, mengakui ketinggian ilmu Sunan Bejagung. Setelah itu patih tersebut meninggalkan lokasi pertarungan kesaktian dan pulang ke Majapahit.
Tempat yang menjadi sakti adu kesaktian antara Sunan Bejagung dengan Patih Barat Katigo diberi nama Mojoagung. Lambat laun karena pelafalan dari Mojogung, Mejagung, terus berubah menjadi Mbejagung sampai sekarang ini.
Hadapi Prajurit Majapahit
Sesampainya di istana kerajaan, patih melaporkan kepada raja Majapahit. Mendengar  ketidakberhasilannya itu, menjadikan sang raja naik pitam dan marah besar. Kemudian  Raja Majapahit mengerahkan ratusan prajurit dengan menunggang  gajah. Mengetahui hal itu, Sunan Bejagung  mengambil sebatang ranting pohon dan membuat garis melingkari wilayah pesantrennya yang didirikan.
Atas karomah yang dimilikinya, prajurit Majapahit tidak melihat apa-apa saat mendekati pesantrennya di Bejagung. Bahkan mereka bersama gajahnya mendadak menjadi batu. Kini batu itu dinamakan Watu Gajah. Lokasinya berada  di selatan Pesarean Bejagung. Karena batu-batunya memang sangat mirip barisan gajah.
Setelah peristiwa penyerbuan itu, ada anak raja Majapahit yang berguru kepada Sunan Bejagung. Anak raja itu  kini mendapat sebutan nama Sunan Bejagung Kidul. Dengan demikian, ia mampu mengislamkan seorang patih dan putra raja kerajaan Majapahit.
Kini makamnya banyak dikunjungi umat Islam. Khususnya Jumat Wage. Lokasi makamnya cukup luar. Masih banyak pepohonannya. Setiap orang ziarah merasa nyaman dan tentram. Karena lokasinya mendukung. Masyarakat  sejak dulu masih mempercayai kalau likasi makam memiliki kekeramatan yang cukup tinggi.
Konon, pada era imperalisme Eropa di Tanah Jawa, tak ada satupun orang-orang dari belahan dunia barat itu yang bisa memasuki kawasan Makam Modin Asngari di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding ini.
Kalau Anda kebetulan berkunjung ke Tuban, dan terlebih juga sedang wisata religi.  Jangan lupa berziarah ke makam Sunan Bejagung. Memang, tidak sepopuler makam Sunan Bonang. Tapi jangan salah, selain ramai dikunjungi, terlebih pada Jum’at Wage, makam ini juga dianggap bisa mendatangkan berkah. HUSNU MUFID
Dalam riwayatnya  wilayah Bejagung pun tidak pernah terjamah penjajahan Belanda. Bahkan hingga masa clash II tahun 1948, keramat Tanah Bejagung masih bertahan. Tentara NICA yang mendarat di pantai Glondonggede dan berhasil menguasai kota Tuban, tetap tak mampu menjamah Bejagung. Bejagung pun tetap menjadi wilayah aman bagi para pengungsi dan pejuang.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat