Kamis, 19 Januari 2017

Sufi, Syekh Abdul wahab


Syeh Abdul Wahab

Mendapat Julukan Faqih Muhammad 

Syeh Abdul Wahab merupakan ulama dari Betawi. Waktunya banyak digunakan untuk menuntut ilmu dari Indonesia, Malaysia hingga kota Makkah. Ilmu yang didapat kemudian diamalkan kepada masyarakat dengan tangan terbuka. Berikut ini kisahnya.
Syeh Abdul Wahab seorang ulama yang cukup terkenal pada zaman penjajahan Belanda.  Beliau ini berasal dari Kampung Babussalam Betawi Sunda Kelapa. Kitab-kitab yang dipelajarinya antara lain  Fathul Qorib, Minhajul Al-Thalibin, Iqna’,  Tafsir Jamal. Ia juga belajar nafwu, sharaf,  balaghah, manthiq, tauhid dan lain-lainnya pada sejumlah guru yang berada di Indonesia.
Karena kepintarannya dalam menyerap dan  penguasaan terhadap ilmu agama, maka  Abdul Wahab mendapat  julukan dari masyarakat muslim  “Faqih Muhammad”, artinya: orang yang  ahli dalam ilmu fiqih. Khususnya dalam menentukan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan di masyarakat.
Beberapa tahun kemudian Beliau menuju Semenanjung Melayu dengan tujuan  selanjutnya  menuntut ilmu. Di Negeri Jiran ini Abdul wahab  bertempat tinggal di Sungai Ujung (Simunjung),  Negeri Sembilan. Ia nyantri kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama  terkemuka yang berasal dari Minangkabau. Ulama   ini juga dikenal sebagai mufti di Kerajaan Langkat dengan gelar “Tuk Ongku” Malaysia.
Untuk memenuhi  kesehariannya Syeh Abdul Wahab berdagang di kota Malaka.   Yang menarik ia menyuruh pembeli menimbang sendiri barang yang dibeli. Hal ini dilakukannya demi menghindarkan kecurangan yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu banyak orang yang suka membeli dagangannya. Karena dijamin tidak akan berbuat curang dalam hal timbangan.
Masa-masa mengaji pada Syeh Muhammad Yusuf benar-benar diniati dengan harapan akan mendapatkan ilmu yang selama ini belum didapatkan. Oleh karena itu dalam kurun waktu singkat ilmu yang dimiliki gurunya itu dikuasai dengan baik dan mendapat restu untuk diajarkan kepada umat Islam.  
Setelah dua tahun belajar kepada Syeh Muhammad Yusuf lalu meneruskan pendidikannya ke  Mekkah. (1848 M). Di kota suci ini ia memburu ilmu selama enam tahun. Gurunya antara lain   Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal dari Turki dan  Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah  al-Makki.
Ilmu yang didapat di Makkah ini menjadikan pengetahuan agama Beliau semakin luas dan dalam. Tindakan dan pikirannya semakin bijaksana dalam memahami dalil-dalil al Qur’an dan hadist yang keras maupun lemah. Beliau tahu pasti mana hadist yang benar maupun palsu. Dalam diskusi (halaqoh) selalu menjadi rujukan dalam memahami persoalan hukum.
Selain itu Beliau belajar kepada  Syekh H.  Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh  Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh  Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Ilmu agama yang dimiliki semakin luas, akan tetapi tidak menjadikan dirinya semakin sombong.
Untuk menghilangkan rasa sombong itu Syeh Abdul Wahab memperdalam ilmu tasawuf melalui   tarekat Naqsyabandiyah pada Syekh Sulaiman Zuhdi. Karena selama ini masih menganggap dirinya belum luas ilmunya khususnya tentang ilmu tasawuf. Beliau hanya menguasai ilmu fiqih. Maka dari itu ilmu tasawuf benar-benar dipelajari secara tekun.
Menyimak ketekunan Syeh Abdul Wahab, suatu ketika Sulaiman Zuhdi, resmi mengangkatnya sebagai  khalifah besar. Penobatan ini diiringi dengan bai’ah dan pemberian silsilah tarekat  Naqsyabandiyah yang berasal dari Nabi Muhammad  SAW hingga kepada Sulaiman Zuhdi yang kemudian  diteruskan kepada Syeh Abdul Wahab. Ijazahnya ditandai dengan dua cap.
Ia pun mendapat gelar Al Khalidi  Naqsyabandi. Kemudian mendapat ijazah sebagai
“Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah  al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Tak  lama Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Syeh Abdul Wahab  kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
Sepulang di tanah Jawa Beliau menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah kepada masyarakat sekitar. Ribuan orang datang untuk bergabung kedalam tarekat tersebut. Tiap mengadakan mujahadah dan pengajian selalu dipadati umat Islam yang ingin mendapatkan ilmunya.                        
Sikap Beliau dengan murid-muridnya selalu dekat dan tidak menjaga jarak. Siapaun datang untuk bertamu selalu ditemui dan mendapatkan penghormatan. Nasehatnya selalu menyejukkan. HUSNU MUFID  
Kalau ada masyarakat yang ingin bertemu langsung dengan Syeh Abdul Wahab selalu diterima dengan tangan terbuka. Tidak perlu menunggu lama. Tamu yang datang tidak dibeda-bedakan, baik kaya maupun miskin. Darisinilah Beliau akhirnya mendapat simpati yang cukup besar. Tingkah laku dan ucapannya dijadikan sebagai contoh. Beliau selalu merakyat dan selalu memberikan nasehat-nasehat yang menyejukkan hati.
Murid-muridnya pun datang dari berbagai daerah Jawa dan Sumatera. Mereka ingin langsung mendapatkan ilmunya yang cukup banyak. Biasanya murid-murid yang berada disampingnya merasakan ketentraman hati. Karena beliau tidak menjaga jarak dengan murid-muridnya. Selalu dekat dengan murid-muridnya.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat