Selasa, 23 Mei 2017

Sunan Bonang Ditugasi Sunan Ampel


Kisah Sunan Bonang  Diperbatasan Kertosono dan   Kediri 

Menyabda  Desa Patuk  Akan Kesulitan  Air

Setelah berhasil mengislamkan wilayah Pantai Utara Jawa Tengah, maka Sunan Bonang melanjutkan syiar islam ke Kediri. Karena daerah tersebut masih banyak yang belum memeluk agama Islam. Bagaimanakah  kedatangannya di Kediri. Berikut ini.

Kepergian Sunan Bonang  Bonang dikawal   santrinya bernama  Ki Badar. Saat melewati daerah Kertosono menyebrangi sungai. Karena waktu itu masih belum ada jembatan. Setelah menyebrang sungai sebelah Timur ingin mengetahui agama masyarakat setempat.
Ia mengetahui masyarakat daerah tersebut beragama Kalang dan memuliakan Bandung Bondowoso. Sebab dianggap sebagai nabi. Hari Jumat Wage wuku wuye, adalah hari raya mereka. Setiap hari itu, mereka bersama-sama makan enak dan bergembira ria.
Kemudian Sunan Bonang menyebut bahwa masyarakat  tersebut  beragama Gedhah. Artinya, tidak hitam, putih pun tidak. Bahkan memberi  nama  dengan sebutan Kota Gedhah. Sejak itu, daerah di sebelah utara Kediri ini bernama Kota Gedhah.
Ketika tiba waksu shalat  dhuhur, Sunan Bonang ingin mengambil air wudlu. Sayang sekali air sungai berwarna coklat akibat banjir,  maka Sunan Bonang menyuruh Ki Badar  meminta kepada penduduk setempat.
Di Desa Patukmelihat seorang gadis lagi menenun. Ki Badar berkata dengan nada agak keras saat meminta air. " Hai Gadis, aku minta air simpanan yang jernih dan bersih," kata sahabat itu.
Gadis itu terkejut. Karena dilihatnya seorang laki-lak dan menyangka Ki Badar mau menggoda. Gadis itu kemudian  menjawab dengan nada  kasar juga: " Kamui baru saja lewat sungai. Mengapa minta air simpanan. Di sini tidak ada orang yang menyimpan air kecuali air seniku ini sebagai simpanan yang jernih bila kamu mau meminumnya."
Mendengar kata-kata kasar itu, Ki Badar itu langsung pergi tampa pamit. Mempercepat langkah sambil mengeluh sepanjang perjalanan. Gadis  desa  itu dan Ki Badar rupanya saling salah paham. Setibanya di hadapan  Sunan Bonang, ucapan gadis  itu  disampaikan. Mendengar penuturan itu, maka  Sunan Bonang mengeluarkan kata-kata keras.
“Tempat itu akan sulit air. Gadis-gadisnya tidak akan mendapat jodoh sebelum usianya tua. Begitu juga dengan kaum jejakanya. Tidak akan kawin sebelum menjadi jejaka tua,”ujar Sunan Bonang. 
Terkena ucapan Sunan Bonang, aliran sungai Brantas menyusut. Kemudian aliran sungai berbelok arah. Membanjiri desa-desa, hutan, sawah, dan kebun.  Akibat  arus sungai Brantas yang menyimpang. Sungai-sungai di tempat tinggal gadis tersebut mengering seketika. Sampai kini daerah Gedhah sulit air. Begitupula dengan perempuan-perempuannya menjadi perawan tua. Juga kaum laki-lakinya. Mereka terlambat berumah tangga.
Kemudian, Sunan Bonang melanjutkan perjalanannya ke Kediri. Di daerah ini ada demit (mahluk halus) bernama Nyai Plencing. Menempati sumur Tanjungtani yang sedang dikerumuni anak cucunya.
Mereka lapor, bahwa ada orang bernama Sunan Bonang suka mengganggu kaum mahluk halus dan menonjolkan kesaktian. Anak cucu Nyai Plencing mengajak Nyai Plencing membalas Sunan Bonang. Caranya dengan meneluh dan menyiksanya sampai mati agar tidak suka mengganggu lagi.

Buto Lokacaya
Mendengar usul itu Nyai Plencing langsung menyiapkan pasukan, dan berangkat menemui Sunan Bonang. Tetapi anehnya, para setan itu tidak bisa mendekati Sunan Bonang. Badannya terasa panas seperti dibakar.
Kemudian Nyai Plencing melapor ke rajanya yaitu  Buta Locaya sedang duduk di kursi emas beralas kasur babut dihias bulu merak. Ia sedang ditemani patihnya, Megamendung dan anaknya, Paji Sektidiguna dan Panji Sarilaut. Ia amat terkejut melihat Nyai Plencing yang datang sambil menangis.
Ia melaporkan kerusakan-kerusakan di daerah utara Kediri yang disebabkan ulah orang dari Tuban bernama Sunan Bonang. Nyai Plencing juga memaparkan kesedihan para setan dan penduduk daerah itu.
Mendengar laporan Nyai Plencing Buta Locaya murga. Mengikuti arus angin, mereka pun sampai di desa Kukum. Di tempat ini Buta Locaya menjelma menjadi manusia, berganti nama Kyai Sumbre. Sementara setan dan jin yang beribu-ribu jumlahnya tidak menampakkan diri.
Sunan Bonang pun tidak takut menghadapi  Buto Locaya dan anak buahnya.
Raja Jin tersebut  menyerag dengan membabi buta. Tapi begitu mendekati Sunan Bonang tubuhnya terasa panas. Hingga akhirnya menyerah dan meninggalkan lokasi peperangan dengan merubah wujudnya kembali menjadi raja jin yang bersemayam di Gunung Wilis.
Hal inilah yang menjadikan Sunan Bonang memasuki wilayah Kediri. Karena tidak ada gangguan lagi. Patung-patung yang ada dipenggal kepalanya semua. Hal tersebut untuk memudahkan tentara  Kesultanan Demak menyerang  kerajaan Majapahit yang beribukota di Kediri dengan rajanya bernama Girindra Wardhana.
Masyarakat  akhirnya banyak yang masuk  Islam. Sudah  tidak menyembah patung lagi dan tidak menganut agama kalang yang memuja  Bandung Bpndowoso. Banyaknya  warga Kediri yang beragama Islam menjadikan agama di  Kediri semakin berwarna, selain ada agama Hindu, Budha, kalang. Juga   agama Islam.
Kemudian Sunan Bonang  mendirikan sebuah langgar Tiban. Lokasinya berada di Dhoho sebagai tempat shalat masyarakat yang beraga islam. HUSNU MUFID
 


3 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum Wr. Wb
Mhn ijin mungkin perlu disebutkan sumber data, buku, tahu, penulis asli, penerbit dll.
Juga mengenai nama daerah mhn ditulis sesuai aslinya spt Kota Trowulan, Kota Kertasana, Kota Kadiri dll serta jalan penghubung waktu itu jln perdikan atau sungai, sehingga bisa terkait dg sumber sejarah yg lain spt adanya irigasi tertua dg ditemukannya prasasti harinjing yg mengairi sepanjang kali Konto sampai Kota Kertasana (Kertosono saat ini).
Terima kasih dan mhn koreksinya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum Wr. Wb
Mhn ijin mungkin perlu disebutkan sumber data, nama buku, tahun, penulis asli, penerbit dll.
Juga mengenai nama daerah mhn ditulis sesuai aslinya spt Kota Trowulan, Kota Kertasana (Kertosono saat ini), Kota Kadiri dll serta jalan penghubung waktu itu jln perdikan atau sungai, sehingga bisa terkait dg sumber sejarah yg lain spt adanya irigasi tertua dg ditemukannya prasasti Harinjing yg mengairi sepanjang kali Konto sampai Kota Kertasana (Kertosono saat ini).
Terima kasih dan mhn koreksinya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Anonim mengatakan...

Aku tinggal di desa bantaran sungai berantas.di desa tanjung tani yg terdapat cerita tentag nyai plencing yang tinggal di sumur tua.memang di desa itu dulu ada bekas sumur yang dikeramatkan oleh warga.mereka menamai " sumur gedhe"sewaktu masih kecil aku dan teman2 sering melihat warga mengadakan ritual di tempat itu.mereka membawa lengkong berisi berkat setelah ritual selesai berkat itu dijadikan rebutan sehingga berhamburan di tanah.kemudian musik gamelan menggema para penari ( ledhek)menari di arena bersama para lelaki sambil minum sampai mabuk.ipadahal saat itu banyak orang kekurangan makan.itulah sisi kelam kisah desaku yg ternyata merupakan bagian dari kisah perjuangan sunan bonang dlm menyebarkan agama islam.seiring berjalanya waktu agama islam bisa diterima masyarakat.terima kasih kakak cerita yg pernah kudengar dari nenek buyutku aku temukan di sini

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat