Selasa, 30 Agustus 2016

Meraih Pahala Haji


Meraih Pahala dan Hikmah Ibadah Haji

Sudah seminggu lalu calon jamaah haji (CJH) dari penjuru dunia berangkat  menunaikan ibadah haji. Dari tahun ke tahun jumlahnya semakin bertambah banyak.  Merupakan jumlah  yang cukup banyak bila dibandingkan dengan  Negara lain. Padahal Negara masih dalam kondisi terbelakang dan umat Islam Indonesia banyak yang miskin.Sungguh ironis.
Bahkan sangking banyaknya anterian Calon Jamaah haji (CJH) ada yang menunggu hingga 20 sampai 40 tahun. Hal ini karena ada sistem pembayaran lewan dana talangan. Sistem inilah yang sebenarnya membuat daftar anterian cukup panjang. Perlunya ada perubahan, dimana Dana Talangan harus di tiadakan. Karena penyebab anterian panjang.  
Ketertarikan CJH begitu besar untuk berhasi cukup besar. Meskipun hanya bermodal nekat dengan menggunakan dana talangan. Tanpa memikirkan kemampuan  keuangan disebabkan mendapat pahala yang begitu besar dari Allah. Sehingga begitu ada tawaran dari orang-orang KBIH, maka langsung tertarik tanpa berfikir lebih jauh soal kemampuan sebagai salah satu persyaratan seorang naik haji.
Adapun pahala  ibadah haji itu adalah mendapat ampunan dosa-dosa dan balasan Jannah. Artinya, bahwa setiap kaum muslmin yang menunaikan ibadah haji dengan tulus ikhlas niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan menulikan jannah baginya. Dan inilah yang diharapkan setiap jamaah haji  untuk meraih keuntungan surga dan selamat dari neraka.
Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Satu umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali jannah" (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan hikmahnya adalah pertama, menyambut seruan Nabi Ibrahim. Maksudnya, ibadah haji ini merupakan seruan Nabi Ibrahim kepada manusia dari berbagai penjuru dunia untuk melaksanakan haji di tanah suci Mekkah, baik dengan berjalan kaki maupun naik unta. Tapi sekarang dengan menggunakan pesawat terbang dan mobil. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an :
Kedua, saling mengenal dan saling menasehati. Artinya, bahwa kaum muslimin bisa saling mengenal dan saling berwasiat dan menasehati dengan al-haq. Mereka datang dari segala penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara Makkah, berkumpul di rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tua, di Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di Makkah. Mereka saling mengenal, saling menasehati, sebagian mengajari yang lain, membimbing, menolong, membantu untuk maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat taklim tata cara haji, shalat, zakat, maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah ke jala Allah.
Ketiga, memperbanyak ketaatan. Artinya, bagi orang yang menjalankan haji dan umrah untuk memperbanyak thawaf semampunya dan memperbanyak shalat di tanah haram. Oleh karena itu perbanyaklah shalat, qira'atul qur'an, tasbih, tahlil, dzikir. Juga perbanyaklah amar ma'ruf nahi mungkar dan da'wah kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala di mana banyak orang berkumpul dari Afrika, Eropa, Amerika, Asia dan lainnya. Maka wajib bagi mereka untuk mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
Demikianlah sebagian hikmah dari ibadah haji mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaatnya, dan senantiasa diberi petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala serta diberi kemudahan untuk menunaikannya. Amin
Keempat, menyembelih kurban. Artinya,  menyembelih binatang kurban, baik yang wajib tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun tidak wajib yaitu untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sewaktu haji wada' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor binatang. Para sahabat juga menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah, karena daging kurban dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan di hari-hari Mina dan lainnya.

Sufi Sayyaid Zaenal Abidin


Sayyaid Zaenal Abidin bin Husein
Lolos dari Pembunuhan di Bulan Asyuro
Sejak kecil banyak orang-orang yang menyayangi. Ketika terjadi musibah Padang Karbala selamat dari upaya pembunuhan dari Dinasti Umayyah. Oleh karena itu, untuk mensyukuri keselamatan jiwanya hidupnya digunakan untuk menyebarkan agama Islam dan tidak tertarik pada kehidupan politik. Berikut ini kisah hidupnya.
Ia adalah putra dari Sayyidina Husain bin Ali bin Abu Thalib dan Fatimah Az Zahra putri Nabi Muhammad SAW. Ia dilahirkan dari keluarga ahlul bait yang selalu menjunjung tinggi ajaran Islam. Oleh karena itu dalam hatinya bersemanyam nur keislaman dan keimanan yang tinggi. Banyak orang yang menyayangi sepanjang hidupnya. Kecuali musuh-musuh ayahnya dari Bani Umayyah.
Ketika ayahnya Sayyidina Husain berangkat menuju di Persia (Irak) untukbersilaturrahmi, Sayyid Zaenal Abidin ikut dalam rombongan  ayahnya sebanyak 70 orang. Meskipun dalam kondisi sakit-sakian. Hal itu dilakukan sebagai rasa cintanya kepada ayahnya yang selama ini menjadi ancaman pembunuhan dari Bani Muawiyah musuh politik kakeknya Ali bin Abu Thalib.
Dalam perjalanan ditengah jalan temaptnya di Padang Karbala, tepatnya 1 Suro atau 1 Muharam tidak diduga dan disangka rombongan ayahnya diserang oleh tentara kerajaan bani Umayyah. Ayahnya Sayyidina Husain dan 70 anggota rombongan pengawal dicegat oleh 1000 pasukan Yazid putra Muawiyah. Saat itu rombongannya tidak diperbolehkan melanjutkan perjalanan dan tidak boleh pula minum air sumur  yang berada di Padang Karbala.
Dalam kondisi semacam ini, rasa haus yang sangat dalam menimpa tenggorokannya. Ia hanya pasrah kepada Allah agar mendapat pertolongan. Belum selesai berdoa, Sayyid Zaenal Abidin melihat 70 orang pengawal ayahnya dibantai oleh pasukan Yazid dari Bani Umayyah satu persatu secara keji.
Lebih menyedihkan lagi beliau melihat kepala, tangan dan kaki  ayahnya dipenggal oleh tentara Yazid tanpa rasa belas kasihan. Orang-orang Karbala yang mengundangnya tidak berani menolong. Karena takut akan dibunuh juga.
Perlakuan yang kejam terhadap ayahnya itu, membuat Sayyid Zaenal Abidin semakin sedih. Tapi  tidak bisa berbuat apa-apa.
Tentara  dari kerajaan Bani Umayyah tidak melihat Zaenal Abidin putra Sayyid Husain di Padang Karbala.  Sehingga lolos dari upaya pembunuhan. Sedangkan  rombongan ayahnya  hampir semua terbunuh. Ia terselamatkan di bulan Syuro oleh Allah SWT. Waktu itu ia pasrah dan  pingsan beberapa kali. Ketika bangun dari pingsannya sudah berada di tengah-tengah padang pasir yang tandus bersama saudara-saudara perempannya menuju daratan Afrika Syiriya.
Dalam perjalanan itu dari Padang Karbala Irak menuju Syiria, Sayyid Zaenal Abidin selalu membaca: laila ha illallah Muhammadur rasulullah dalam hati. Bacaan inilah rupanya menyelamatkan nyawanya dari ancama pembunuhan pasukan Yazid yang terkenal brutal dan kejam terhadap Ahlul Bait atau keluaga Ali bin Abu Thalib.
Sesampainya di Syiria, Zaenal Abidin  mau dibunuh oleh Yazid bin Muawiyah. Tapi digagalkan oleh Zaenab putri Rasululah. Karena dianggap sakit-sakitan dan tidak berbahaya. Akhirnya beliau dibebaskan, akan tetapi gerak geriknya selalu diawasi oleh Dinasti Bani Umayyah. 
Pengawasan yang begitu ketat dari Yazid Raja  Dinasi Umayyah menjadikan beliau menghindari dunia politik. Tapi lebih memilih pada kegiatan dakwah Islam. Baginya dakwah Islam itu lebih penting daripada merebut kekuasaan dari tangan Dinasti Umayyah.
Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama dalam berdakwah, pengaruh yang begitu luas di kalangan umat Islam itu menjadikan Sayyid Zaenal Abidin tetap tidak tertarik dan menggunakan pengaruhnya membalas dendam terhadap   Yazid bin Muawiyah yang telah membunuh ayahnya. Tapi beliau tetap istikomah dalam dakwahnya menyebarkan agama Islam di tanah Arab. Sehigga bangsa Arab menganggap dirinya adalah Khalifah yang sebenarnya sebagai pengganti ayahnya Sayyidina Husain. HUSNU MUFID
Tidak heran dalam waktu singkat Sayyid Zaenal Abidin menjadi seorang tokoh agama yang memiliki pengaruh luas di kalangan umat Islam. Banyak sekali umat Islam yang berguru kepada beliau. Berbagai persoalan agama selalu ditanyakan kepada beliau  Karena dianggap sebagai seorang yang memiliki ilmu tinggi dan keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.

Rumah Majapahit di Puri Surya Majapahit Trowulan Mojokerto




Mengenal Bentuk Rumah Rakyat Majapahit di Trowulan, Mojokerto
Berawal Berbahan Kayu hingga Batu Bata Merah
Rumah Majapahit pada zaman dulu di Kecamatan Trowulan, Kab. Mojokerto telah sirna. Namun kini rumah-rumah tersebut dibangun Pemrov Jatim dan jumlahnya semakin banyak. Benarkah itu merupakan bentuk asli rumah zaman kerajaan Majapahit? Berikut hasil investigasi wartawan posmo.
Bentuk rumah-rumah yang pernah ada di zaman kerajaan Majapahit tentunya berbeda dengan rumah pada zaman sekarang. Rumah zaman Majapahit terbagi dalam beberapa zaman. Antara zaman Raden Wijaya berbeda dengan rumah Hanyam Wuruk. Demikian pula dengan rumah zaman Prabu Brawijaya V yang merupakan raja terakhir.
Pada zaman Raden Wijaya bentuk rumah masih sangat sederhana. Namun untuk ukuran zaman itu boleh dikata sangat mewah. Karena sudah tidak terbuat dari batu andesit, melainkan dari kayu dan beratap ijuk hitam. Bentuknya atap tumpang. Demikian pula dengan bangunan tempat ibadah tidak jauh berbeda dengan bangunan rumah kuno yang berada di Bali.
Pada zaman Raja Jayanegara rumah Majapahit tidak berubah. Karena kondisi negara kacau balau. Karena terjadi pemberontakan di mana-mana pembangunan nyaris tidak ada sama sekali.
Kemudian pada zaman Ratu Tribuana Tungga Dewi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Bangunan rumah terbuat kayu beratapkan kayu juga. Sedangkan zaman Prabu Hayam Wuruk bentuk rumah bahan bangunannya menggunakan batu bata merah.
Pada zaman Prabu Brawijaya V bentuk bangunan rumah Majapahit terbuat dari kayu. Atapnya terbuat dari genteng. Pondasi rumah ada yang dari tanah liat dan batu-batuan. Bangunan rumah tidak jauh berbeda dengan zaman kerajaan Demak Bintoro.
Kini bangunan Majapahit zaman Prabu Hayam Wuruk direkonstruksi kembali oleh pemerintah daerah Jawa Timur sesuai dengan petunjuk yang berada di dalam kitab karangan Mpu Prapanca Negarakertagama, relif Candi Menak Jinggo di Trowulan, Mojokerto dan relif Candi Jago di Malang.
Rekonstruksi rumah-rumah zaman kerajaan Majapahit tersebut dibangun di Kecamatan Trowulan, Mojokerto yang merupakan pusat Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Jumlahnya makin banyak dan berpagarkan batu bata merah khas Majapahit. Masyarakat dapat melihat secara langsung. Karena posisinya di pinggir jalan kampung maupun desa
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Andi Muhammad Said menjelaskan, bahwa model rumah Kampung Majapahit yang dibuat di Kec. Trowulan, Mojokerto sekarang hasil dari modifikasi dari rumah kawula (rakyat biasa) Majapahit kala itu. Dengan konsep di zaman itu, ruang rumah hanya berfungsi sebagai tempat tidur, sementara aktivitas kehidupan lainnya dilakukan di luar rumah. Terlihat kecil memang.
“Cuma atap rumah yang ada saat ini menggunakan desain modern. Yaitu menggunakan genteng warna merah. Sementara untuk rumah Majapahit zaman dulu biasanya modelnya menggunakan atap sirap,” katanya.
Rumah-rumah itu dibangun guna mengembalikan kampung Majapahit sesuai penelitian-penelitian para arkeolog, bahwa kerajaan Majapahit berlokasi di Trowulan. Seperti di Kampung Majapahit di Desa Bejijong memang sudah berbeda dibanding dengan desa-desa tetangga. Sebuah rumah bergaya kuno berdiri kokoh. Bentuk bangunan rumah menyerupai pendopo, sedikit terbuka dengan empat tiang kayu penyangga. Lantai terbuat dari batu sungai yang ditutup dengan batu berwarna merah marun. Atap rumah berbentuk limas segitiga yang memanjang.
Kemudian pintu masuknya terdiri atas dua daun pintu kembar yang terbuat dari kayu dengan ukuran lumayan besar. Di kiri dan kanan pintu terdapat dua buah jendela yang juga terbuat dari kayu. Ada tiga desa yaitu Bejijong, Sentonorejo, dan Jatipasar di Kecamatan Trowulan yang semua bentuk dan modelnya disesuaikan dengan rumah hunian kampung zaman Majapahit.
Kampung Majapahit Kuno
Sedangkan partisipasi masyarakat yang ikut mewujudkan kampung Majapahit adalah Betara Agung Brahmaraja XI Raja Majapahit Era Modern. Ia membangun Kampung Majapahit Kuno seluas 5 hektare di depan Kolam Segaran Majapahit.
Di kampung Majapahit Tua terdapat sejumlah bangunan rumah Majapahit yang terbuat dari kayu beratapkan genting. Juga ada kolam ikan dan kolam lumpur untuk pengobata berbagai macam penyakit. Karena oarang Majapahit dulu jika melakukan pengobatan dengan menggunakan media lumpur
Kampung Majapahit Kuno yang didirikan Puri Surya Majapahit milik Betara Agung Brahmaraja XI berada di dekat Kolam Segaran dan dulunya merupakan rumah Brahmaraja. Kini dibangun kembali untuk mengingatkan akan kejayaan kerajaan Majapahit.
Keunikan Kampung Majapahit Kuno di Puri Surya Majapahit rumah-rumahnya terbuat dari bahan bangunan dari bahan kayu jati yang masih asli dan beratap genting kuno. Mengambil model rumah kuno zaman kerajaan Majapahit yang telah mencapai zaman kejayaan.
“Bahan bangunannya terbuat dari kayu jati yang asli. Tinggal memasang saja. Bukan baru memotong dari hutan. Ini kayu-kayu zaman Majapahit. Begitupula dengan gentengnya bukan buatan baru. Tapi cukup lama. Kita tinggal memasang saja banguna dan atapnya,”ujar Betara Agung Brahmataja XI Raja Majapahit era Modern.
Dikampung Majapahit Tua terdapat rumah model Sundul hijau, rumah model Ndoro Gepah, rumah model Pendopo dan Rumah Model Mbah Buddha Gede. Disampingnya terdapat sebuah candi dankolam lumpur yang khasiyatnya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan mengandung mineral anti biotic. Juga ada Patung Dewi Sri yang mengalirkan air panguripan.
“Kampung kuno Majapahit ini sengaja dibangun untuk mendukung pemerintah dan meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Dengan harapan nantinya masyarakat mengenal akan kerajaan Majapahit,” ungkap Raden Sisworo Gautam Ketua Pusat Informasi dan Redpel Majalan Independen Majaphit Puri Surya Majapahit.

Kisah Syekh Bela Belu


Syekh Bela Belu Islamkan Penyembah Ratu Kidul di Pantai Selatan
Syekh Bela Belu merupakan wali yang berhasil mengislamkan Kisah penduduk yang berada di wilayah Pantai Selatan Jawa. Melengkapi dakwah wali songo yang wilayah dakwahnya belum menyentuh Yogya dan Pantai Parangtritis. Berikut ini kisah dakwahnya.
Syekh Bela-Belu atau Raden Jaka Bandem yang nama aslinya Raden Dandhun menetap di perbukitan Parangtritis setelah Majapahit mengalami keruntuhan akibat serangan Patih Udara atas perintah Raja Grindrawardhani yang bermaksa di Kediri. Sedangkan Raja Brawijaya V dan sejumlah pengikutnya menyepi di Gunung Kidul. Nama asli Syekh Bela-Belu adalah Raden Jaka Bandem.
Syekh Bela-Belu dan Syekh Damiaking masuk agama Islam mengikuti jejak gurunya, yaitu Panembahan Selohening, yang telah masuk Islam terlebih dahulu setelah beliau kalah dalam berdebat dan beradu ilmu dengan Syekh Maulana Magribi di Pantai Parangtritis.
Setelah masuk Islam, Syekh Bela Belu menyebarkan agama Islam di daerah Pantai Selatan yang dulunya banyak dihuni gerombolan jin penganut Ratu Kidul yang bersemayam di Pantai Parangtritir. Ia berdakwah bersama Syekh Maulana Magribi yang bertempat tinggal di bukit Parangtritis yang lokasinya tidak jauh dari pantai Parangtritis Yogyakarta.
Syekh Bela Belu memang bukan sembarang wali pasca-wali songo, tetapi seorang wali yang memiliki kesaktian tingkat tinggi. Hal ini wajar karena masih keturunan raja-raja Majapahit yang terkenal sakti mandraguna. Baginya kalau urusan Ratu Kidul yang memiliki kerajaan di bawah laut Pantai Parangtritis merupakan pekerjaan yang dianggap gampang.
Sumbarnya Syekh Bela Belu bukan sekadar sombong, melainkan terbukti menjadi kenyataan. Ratu Kidul tunduk dengan sendirinya dan pengikutnya telah menjadi pengikut Syekh Bela Belu. Cukup banyak penyembah Ratu Kidul yang masuk Islam setelah bertemu dengannya di tengah perjalanan maupun datang ke tempat tinggalnya.
“Dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang menyembah Ratu Kidul tidak seperti wali songo pada umumnya, melainkan dengan caranya sendiri. Mengingat yang dihadapi bangsa lelembut Ratu Pantai Selatan. Caranya lebih banyak menggunakan kekuatan tenaga dalam dan kesaktian ilmu gaib,” ungkap Prof Dr. Amin Syukur, M.A., dosen IAIN di Semarang.
Syekh Bela Belu memang terkenal wali yang cukup sakti sejak sebelum masuk Islam. Ia kalahnya hanya dengan Syekh Maulana Magribi. Karena wali yang berjuluk Patas Angin itu lebih sakti darinya. Ia menyerah dan bersedia masuk Islam setelah menyatakan kalah adu kesaktian selama beberapa jam di bukit Parangtritis, Yogya.
Mengikuti Syekh Maulana Magribi
Kemudian Syekh Maulana Magribi memberikan tambahan ilmu kesaktian guna menghadapi para penyembah Ratu Kidul. Sebab penyembah Ratu Kidul juga memiliki kesaktian yang tinggi. Tidak bisa diislamkan dengan tabuhan menabuh gamelan dan menanggap wayang kulit. Namun harus dengan adu kesaktian yang tidak bisa dilihat dengan mata.
Boleh dibilang Syekh Bela Belu adalah wali yang mampu mengislamkan penduduk di wilayah Pantai Selatan. Yang penduduknya memeluk agama Islam pada saat wali songo banyak yang meninggal dunia. Waktu itu penduduk Pantai Utara sudah banyak yang masuk Islam. Namun penduduk di wilayah Pantai Selatan belum ada yang beragama Islam.
Dalam menyebarkan agama Islam Syekh Bela Belu dibantu oleh adiknya, Syekh Damaaking. Hingga akhirnya wilayah Pantai Selatan. Khususnya masyarakat Pantai Parangtritis masuk Islam. Oleh karena itu, ketika Kia Gede Pemanahan membabat Alas Mentaok di Yogya tidak mengalami kesulitan. Karena dibantu masyarakat yang telah masuk Islam.
Demikian pula dengan Danang Sutowijoyo ketika perang melawan Sultan Hadiwijoyo, Raja Pajang, dibantu oleh masyarakat muslim yang berasal dari Pantai Parangtritis yang telah masuk Islam. Maka dari itu Raja Mataram pertama itu berterima kasih kepada Syekh Bela Belu seorang wali yang mampu mengislamkan masyarakat Pantai Utara Jawa.
Setelah berhasil mengislamkan masyarakat wilayah Yogya dan Pantai Parangtritis, Syekh Bela Belu mengikuti perjalanan dakwak Syekh Maulana Magribi ke daerah lain yang penduduknya belum memeluk agama Islam. Ia selalu mengikuti ke mana pun Syekh Maulana Magribi pergi berdakwah. Oleh karena itu, namanya disebut Syekh Bela Belu.
Kini petilasannya dan tempat tinggalnya selalu diziarahi masyarkat Yogyakarta. Mereka bukan sekadar berziarah, tetapi membawa makanan nasi liwet. Karena selama hidupnya beliau konon suka sekali makan nasi ayam liwet, yaitu nasi yang dimasak dengan santan kelapa dan diisi daging ayam. Karenanya, peziarah yang doanya terkabul akan mengadakan syukuran dengan membuat caos dhahar (mempersembahkan makan) berupa nasi liwet ayam ini. Selain itu, mereka juga biasanya menyumbang untuk dana perbaikan.
Area makam di puncak perbukitan ini cukup luas, dan terlihat relatif rapi. Saya sempat berbincang dengan kuncen, meski hanya sebentar. Namanya Ki Jumadi yang saat itu berusia 64 tahun. Ia mengatakan bahwa Makam Syekh Bela-Belu lazimnya ramai peziarah di setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, namun jauh lebih ramai pada malam 1 Syuro.
Makam Syekh Bela-Belu Parangtritis yang berada persis di tepi sebelah kiri jalan, jika pengunjung datang dari arah Yogya. Dasar undakan menuju ke puncak perbukitan di mana makam berada terlihat di belakangnya. Kuncup bunga kuning dengan kelopak bunga hijau di puncak pilar gapura mungkin penanda bahwa yang empunya makam masih memiliki darah bangsawan. HUSNU MUFID