Rabu, 01 Juni 2016

Sitinggil Raden Wijaya Mojokerto













Mengungkap  Keberadaan Sitinggil  Petilasan Raden Wijaya di Bejijong Mojokerto

Tempat Mencari Wangsit Para Presiden

Tanah yang agak tinggi di Dusun Kedungwulan Bejijong Trowulan Mojokerto dulunya bernama Lemang Geneng yang artinya Siti Inggil. Dulunya sebagai tempat meditasi raja kerajaan Majapahit pertama yaitu Raden Wijaya untuk mendapatkan petunjuk. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.

Sitinggil yang berada di Dusun Kedungwulan oleh orang-orang tertentu dianggap sebuah makam, namun warga sekitar meyakini bahwa yang dimakamkan bukanlah jasad dari Raden Wijaya, melainkan hanya salah satu abu dari jenasahnya yang dibakar.
Ada juga yang meyakini bahwa Sitinggil hanya merupakan petilasan saja, sisa - sisa peninggalan kerajaan Majapahit. Pendapat tersebut masuk akal karena pada pemerintahan raja pertama Majapahit, kerajaan ini adalah penganut agama Buddha, sehingga jika penduduknya meninggal maka akan diperabukan.
Dalam komplek makam Raden Wijaya ini terdapat makam Raden Wijaya dan istrinya, Dara Petak dan Dara Jingga, serta 2 dayangnya berada di dalam 1 lokasi. Makam ini ditembok dengan pagar, dengan 1 buah pohon besar di sisinya, yang juga dipercayai sebagai pohon keramat oleh penduduk sekitar. Tapi oleh sejarawan dianggap sebagai makam buatan atau makam palsu.
Didepan makam Siti Inggil terdapat dua makam, yaitu makam Sapu Angin dan Sapu Jagat, sehingga makam ini dikeramatkan dan sering dikunjungi wisatawan lokal maupun asing setiap Jum’at Legi.
Di luar tembok komplek makam Raden Wijaya tersebut terdapat pula beberapa makam lainnya, 1 buah sumur, dan tempat semedi bagi peziarah. Di komplek pemakaman tersebut, aroma wangi dupa tidak pernah hilang dari tiap sudut komplek makam ini.
“Berkaitan dengan adanya makam dara Jingga, Dara Petak dan Raden Wijaya tersebut. Karena tidak lepas dari urusan perut.Kita tidak berbuat banyak. Sebab zaman kerajaan Majapahit tidak mengenal bentuk makam seperti makam Islam. Karena mayat Raden Wijaya dibakar hingga dalam bentuk abu. Kemudian abunya ditanam di candi Simping Blitar dan laut,”ujar betara Agung Brahma Raja XI Wilatikta di Puri Surya Majapahit Trowulan Mojokerto.   
Selain ada makam-makam palsu, juga terdapat sebuah sumber air (lebih tepatnya sumur kecil) yang selalu mengeluarkan air jernih yang bisa langsung bisa minum. Banyak pengunjung yang menyempatkan diri untuk minum dari sumber ini. Mereka percaya air minum ini bisa membawa khasiat, paling tidak untuk kesehatan.
Percaya atau tidak,  ternyata sumber air ini hanya berupa cekungan yang dalamnya hanya sekitar kurang dari 1 meter saja. Dinding dalamnya terbuat dari batu dan tidak terlihat adanya sumber air (bayangkan saja sebuah bak terbuat dari batu), namun air terus saja terisi secara perlahan.
Makam tersebut selama ini  memang menjadi tempat ziarah bagi calon pemimpin dan pemimpin Indonesia sejak zaman Presiden Soekarno sampai sekarang. Bahkan, Presiden Soekarno, Suharto sampai Presiden SBY, disebut-sebut pernah menziarahinya. Mereka  berziarah ke Sitinggil pada bulan-bulan tertentu.
Menurut penuturan Ali Mahsun tokoh masyarakat setempat, pemimpin negara Indonesia yang berziarah ke Makam Raden Wijaya ini tidak hanya berhenti pada Presiden Soeharto namun Presiden setelahnya pun pernah berziarah ke makam yang dianggap keramat oleh penduduk sekitar itu. Seperti  Gus Dur dan Ibu Mega untuk  berdoa dan mendapatkan wangsit.
Ditanya tentang apa sebenarnya yang menjadi alasan para pemimpin politik berziarah ke makam Raden Wijaya ini, Ali mahsun mengatakan bahwa mungkin di makam Raden Wijaya ini ada keajaiban. “Ya mungkin di sini ada keajaiban mas, makanya mereka jauh-jauh datang ke sini" jawab Ali Mahsun.

Bersuci dan Berdoa
Memang tidak mengherankan jika, makam Raden Wijaya ini biasa dikunjungi oleh para politisi, alasannya konon pula agar 'berkah' Raden Wijaya yang mampu menyatukan Nusantara bisa diperoleh mereka. Bahkan konon, Presiden Soeharto kerap menyepi di makam ini sejak pangkatnya masih Letnan Kolonel. “Biasanya politisi datang tengah malam dan diam-diam," Raden Sisworo Gautama Ketua Informasi Situs Majapahit trowulan Mojokerto.
Apalagi menjelang pemilu anggota legislatif (pileg),  banyak disambangi calon anggota dewan. Mereka datang untuk berdoa demi kemenangan mereka saat pileg mendatang.
Menurut Kukub (62), juru kunci Sitinggil, telah banyak caleg (calon anggota legislatif) yang datang ke tempat peribadatan raja Raden Wijaya ini. Tidak hanya caleg lokal, caleg dari luar daerah pun banyak yang berdoa di tempat ini. Caleg-caleg dari berbagai parpol (partai politik) banyak yang datang. Ini kan petilasan raja pertama Majapahit yang dekat dengan Tuhan, maka permintaan mudah dikabulkan.
Caleg-caleg yang datang biasanya meminta bantuannya untuk memandu ritual. Tidak ada ritual khusus yang digelar. Agar permintaan terpilih menjadi anggota dewan bisa terkabul, caleg-caleg hanya disarankan untuk berdoa di petilasan raja yang bergelar Kerta Rajasa Jaya Wardhana ini.
Bersuci terlebih dahulu kemudian berdoa di petilasan. Harus berdoa sendiri, tidak boleh diwakilkan, karena komunikasi harus langsung dengan sang raja.
Didalam Sitinggil ada satu bagian yang menarik untuk tidak dilewatkan jika berkunjung ke tempat ini. Sebuah sumber air (lebih tepatnya sumur kecil) yang selalu mengeluarkan air jernih yang bisa langsung kita minum. Banyak pengunjung yang menyempatkan diri untuk minum dari sumber ini. Mereka percaya air minum ini bisa membawa khasiat, paling tidak untuk kesehatan
Percaya atau tidak,  ternyata sumber air ini hanya berupa cekungan yang dalamnya hanya sekitar kurang dari 1 meter saja. Dinding dalamnya terbuat dari batu dan tidak terlihat adanya sumber air (bayangkan saja sebuah bak terbuat dari batu), namun air terus saja terisi secara perlahan. 
Untuk menjangkau tempat ini tidak begitu susah, karena letaknya relatif dekat dengan jalan raya Mojokerto-Jombang. Bisa ditempuh dengan bis umum, kemudian dilanjutkan naik becak, atau jalan kaki pun bisa.
Tempatnya teduh dan menyenangkan sebagai tempat berkumpul keluarga. Kebanyakan warga sekitar memanfaatkan pendopo kecil yang dibangun di kompleks Sitinggil ini sebagai tempat makan bersama dan berkumpul. Nuansa teduh dan adem terasa saat begitu kita memasuki komplek Sitinggil. Pohon pohon besar menghalangi sinar matahari yang terik siang itu, membuat kita betah berlama lama di komplek ini. HUSNU MUFID/CAHYA  

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat