Selasa, 28 Juni 2016

Kisah Sunan Katong di Kendal



Mengislamkan Empu Pagerwojo, Putra Adipati Majapahit
Sunan Katong adalah sosok ulama yang berilmu tinggi dan berbudi luhur hingga disegani masyarakat. Datang ke Kaliwungu, Kendal untuk menyebarkan agama Islam atas petunjuk Sunan Pandan Arang Semarang. Berikut ini kisah dakwahnya.
Sunan Katong adalah cucu Bhatara Katong putra Pangeran Suryapati Unus atau Adipati Unus putra Raden Fatah, Sultan Kerajaan Demak pertama. Ia diutus Ki Ageng Pandan Arang Semarang tahun 1500-an usai melakukan tugas perang di Malaka melawan pasukan Portugis. Tujuannya untuk berdakwah di daerah Kaliwungu, Kendal yang terdapat “Pohon Ungu” yang batangnya condong ke sungai.
Untuk menuju ke pohon tersebut tidak mudah dibayangkan orang. Karena pohon tersebut merupakan pohon satu-satunya di Kendal. Namun Sunan Katong tidak putus asa meskipun mengalami kesulitan menemukan pohon ungu sesuai petunjuk Kia Ageng Pandanaran. Karena sudah menjadi niatan sebagai penyebar agama Islam pasca-Walisongo.
Dari arah Semarang menuju wilayah barat menuju Kaliwungu, Kendal. Parjalanan tersebut rupanya tidak sia-sia. Akhirnya Sunan Katong menemukan pohon warna ungu bersama pasukannya dan berteduh sampai ketiduran beberapa waktu di pohon tersebut.
“Daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama “Kali Ungu” atau “Kali Wungu Kali Wungu” dan sungai yang ada di dekat pohon tersebut oleh masyarakat dinamakan “Kali Sarean”. Ungkap sejarawan Ahmad Hamam Rochani penulis buku 'Babad Tanah Kendal'.
Pasukan dan santrinya bermana Wali Jaka (Raden Panggul), Ki Tekuk Penjalin (Ten Koe PenJian Lien), dan Kyai Gembyang (Han Bie Yan). dan Raden Panggung. Dalam cerita tutur atau cerita rakyat terkenal dengan nama-nama Tekuk Penjalin, Kiai Gembyang dan Wali Joko.
Kemudian bertempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Selanjutnya Sunan Katong membangun sebuah padhepokan di tepian Kali Sarean. Tidak disangka-sangka banyak santri yang berdatangan ke padhepokan untuk belajar ilmu agama Islam. Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apa pun.
Setelah berhasil mengembangkan syiar agama Islam, Sunan Katong mengembangkan wilayah dakwahnya ke bagian barat yang masyarakatnya beragama Hindu dan Budha. Tokohnya adalah Empu Pakuwojo yang dulunya merupakan petinggi kerajaan Majapahit.
Empu Pakuwojo merupakan seorang ahli membuat pusaka.Ia seorang adipati Majapahit yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu/Kendal. Untuk meng-Islamkan atau menyerukan kepadanya supaya memeluk agama Islam, Tidaklah mudah sebagaimana meng-Islamkan masyarakat biasa lainnya yang cukup dengan akhlakul karimah.
Untuk mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya. Ketika Sunan Katong mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.
"Untuk mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya.
Adu Kesaktian
Ketika Sunan Katong mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.
Bila Anda berhasil mengalahkan saya, maka mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Anda”, ujar sumpah Pakuwojo di hadapan Sunan Katong.
Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik dengan menggunakan pedang dan keris, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang.
Kemudian Empu Pakuwojo lari dan bersembunyi agar tidak terbunuh oleh Sunan Katong yang posisinya berada diatas angin kemenangan. Kebetulan sekali ada sebuah pohon besar yang berlubang cukup besar dan dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian.
Lantas oleh Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan musuhnya tidak mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan Empu Pakuwojo, dan menyerahlah dia. Sesuai janjinya, maka Empu Pakuwojo mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam di hadapat Sunan Katong. Kemudian pohon yang dijadikan tempat persembunyian itu diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang. Di tempat itulah Pakuwojo terbuka hati dan pikirannya menjadi terang dan masuk Islam. Sedangkan nama tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya dengan Kendalsari
Sedangkan Sungai yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi nama Kali/Sungai Kendal, yaitu sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Sungai tersebut hingga kini masih dapat dilihat sebagai saksi sejarah.
Pakuwojo yang semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan. Karena ia seorang petinggi Majapahit yang masih trah darah biru.
Setelah sekian lama berguru kepada Sunan Katong di Gunung Penjor, Empu Pagerwojo memilih di desa Getas Kecamatan Patebon dan kadang-kadang. Mendirikan padepokan yang terletak di perbukitan Sentir atau Gunung Sentir dan menjadi murid Sunan Katong pun ditepati dengan baik. HUSNU MUFID

Kisah Wali Gambyang di kendal



Kisah Wali Gembyang Berdakwah, di Kendal, Jawa Tengah


Syiar Islam dari Cina Hingga Pulau Jawa

Setelah berakhirnya zaman keemasan Walisongo muncullah seorang penyebar islam bernama Wali Gembyang Beliau merupakan sosok yang dituakan di kabupaten. Karena pendiri Kabupaten Kendal. Hingga kini masih dihormati masyarakat. Seperti apakah dakwahnya.  Berikut laporan wartawan posmo.
                

Nama Asli  Wali Gembyang adalah Hamzah. Beliau merupakan sosok ulama pejuang yang memperjuangkan Kabupaten Kendal menjadi kadipaten yang memiliki talenta keislaman hingga sekarang ini. Juga merupakan seorang ulama yang memiliki kelinuwihan yang tidak dimiliki orang lain.
Selain berjuang Wali Gembyang juga mensyiarkan ajaran Islam seperti yang dilakukan oleh para waliyullah terdahulu. Sebelum berjuang di Kendal, rupanya Wali Gembyang telah terlebih dahulu mensyiarkan Islam di negara Cina. Cukup lama beliau hidup di Cina. Di sana beliau dipanggil dengan nama Han Byan. Padahal nama asli Wali Gembyang adalah Hamzah. Dari nama aslinya bisa disimpulkan bahwa beliau berasal dari negara Arab yakni Hamzah.
Di Cina ia melakukan dakwah secara terus menerus mulai dari Suku Uigur hingga kalangan kerajaan. Ketika ada kekacauan di Tiongkok, ia melakukan perjalanan menuju Kendal jawa Tengah. Karena waktu itu banyak orang-orang Cina melakukan imigrasi ke Indonesia secara besar-besaran.  
Sedangkan Gembyang merupakan nama panggilan yang semula Han Byan. Kemudian Beliau masuk ke Jawa dan sempat melakukan pertemuan dengan Sunan Kalijogo di Demak. Setelah itu Beliau diutus untuk menuju Kendal dan mengembangkan ajarannya. Sesampainya di Kendal Wali Gembyang benar-benar berjuang dan membantu mengembangkan Kabupaten Kendal dalam segala bidang.
Sekitar tahun 1628 Masehi, dalam perjuangan serta syiarnya, Wali Gembyang memiliki ribuan santri yang ikut dalam ajaran Toreqot Satariyah. Semasa hidupnya Wali Gembyang dikenal dengan sifatnya yang ramah, sederhana dan sopan. Namun dibalik itu semua beliau memiliki suatu kelinuwihan yang sungguh luar biasa.
Beliau dikenal dengan kesaktiannya saat berucap sumpah dalam beradu kebenaran..Karena apa yang diucapkan oleh Wali Gembyang atau ucapan orang lain yang beradu kebenaran, maka hal itulah yang bakal benar-benar terjadi, dalam bahasa Jawa sering disebut dengan “Mandi Ucape”. Sebab dahulu pernah ada kejadian yang benar-benar membuat kaget.
“Ada sepasang suami istri yang sedang bertengkar datang ke makam Wali Gembyang. Sempat saya dengar mereka melakukan sumpah jika salah satu dari mereka akan menerima akibatnya jika berkata tidak benar. Tidak jauh melangkah dari makam sang suami langsung jatuh pingsan kemudian dibawa ke rumah juru kunci,”ujar Jayus Asrori juru kunci makam Wali Gambyang..
Setelah dibacakan berbagai macam doa, tiba-tiba sang suami tersadar dan langsung memeluk istrinya sambil mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Sejak itulah setiap peziarah yang baru sekali datang ke makam Wali Gembyang akan diberi tahu agar tidak berbicara kotor dan mengucapkan sumpah di areal makam.
Dilarang Bersumpah Sebisa mungkin bagi orang yang memiliki masalah akan berusaha ditengahi terlebih dahulu oleh Jayus Asrori selaku juru kunci, baru bisa melanjutkan ziarah untuk melakukan doa. “Tidak sedikit orang yang datang ke makam Wali Gembyang untuk melakukan sumpah-sumpahan,” ungkapnya.


Harus Izin Juru Kunci
Karena kekeramatannya inilah kemudian banyak peziarah yang berdatangan baik itu dari Kendal maupun dari luar kota Kendal. Bahkan tidak jarang ada yang menginap hingga berhari-hari dengan alasan ingin mencari karomah dari Mbah Gembyang.
“Saya sering mengingatkan peziarah, jangan meminta kepada Mbah Gembyang, mintalah kepada Allah. Karena kita yang masih hidup tidak bisa meminta kepada orang yang sudah meninggal karena orang yang meninggal hanya bisa menerima doa kita yang masih hidup,” tutur lelaki yang sudah berusia 44 tahun ini.
Banyak sekali peziarah yang salah kaprah tentang hal ini. Banyak dari mereka yang meminta agar diberi keselamatan dunia dan akhirat, serta diberikan panjang umur, ditambah rezeki, dilunasi utang, bisa segera pergi haji, menjadi khusnul khotimah saat maut menjemput, dan lain sebagainya kepada Mbah Gembyang.
Berkali-kali pula sang juru kunci mengingatkan agar tidak salah arah. Walau dianggap keramat, makam tetaplah makam, dan di dalamnya hanya jasad orang yang sudah meninggal. Jadi jika menginginkan sesuatu ingatlah hanya kepada Allah SWT. Mereka yang sudah meninggal hanya sebagai penyambung saja.
Selain terkenal dengan kekeramatan akan ucapan, Wali Gembyang juga dikenal suka berkuda saat berjuang dan mensyiarkan agama. Hingga saat ini tidak jarang para peziarah yang kerap mendengar derap langkah kuda di sekitar makam. Padahal di Kelurahan Patukangan tidak ada satu pun penduduk yang memiliki kuda. 
Beliau meninggal dan  dimakamkan  di Kabupaten Kendal. Makam tersebut berjarak kurang lebih 1 kilometer dari Masjid Agung Kendal. Tepatnya di Kelurahan Patukangan, Kec. Kota Kendal, Kabupaten Kendal.
Untuk menuju ke makam, peziarah bisa menaiki becak yang telah tersedia di depan masjid. Setelah sampai di lokasi akan terlihat bangunan dengan ukuran sekitar 6x8 meter dengan papan nama bertuliskan “Makam Wali Gembyang”. Tidak jauh dari makam tersebut terdapat rumah penjaga makam atau juru kunci. Peziarah disarankan meminta izin terlebih dahulu jika ingin masuk atau berziarah karena ditakutkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang sudah-sudah.
Permintaan izin terlebih dahulu merupakan tradisi yang harus dilakukan. Tidak boleh sembarang masuk ke dalam makam. Karena ada aturannya sendiri. Berbeda dengan makam-makam lainnya. Dimana peziarah langsung masuk makam dan melakukan doa. Peratun tersebut harus dijalankan agar selamat. HUSNU MUFID


Kamis, 23 Juni 2016

Sunan Kalijogo


Kisah Sunan Kalijaga Jadi Wali dan Ajarannya

Nasehat Sunan Bonang di Pinggir Sungai Luluhkan Keyakinannya

Kempat,  umat islam harus mlakuho topo lelono njajah deso milang kori. Berjalanlah bertapa lelana dalam bentuk bermujahadah, susah payah dalam perjalanan ruhani, spiritual (suluk), riyadlah atau perjalanan fi sabilillah. Dengan melakukan perjalanan ini, maka akan menemukan hal-hal yang terbaik bagi diri sendiri maupun umat Islam di akhir zaman.
Kelima, ojo nganti/ngasi bali yen durung bali patang sasi. Artinya jangan pulang sebelum kembali 4 bulan/masa. Karena masa 4 bulan itu merupakan masa pencarian menuju kemuliaan. Sehingga nantinya terbentuk sebagai manusia  sejati. Karena perjalanan memerlukan waktu yang cukup lama dan tidak bias dilakukan secara singkat. 
Keenam, golek wisik songko sang Allah. Artinya mencari petunjuk, ilham, hidayah dan kepahaman ruhani dari Dzat yang Maha Esa. Dengan mencari petunjuk, maka nantinya akan menemukan jalan yang benar menuju jalan yang benar. Karena kebenaran itu didapatkan dari mencari wisik. HUSNU MUFID


Sunan Kalijogo atau Raden Joko Sahid lahir tahun 1450M. Memiliki nama lain seperti Lokajaya, Syekh Malaya,  Pangeran Tuban dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon.
Ayahnya bernama Arya Wilatikta,  keturunan dari Arya  Ronggolawe. Merupakan bupati kerajaan Majapahit yang beragama Islam. Karena itu  sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Raden Joko Sahid.
Sejarawan Belanda Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya Nabi Muhammad. Sedangkan Babad Tuban menyatakan bahwa Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya.
Dari perkawinan ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Sementara  catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta.
Sejarawan lain seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abas, paman Muhammad. Sunan Kalijaga mempunyai tiga anak salah satunya adalah Umar Said atau Sunan Muria.
Semasa muda Raden Joko Sahid memiliki kepedulian terhadap rakyat miskin. Karena kondisi waktu itu kerajaan Majapahit mengalami perang saudara. Sehingga ekonomi rakyat mengalami kemerosotan. Apalagi kerajaan meminta pajak kepada rakyat. Khususnya petani.
Raden  Joko Sahid muda tidak setuju pada segala kebijakan kerajaan Majapahit yang mengenakan pajak kepada para petani. Kemudian  lumbung padi kadipaten dicuri dan dibagi- kepada rakyat Tuban yang miskin.
Tindakan itu diketahui ayahnya dan mengusirnya dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Diluar istana Kadipaten Raden Joko Said mengambi  lumbung pada milik orang kaya yang tidak mau sedekah dengan penampilan menggunakan topeng sebagai penyamaran agar tidak diketahui ayahnya.Padi yang diambil itu dibagikan kepada rakyat miskin. Hingga akhirnya ia diberi gelar rakyat dengan nama ‘Lokajaya’ artinya kurang lebih ‘Perampok Budiman’.
Nama Lokajaya itu kemudian didengar Sunan Bonang. Pada suatu saat  Joko Said bertemu dengan putra Sunan Ampel disebuah hutan kolang kaling. Namnya  Syekh Maulana Makhdum. Dari pertemuan ini menyadarkan Raden Joko Sahid untuk tidak melakukan pembagian kekayaan pada rakyat miskin dari hasil jarahan  benda berharga dari orang kaya. Tanpa minta ijin.
Raden Joko Sahid akhirnya menjadi murid Sunan Bonang yang paling setia.
Untuk dapat lulus dari ujian dan benar-benar tobat, maka Sunan Bonang menyuruh untuk bertapa dipinggir sungai guna melakukan zikir terus menerus sebelum dirinya dating kembali. Perintah itu dipatuhi oleh Raden Joko Sahid hingga akhirnya Sunan Bonang datang kembali menemui. Darisinilah mendapat gelar dengan nama Sunan Kalijogo.
Kemudian dalam perjlanan  hidupnya Raden Joko Sahid menjadi seorang yang terkenal dalam mengajarkan ajaran Islam ditengah-tengah rakyat Tuban. Darisinilah ia dapat diterima kembali oleh ayahnya memasuki kadipetan Tuban. Selanjutnya menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak dan mempunyai 3 putra: Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayu dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan Dewi Saroh. Mereka adalah kakak beradik. Juga menikah dengan putri Sunan Gunung Jati.
Usia kehidupan Sunan Kalijaga mencapai 100 tahun lebih. Hidup di zaman masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerjaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Demak Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. Juha menanam pohon beringin didepan kerajaan Mataram.
Semasa hidupnya selalu melakukan perjalanan dakwah diberbagai daerah Jawa mulai dari Tuban, Cirebon, Demak, Kartasura. Perjalanan dan peristirahatan  terakhirnya di Kadilangu Demak. Hungga kini makamnya banyak dikunjungi umat Islam dari berbagai daerah Indonesia.  
Ajarannya

Hidup manusia ini sebenarnya tidaklah terlalu lama jika dirasakan. Ibaratnya manusia hanya mampir minum. Begitupula dengan atangnya kiamat  cepat atau lama akan datang juga. Hal ini ditandai oleh tiga hal yaitu pertama, Yen pasar ilang kumandange. Artinya jika pasar sudah mulai hening. Tidak terdengar suara apapun sebagai mana layaknya  orang saling tawar menawar barang dagangannya.
Kedua,  yen kali wis ilang kedunge...Artinya, jika sungai sudah mulai dangkal sehinga hilanglah kedungnya. Jika sumber air sudah mulai kering. Maksudnya jika para alim ulama sumber ilmu sudah mulai wafat satu persatu, tanda ilmu mulai dicabut dari muka bumi. Sehingga orang tak berilmu menjadi pemimpin agama dan dimintai fatwa. Maka ini alamat bahwa dunia mau diQiamatkan Allah SWT. Ulama ditamsilkan seperti air yang menghidupkan hati hati manusia yang gelap tanpa cahaya hidayah.
Ketiga, yen wong wadon wis ilang wirange. Artinya jika wanita sudah tidak punya rasa malu. Mereka mengumbar aurot dan sudah tidak kenal  malu lagi.berpakaian minim  dengan menonjolkan bentuk tubuhnya ditengah-tengah masyarakat. Sehingga banyak  laki-laki yang tertarik dan ingin menggauli secara bebas dan wanitanya bersedia digauli.
Sunan Kalijogo  seorang Wali Songo yang cukup terkenal dikalangan masyarakat Jawa Tengah. Karena kemampuannya memasukkan ajaran Islam ke dalam tradisi masyarakat kerajaan Majapahit. Berikut kini kisah hidupnya.
Kempat,  umat islam harus mlakuho topo lelono njajah deso milang kori. Berjalanlah bertapa lelana dalam bentuk bermujahadah, susah payah dalam perjalanan ruhani, spiritual (suluk), riyadlah atau perjalanan fi sabilillah. Dengan melakukan perjalanan ini, maka akan menemukan hal-hal yang terbaik bagi diri sendiri maupun umat Islam di akhir zaman.
Kelima, ojo nganti/ngasi bali yen durung bali patang sasi. Artinya jangan pulang sebelum kembali 4 bulan/masa. Karena masa 4 bulan itu merupakan masa pencarian menuju kemuliaan. Sehingga nantinya terbentuk sebagai manusia  sejati. Karena perjalanan memerlukan waktu yang cukup lama dan tidak bias dilakukan secara singkat. 
Keenam, golek wisik songko sang Allah. Artinya mencari petunjuk, ilham, hidayah dan kepahaman ruhani dari Dzat yang Maha Esa. Dengan mencari petunjuk, maka nantinya akan menemukan jalan yang benar menuju jalan yang benar. Karena kebenaran itu didapatkan dari mencari wisik. HUSNU MUFID


Selasa, 07 Juni 2016

Ziryab Dinasti Abbasyiah 2


Ziryab (2 habis)

Mengajarkan Harmoni Musik Kepada Bangsa Spayol

Sosok Ziryab merupakan pemuda yang cukup hebat dimasanya. Khususnya dalam bidang seni musik. Ia mengembangkan keahliannya dari negeri Afrika menuju daratan Eropa yaitu Spanyol untuk bergabung  kedalah kerajaan Dinasti Umayyah. Berikut ini kisah hidupnya.

Dari daratan Afrika Ziryab menuju Spanyol untuk mengabdi kepada Sultan Al-Hakam keturunan Dinasti Umayyah yang melarikan diri ke Spanyol dari kejaran Dinasti Abbasyiah di Bagdad Irak. Tujuannya mengajarkan ilmu seni suara.
Namun ia sangat terpukul mendengar Al-Hakam ternyata telah meninggal dunia. Seketika ia merasa  kecewa dan akan kembali ke Afrika Utara. Namun kemudian ia bertemu dengan seorang musisi penganut Yahudi yang mengabdi di istana di Kordoba, Abu al-Nasr Mansur. Ia merekomendasikan Ziryab kepada khalifah baru, Abd al-Rahman II, yang kemudian mengundangnya ke istana.
Keduanya ternyata sebaya, berumur 33 tahun, dan mereka cocok dalam berbagai ide. Ziryab diterima di istana, dan mendapatkan gaji besar serta berbagai fasilitas. Ia pun dianugerahi lahan pertanian produktif. Ziryab semakin akrab dengan Abd Rahman dan selalu terlibat dalam pembicaran mengenai berbagai hal seperti sejarah, seni maupun sains.
Tak lama berselang, ia mengemban tugas sebagai menteri kebudayaan. Salah satu proyek pertamanya adalah mendirikan sekolah musik. Yang terbuka bagi mereka yang memiliki talenta. Baik dari kalangan berpunya maupun kaum fakir. Sekolah ini dalam beberapa waktu telah maju pesat, dibarengi berbagai penemuan baik dalam gaya maupun instrumen musik.
Selain mengajarkan musik, dengan cepat ia mengenalkan berbagai inovasinya dalam bidang musik. Hingga ia mendapat gelar, yang dalam istilah ensiklopedia Islam sebagai pencetus tradisi musik bagi muslim spanyol. Ia melakukan revolusi dalam bermusik. Ia adalah orang yang pertama kali mengenalkan lute (sejenis sitar) secara umum kepada orang-orang Spanyol dan Eropa.
Ia mengajarkan harmoni dan komposisi, kemudian mengembangkannya secara mendalam pada abad-abad berikutnya. Dalam teori musik, ia menetapkan parameter metrikal dan ritmikal bebas serta menciptakan cara-cara baru untuk berekspresi yang disebut maluf. Dan, inilah yang menjadi salah satu langkah briliannya dalam bermusik.
Maluf adalah semua bentuk nyanyian klasik, yang didasarkan pada puisi arab klasik yang lebih dikenal sebagai qasidah atau ode. Termasuk di dalamnya adalah muwashsah, bentuk post-clasic yang tak secara kaku terkait dengan qasidah. Namun bentuk terpenting, adalah struktur inti maluf yang disebut nuba.
Ziryab juga ayah yang mengawal perkembangan anak-anaknya. Delapan anak laki-laki dan dua anak perempuannya mengikuti jejak ayahnya bergerak di bidang musik walau tak semuanya menjadi terkenal seperti ayahnya. Ubaidillah adalah anak laki-laki Ziryab yang menjadi penyanyi terkenal, meski kakaknya, Qasim, memiliki suara yang lebih merdu.
Menurut Ibn Hayyan, anak pertama Ziryab, Abd al-Rahman, mengasingkan diri. Ia merasa terpukul dengan kematian ayahnya, lima tahun setelah Abd Al-Rahman II meninggal. 
Sebuah nuba adalah dua gerakan musikal yang saling berpadu dalam satu maqam tunggal. Memungkinkan untuk melahirkan melodi serta improvisasi dalam sebuah skala. Setiap nuba berlangsung selama satu jam, yang dimainkan beragam instrumen serta lusinan vokal dalam sebuah sekuen tradisional.
Dengan demikian ia adalah seorang seniman yang cukup hebat pada masa keemasan kerajaan Dinasti Umayyah di Spanyol. Bahkan menjadi soko guru music bagi seniman-seniman yang berasal dari daratan Eropa. Karya-karyanya hingga kini masih dipelajari bangsa Eropa. Sungguh suatu keajaiban dunia. Darisinipul kita mengenal bahwa genarasi  umat Islam terdahulu merupakan pelopor seni musik di dunia tatkala bangsa Eropa masih dalam kondisi kebodohan dan kemiskinan.  HUSNU MUFID