Kamis, 28 Agustus 2014

Sejarah Wali Joko Kendal




Sejarah Wali Joko di Kendal, Jateng (1)
Nyuswito kepada Sunan Bonang dan Kalijaga

Wali Joko merupakan salah satu santri Sunan Kalijaga yang ditugasi untuk menyebarkan agama Islam di sekitar Kendal. Wali Joko yang memiliki nama kecil Jaka Suwirya ini masih memiliki hubungan dengan Sunan Katong yang konon dimakamkan di Kaliwungu. Berikut ini laporan posmo.

Saat masih muda, Wali Joko bernama Pangeran Panggung. Beliau merupakan putra bungsu Prabu Kertabumi atau Prabu Brawijaya V dengan Permaisuri Dewi Murdaningrum (Candrawati), seorang putri dari Kerajaan Campa. Wali Joko masih memiliki hubungan darah dengan Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak Bintoro. Raden Patah adalah putra Prabu Kertabumi dengan Permaisuri putri Kerajaan Campa, Dewi Kian (Tan Bumi) dari tanah Canyu Thailand (Muangthai).
Saat masih kecil, Wali Joko menyandang nama Raden Joko Suwiryo, namun nama itu berubah menjadi sebutan Pangeran Panggung ketika beliau menginjak usia dewasa. Jika dilihat dalam segi usia, Raden Patah lebih tua daripada Pangeran Panggung. Beliau lahir tahun 1450 Masehi, sedangkan Batoro Katong 1457 Masehi dan Wali Joko (Pangeran Panggung) sendiri sebagai putra Kertabumi V putra ragil lahir 1463 Masehi.
Perjalanan hidup Wali Joko dimulai setelah berakhirnya kekuasaan kerajaan Majapahit yang kalah perang dengan kerajaan Kediri. Saat itu kerajaan Kediri di bawah kepemimpinan Prabu Girinda Wardana. Prabu Brawijaya V pun tersingkir dan melarikan diri menuju wilayah Bojonegoro, tepatnya di Desa Singorojo yang berada dibawah kaki Gunung Lawu.
Wali Joko Putra terakhir Kertabumi ikut terpental dengan ayahandanya. Beliau lari ke arah timur Tuban. Bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Majapahit, berdirilah kerajaan Islam yang didirikan oleh Raden Patah untuk pertama kalinya di Tanah Jawa, yakni kerajaan Demak. Setelah itu nama Raden Patah diabadikan dengan gelar Syekh Sultan Alam Akbar.
“Berbeda dengan Wali Joko, selama berada di tempat pengungsian, Wali Joko berkenalan dengan salah seorang murid Sunan Ampel yang bernama Syekh Maulana Magdum Ibrahim, seorang mubaligh di Desa Bonang-Tuban. Selama berada di Tuban, Wali Joko banyak belajar mengenai ajaran Islam dengan teman barunya,” ujar HM Makmun Amin Takmir Masjid Kendal.
Seiring berjalannya waktu, Wali Joko mendengar kabar bahwa di Desa Bintoro, Demak, telah berdiri sebuah kerajaan Islam yang didirikan oleh kakaknya, Raden Patah. Wali Joko pun langsung tertarik untuk segera pergi ke sana. Keinginannya untuk kembali bergabung dengan kakaknya seakan luapan air laut yang tidak terbendung membanjiri hati dan pikirannya. Sebab beliau ingin mendapatkan ketenangan batin dengan memperdalam ilmu agama.
Akhirnya dengan diantar oleh teman barunya yang juga guru sekaligus pembimbing agamanya. Syekh Maulana Magdum Ibrahim menuju ke Demak dan bertemu dengan Raden Patah. Setelah menyampaikan niatnya di hadapan kakaknya (R.Patah), Wali Joko diutus untuk berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga. Karena di situlah para mantan prajurit dan punggawa Majapahit nyuswito (nyantri), tidak terkecuali Raden Patah sendiri.
Setelah Nyuswito kepada Kanjeng Sunan Kalijaga, nama Pangeran Panggung diberi Laqab oleh Kanjeng Sunan dengan nama Syekh Rafi'udin. Hal tersebut dilakukan oleh Kanjeng Sunan untuk menakhidkan agar beliau menyadari bahwa setelah beberapa tahun nyantri, sudah waktunya untuk mendapatkan pengukuhan (wisuda).
Wali Joko pun diberikan izin oleh kanjeng Sunan Kalijaga untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama nyantri. Hal ini semata-semata agar wali Joko sadar bahwa setelah diberikan nama baru dan nyucup ilmu sariat, makrifat hakikat, dia (R. Suwiryo) sekarang bukan Suwiryo sebagai punggowo projo atau prajurit Majapahit lagi, tetapi sudah berganti baju baru dengan Rafi'udin yang berarti penegak syariat agama Islam.

Berdakwah
Setelah mendapat izin serta restu dari Kanjeng Sunan, Wali Joko langsung berangkat untuk mengembangkan ilmunya dengan cara berdakwah. Beliau ditugaskan oleh Kanjeng Sunan untuk berdakwah di wilayah bagian Barat Semarang, yakni wilayah Kendal. Sesampainya di tempat tujuan, Wali Joko mula-mula menciptakan suasana lingkungan yang teduh, nyaman, dan indah dengan membangun sebuah tempat tinggal.
Dengan adanya tempat tinggal tersebut, Wali Joko berharap, masyarakat Kendal yang berkunjung ke rumahnya akan merasa senang, nyaman, dan akhirnya kerasan untuk tinggal berlama-lama di sana. Pertama Wali Joko mengajarkan tauhid pengenalan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pelajaran Aqo'id atau Aqidah ahlussunah Wal Jamaah.
Di samping Aqo'id juga mengajarkan Alquran, kemudian juga diajarkan Toriqoh Qodiriyah dan Naqshobandiyah. Ibarat pepatah, siapa yang menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula. Tidak perlu waktu lama, Wali Joko memiliki sejumlah santri semakin hari murid-murid yang mengaji semakin banyak berdatangan dari berbagai desa. Konon meliputi daerah Gringsing (Batang) dan Kali Salak Limpung (Pekalongan).
Semakin hari semakin bertambah banyak, pondok Wali Joko pun sudah tidak muat untuk menampung para santri yang terus berdatangan. Satu-satunya jalan harus membangun masjid yang mampu menampung para santri. Maka dibangunlah masjid pada tahun 1493. Dibantu oleh para santrinya, Wali Joko kemudian membangun sebuah masjid, sarana perhubungan, saluran irigasi, dan masih banyak lagi.
Kala itu usia Wali Joko sekitar 30 tahun. Bangunan masjid yang pertama dengan ukuran 27 x 27 meter, terdiri 16 saka atapnya bersusun 3 dibuat dari sirap. Lantai plaster tempat wudu berupa kolah pendem yang mendapat aliran air dari Sungai Kendal yang dibuat sendiri oleh Wali Joko dengan menggoreskan tongkat dari Kedung Pengilon Desa Magangan.
Mengingat kebutuhan untuk pemeliharaan masjid dan untuk menjamin para santri yang mondok di masjid, Wali Joko membuka lahan pertanian di Desa Kauman, Karangsari. Langenharjo dan Sukolilan. Berjumlah kurang lebih 49 Ha, yang sekarang menjadi bondo masjid kenal dengan status wakaf bersertifikat. Demikian perjuangan Wali Joko hingga wafat sekitar umur 63 tahun, atau tahun 1526 M, dimakamkan di rumahnya atau makam Wali Joko sekarang terletak di sebelah tenggara Masjid Agung Kendal sekarang. Cahya



Sejarah Wali Joko di Kendal, Jateng (2-Habis)

Mengajarkan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah
Wali Joko merupakan generasi wali setelah Walisongo. Ia mendapat tugas dari Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam di sekitar Kendal. Perjalanan hidupnya selalu berpindah-pindah dari desa satu ke desa yang lain. Kesukaannya melakukan zuhud di pinggir sungai yang jauh dari keramaian masyarakat. Hingga akhirnya menetap di Kendal. Berikut ini laporan posmo.

Setelah Wali Joko memiliki tempat tinggal yang permanen, maka ia berniat untuk selamanya tinggal di Kendal. Karena dengan adanya tempat tinggal tersebut, Wali Joko berharap, masyarakat Kendal yang berkunjung ke rumahnya akan merasa senang, nyaman, dan akhirnya kerasan untuk tinggal berlama-lama di sana. Sebab selama ini beliau bertempat tinggal berpindah-pindah. Salah satunya di Pulau Seperapat Juwana, Pati.
Di Kendal Wali Joko mengajarkan tauhid untuk pengenalan ajaran Islam terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yaitu Allah Yang Maha Pencipta. Kemudian memberikan pelajaran tentang pelajaran Aqo'id atau Aqidah ahlussunah Wal Jamaah. Ajaran ini berasal dari Walisongo yang selama ini memberikan ilmunya kepada Wali Joko. Salah satunya adalah Sunan Kalijaga.
Di samping Aqo'id juga mengajarkan Alquran, kemudian juga diajarkan Tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah. Ajaran ini rupanya mengena langsung di hati masyarakat. Sehingga banyak orang yang belajar kepada Wali Joko. Dalam waktu singkat Kendal penduduknya banyak yang beragama Islam.
Ibarat pepatah, siapa yang menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula. Tidak perlu waktu lama, Wali Joko memiliki sejumlah santri semakin hari semakin banyak berdatangan dari berbagai desa. Konon meliputi daerah Gringsing (Batang) dan Kali Salak Limpung (Pekalongan).
Semakin hari semakin bertambah banyak, pondok pesantren Wali Joko pun sudah tidak muat untuk menampung para santri yang terus berdatangan. Satu-satunya jalan harus membangun masjid yang mampu menampung para santri. Maka dibangunlah masjid pada tahun 1493.
Dibantu oleh para santrinya, Wali Joko kemudian membangun sebuah masjid, sarana perhubungan, saluran irigasi, dan masih banyak lagi. Mengingat kebutuhan untuk pemeliharaan masjid dan untuk menjamin para santri yang mondok di masjid. Sehingga dapat ditampung semuanya ke dalam masjid yang baru dibangun itu.
Bangunan masjid yang didirikan tidak jauh berbeda dengan Masjid Demak. Boleh dikatakan hampir sama jika dilihat dari luar. Yaitu beratap tumpang tanpa ada menaranya. Atapnya terbuat dari papan jati. Mengingat zaman dahulu belum mengenal genteng. Sebagian besar bangunan masjid terbuat dari kayu jati. Lagi pula kayu jati waktu itu cukup mudah didapat di daerah Kendal.

Kolah Pendem
Kala itu usia Wali Joko sekitar 30 tahun. Bangunan masjid yang pertama dengan ukuran 27 x 27 meter, terdiri atas 16 saka atapnya bersusun 3 dibuat dari sirap. Lantai plaster tempat wudu berupa kolah pendem yang mendapat aliran air dari Sungai Kendal yang dibuat sendiri oleh Wali Joko dengan menggoreskan tongkat dari Kedung Pengilon, Desa Magangan.
Kemudian untuk mencukupi kebutuhan para santri agar tidak kesulitan makan dan minum, maka Wali Joko membuka lahan pertanian di Desa Kauman, Karangsari, Langenharjo, dan Sukolilan. Berjumlah kurang lebih 49 Ha, yang sekarang menjadi bondo masjid Kendal dengan status wakaf bersertifikat.
Demikian perjuangan Wali Joko hingga wafat sekitar umur 63 tahun, atau tahun 1526 M, dimakamkan di rumahnya atau makam Wali Joko sekarang terletak di sebelah tenggara Masjid Agung Kendal sekarang. Para peziarah hanya dapat melihat makamnya.
Sayang sekali rumah yang didirikan itu dirobohkan secara total oleh pengurus masjid. Hal ini karena tidak mengerti akan arti pentingnya bangunan bersejarah perjuangan Wali Joko dalam upaya menyebarkan agama Islam di Kendal. Umat Islam yang berziarah hanya tinggal mendengar sebuah cerita tanpa ada bukti fisik rumah Wali Joko. Cahya


Senin, 11 Agustus 2014

Perguruan Silat Tedaha AURA Jagad Banyumas




Mengenal Padepokan Pencak Silat Tedahan AURA Jagad Banyumas

Menyatukan Seni Pencak Silat dengan Tenaga Dalam
Padepokan Pencak Silat Tedahan AURA Jagad berada di Desa Pandak, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Ilmu yang diajarkan merupakan perpaduan antara pencak silat dan ilmu tenaga dalam. Berikut ini laporan wartawan posmo.

Sore itu langit begitu cerah dan udara di sekitar Baturraden terasa segar. Posmo memasuki Padepokan AURA Jagad, sebuah Perguruan Pencak Silat Tedahan Metafisika. Telah berkumpul para siswa yang memang saat itu merupakan waktu atau hari latihan bagi siswa secara rutin.
Puluhan siswa yang mengenakan seragam pencak silat dari berbagai kalangan dan berbagai tempat, tampak masih muda usianya. Selain itu, ada seorang siswa yang memang paling muda berumur sekitar 7 tahun, namun tampaknya sudah bisa menguasai berbagai jurus.
Mereka sudah sangat akrab dan sering berlatih di luar ruang seperti di lapangan dan sebagainya. Hal ini memang menurut mereka agar dapat menyatu dengan alam. Sehingga para siswa dapat memahami dan mencintai alam semesta. Di samping itu juga untuk memberikan kesempatan kepada mereka agar saling berhubungan dengan masyarakat.
“Bukan untuk gaya atau pamer, namun latihan ini justru untuk mengakrabkan kepada siswa dengan alam dan memperkenalkan kepada masyarakat tentang pencak silat, jelas Ki Jatmico, pengasuh Padepokan Pencak Silat AURA Jagad.
Padepokan Pencak Silat AURA Jagad ini sejarah berdirinya dengan tujuan menyatukan antara ilmu seni pencak silat dengan pengisian tenaga dalam. Hal ini sebenarnya berawal dari pertemuan dengan Master Azis, seseorang yang telah menimba ilmu pencak silat di berbagai perguruan ingin mengamalkan ilmunya kepada masyarakat luas. Khususnya kepada anak-anak muda.
Perguruan atau Padepokan Pencak Silat Tedahan Metafisika AURA Jagad yang merupakan kombinasi pencak silat dan tenaga dalam hati nurani kita yang disinergikan dengan gerakan-gerakan yang akan menjadi seni bela diri yang praktis, andal, dan ilahiyah. “Pencak Silat Tedahan Metafisika AURA Jagad bukan pencak silat yang hanya mengandalkan gerakan dan kuncian teknik bela diri, kata Ki Jatmico
Pencak Silat Tedahan juga terdapat kombinasi teknik pernapasan tenaga dalam. Sehingga apa yang kita hasilkan dari ilmu-ilmu silat tedahan ini akan selaras dengan energi-energi super power yang sempurna seperti jaga badan antikepruk, tahan hantaman dan insya Allah kebal badan dan dapat melontarkan musuh dari jarak jauh.
Sedangkan Metafisika AURA Jagad itu sendiri merupakan ilmu seni pernapasan yang juga untuk kekuatan AURA kita dengan izin Allah agar terlindung dari bahaya serangan gaib seperti santet, teluh, guna-guna, dan lainnya, maka dari itu dengan menyerap ilmu metafisika.
Ilmu yang harus dilatih dengan yakin oleh napas kita akan menghasilkan energi di dalam tubuh yang positif dan mengeluarkan energi negatif dari badan si penyerap ilmu Metafisika ini. “Sehingga dengan hal tersebut, maka dapat bermanfaat bagi kita sesama, papar Ki Jatmico.
Perguruan silat ini meliliki tujuan yaitu bahwa seni bela diri pencak silat Tedahan ini adalah untuk melengkapi hidup untuk berjaga beladiri dari kejahatan dan dapat diatasi dengan ilmu ataupun teknik dari pencak silat Tedahan tersebut.

Visi Misi
Mengenai visi dan misi dari Padepokan Pencak Silat Tedahan Aura Jagad adalah pertama, untuk membentuk dan menciptakan murid-murid yang andal. Uggul, berbobot, berprestasi yang berkualitas, beriman, berbudaya, berbudi pekerti yang luhur dan berjiwa kesatria serta bermanfaat juga berdayaguna bagi umat manusia.
Selanjutnya mengenai misi dari Pencak Silat Tedahan ini adalah menjaga mengembangkan, melestarikan, memperkenalkan juga mempertahankan pencak silat sebagai aset budaya bangsa asli Indonesia. Tedahan sama dengan tameng yang artinya tenaga dalam hati nurani dan ini merupakan jurus andalan dan tameng di padepokan AURA Jagad.
Visi yang kedua adalah memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat melalui pencak silat. Kemudian visi yang ketiga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan juga taat, patuh, dan menghormati peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Untuk visi yang keempat memberikan murid-murid keimanan, ketakwaan, budi pekerti yang luhur dan berjiwa kesatria yang tahan uji serta selalu menegakkan kebenaran dan keadilan yang cinta bangsa dan tanah air. Sedangkan visi yang kelima adalah membentuk dan menciptakan rasa kesetiaan, kekeluargaan, dan persaudaraan antara anggota Tedahan AURA Jagad.
Sedangkan visi yang keenam membentuk dan menciptakan murid-murid yang bertakwa, sehat, cerdas, tangkas, dan tanggap selanjutnya visi yang ketujuh yaitu selalu meningkatkan mutu perguruan Tedahan Aura Jagad. ”Visi dan misi tersebut selalu kami tanamkan kepada para siswa agar mengakar di setiap langkah para siswa, ujar Ki Jatmico.
Sebelum para siswa masuk ke Padepokan Pencak Silat Tedahan AURA Jagad ini ada delapan poin kesanggupan yang harus dipenuhi. Adapun delapan kesanggupan pada siswa Pencak Silat Tedahan Aura Jagad adalah yang pertama Sanggup bhakti kepada Allah SWT. Kedua, sanggup bhakti kepada Rasulullah. Ketiga, sanggup bhakti kepada orang tua (Bapak dan Ibu), Keempat, sanggup bhakti kepada sesama manusia. Kelima, sanggup bhakti kepada Negara Republik Indonesia. Keenam, sanggup Cinta Tanah Air Indonesia. Ketujuh sanggup mengamalkan Pencak Silat Tedahan Metafisika Aura Jagad. Kedelapan, sanggup menghargai waktu.
Pada padepokan ini pun tentang keilmuanya dilakukan ujian pengisian dan yang terakhir adalah pengijazahan sedangkan rata-rata para siswa di padepokan AURA Jagad ini dapat menguasai ilmunya berkisar selama 1 sampai 2 tahun. “Di tempat kami menggunakan metode metafisika sehingga semua dapat masuk terlebih yang muslim, tutur Ki Jatmico.
Para peserta atau siswa yang ikut bergabung di padepokan AURA Jagad ini rata-rata berusia 14 hingga 20 tahun, namun ada beberapa siswa yang di luar itu. Hal ini termasuk keistimewaan dalam berkembangnya padepokan ini pun menerima murid yang bekerja menjadi satpam atau pun scurity, juru parkir, dan lainnya yang ingin menambah ilmu tamengnya.
”Ya, kami membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin memperdalam ilmu khususnya ilmu tedahan. Rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT Padepokan Pencak Silat Tedahan Metafisika AURA Jagad dapat berdiri dan berkembang,ujar Ki Jatmico, Pengasuh Padepokan Pencak Silat Tedahan Metafisika AURA Jagad. ADJI WALOEJO.