Senin, 01 Agustus 2016

Raden Patah Raja Demak Bintoro


Raden Patah Cucu Raja Kerajaan Champa

Seorang Wali Yang Jadi Raja Islam Pertama di Jawa

Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Raden Patah lahir 1455 di Palembang dan meninggal tahun 1518 di Demak. Ibunya dari kerajaan Champa dan Ayahnya Brawijaya V kerajaan Majapahit. Berikut ini kisahnya.

Sewaktu muda Raden Patah bergelar Senapati Jimbun. Jin Bun artinya orang kuat. Nama tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Setelah menjadi Adipati Demak  bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Ketika menjadi raja bergelar  bergelar  Sultan Surya Alam Akbar dan memerintah kerajaan Demak 1500-1518 M.
Istri  Raden Patah ada tiga orang. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran sabrang Lor dan Sultan Trenggono.
Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggono berjasa menaklukkan Sumenep. Sejak itu kerajaan Sumenep menjadi sebuah kerajaan Islam. Dan pada keruntuhan kerajana Demak keturunan Raden Patah Banyak yang lari ke Sumenep.  
Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Samrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawato, di tepi sungai. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.
Sewaktu masih dalam kandungan ibu Raden Patah dikirim ke Palembang diberikan kepada Arya Damar  putra sulung Brawijaya V. raja kerajaan Majapahit. Setelah Raden Patah lahir, ibunya menikah dengan Arya Damar. Dari hasil perkawinannya itu melahirkan seorang anak bernama  Kin San (alias Raden Kusen).  
“Menginjak usia remaja Raden Patah dengan Raden Kusen merantau ke Pulau Jawa untuk menemui ayahnya di kerajaan Majapahit. Ia juga  menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang sebagai bawahan kerajaan Majapahit. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya yang masih saudaranya sendiri dari jalur ibunya,”ujar Prof Dr. Ali Mufridi,MA dosen UINSA Surabaya..
Setelah dinyatakan lulus sebagai santri Sunan Ampel, maka Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit dan mendapatkan  jabatan sebagai Adipati Terung di Kriyan Sidoarjo. Sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren. Hal ini sesuai dengan perintah Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah yang penduduknya masih banyak yang belum masuk Islam. 
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Santrinya datang dari berbagai penjuru  daerah. Kota Demak telah menjadi kota santri. Mereka bukan hanya diajari ilmu agama Islam, melainkan ilmu keprajuritan dan pemerintahan.  Melihat kondisi tersebut, Brawijaya (alias Bhre Kertabumi di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.
Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.  Raden Kusen meminta Raden Patah menghadapkan  ke Majapahit.  Merasa terkesan dan akhirnya Brawijaya V mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara. Setelah menjadi Adipati Demak, Raden Patah  menaklukkan Semarang tahun 1477 untuk dijadikan sebagai bawahan.

Tidak Serang Majapahit
Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cehng Ho yang beragama Islam.
Sikapnya terhadap kerajaan Majapahit tetap menaruh hormat dan tidak melakukan pemberontakan. Karena  Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Oleh karena itu, Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Budha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya.
Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan Prof. MohYamin dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu Girindrawardhana.
Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI.
Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patih Udara  melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VII. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VII bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi. Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Jenggala, dan Kadiri.
Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.


Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Dimana kondisi kerajaan mencapai kejayaan. Kemudian  Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lora tau Pati Unus. HUSNU MUFID





0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat