Senin, 11 Desember 2017

Sunan Drajad dan Sunan Ampel

Kisah Sunan Drajad Dapat Tugas Dakwah Sunan Ampel

Kaplnya Tenggelam Dilaut Saat Menuju Gresik

Nama terkenalnya adalah Sunan Drajad. Tapi  Nama aslinya adalah Raden Qasim. Mendapat tugas dari  Sunan Ampel Surabaya untuk berdakwah di Gresik.  Untuk menggantikan Syekh Maulana Malik Ibrahin yang telah meninggal dunia. Berikut ini kisahnya.

Sunan Drajat sejak kecil sudah hidup dalam lingkungan Pondok Pesantren Ampel Denta Surabaya. Ayahnya merupakan guru satu-satunya. Ia belajar bersama Sunan Bonang, Sunan Giri, Raden Patah dan putra bangsawan kerajaan Majapahit. Berbagai ilmu didapatkan dari ayahnya. Seperti fiqih, al-Qur’n hadist, tarih, aqidah akhlaq dan banyak lagi ilmu agama lainnya.
Selama belajar agama kepada ayahnya, Sunan Drajad ini tergolong sebagai anak yang cerdas dan memiliki akhlaq yang mulia. Boleh dibilang termasuk santri yang memiliki kelebihan dalam mempelajari ilmu agama Islam. Hal ini yang membuat bangga Sunan Ampel.
Ketika menginjak usia dewasa, maka ayahnya memerintahkan untuk menuju ke wilayah Gresik guna menggantikan  Syekh maulana Malik Ibrahin dan Syekh Ali Muthadlo yang telah meninggal dunia.      
Kepergian Sunan Drajad ke Gresik  menggunakan  prahu layar dan tidak melalui jalan darat sebagaimana yang dilakukan Sunan Bonang kakaknya.  Karena jika melewati jalan darat akan memakan waktu cukup lama. Sebab banyak  hutan yang harus dilalui. Di mana hutan lebat  dan para penjahat  berkeliaran. Memang wilayah Surabaya dan Gresik  waktu itu merupakan daerah yang sulit untuk dilalui dan rawan kejahatan. Sisa-sisa  prajurit kerajaan Majapahit masih bercokol sangat kuat. Khususnya   mereka yang mendukung Patih Udara dan Raja Girindrawardhana pengkudeta Prabu Brawijaya V.
Rupanya  jalan laut pun  banyak penjahatnya. sama dengan  jalan di darat.  Sebab waktu itu banyak  pelarian tentara yang kalah  dalam perang saudara dalam lingkup   kerajaan Majapahit. Di tengah-tengah perjalanan lewat laut, Sunan Drajad mengalami musibah. seorang perampok mencoba menenggelamkan perahu yang dinaiki Sunan Drajad. Tiba-tiba ombak besar datang dan perahu yang dinaiki terbalik. Kemudian datang pertolongan dari Allah, beliau diselamatkan oleh ikan dan dihantarkan sampai ke pinggir pantai. Sejak saat itulah berada di wilayah Lamongan.
Di Paciran Lamongan Sunan Drajad tidak mengalami kesulitan dalam berdakwah. Karena mendapat pertolongan dan dukungan dari penguasa setempat sekaligus mertuanya.  Dari sinilah  aktifitasnya menyebarkan agama Islam pada masyarakat Lamongan berjalan lancar. Masyarakat yang ada kehilangan tokoh agama. Seperti Resi dan Pedanda yang meninggalkan Lamongan menuju Pulau Bali dan Gunung Tengger. .
Dalam dakwahnya cukup santun dan tidak dengan kekerasan maupun paksaan. Berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Karena waktu itu banyak masyarakat yang  hidup dalam kemiskinan. Sebab kondisi kerajaan Majapahit mengalami kehancuran ekonomi berupa gagal panen. Ditambah lagi  perang saudara dan tidak adanya raja yang kuat dalam mengatur  kerajaan. 
Untuk itu ia melakukan strategi terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.  Rupanya hal itu berhasil dengan sukses. Sehingga banyak orang Majapahit yang bersedia  masuk Islam secara sukarela.
Sejak itulah banyak orang-orang Majapahit masuk Islam. Agama baru Islam disambut dengan gembira. Ajaran Islam menjadikan masyarakat Paciran Lamongan pinggir pantai maupun pedalaman menjadi manusia-manusia yang santun  dan beradab. Bukan lagi masyarakat yang sangat dan suka berperang melawan pendatang baru.
Dalam menyebarkan ajaran Islam Sunan Drajad cukup sederhana. Ia memiliki  filosofi dalam pengentasan kemiskinan dan diajarkan kepada murid-muridnya. Adapun isinya sebagai berikut : Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain). Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada). Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan). Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu). Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur). Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Selain hal tersebut, dalam berdakwah  Sunan Drajat juga  menggunakan  tembang Mocopat yakni Pangkur diiringi dengan gamelan Singomeng­kok. Dari sinilah banyak masyarakat yang tertarik untuk masuk Islam. Hingga akhirnya Lamongan menjadi daerah yang aman damai dan masyarakatnya sebagian besar telah masuk Islam.

Trahnya
Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak Bintoro pada tahun saka 1441 atau 1520 M.
Penghargaan tersebut semakin menguatkan posisi Sunan Drajad di Lamongan. Tidak ada orang-orang jahat yang mencoba menggulingkan posisinya sebagai penguasa di Lamongan yang beragama Islam. Hingga akhirnya seluruh wilayah Lamongan rakyatnya beragama Islam.
Begitupula dengan rumah yang pernah ditempat hingga kini masih ada. Juga keturunannya masih tetap ada dan diakui kerajaan Mataram, Surakarta, karta Sura Surokarto Hadiningrat dan Ngayogyokarto Hadiningrat. Sehingga silsilahnya tetap jelas dan runtut. Karena tidak ada kerajaan yang membumi hanguskan kedaton dan mengejar keturunannya.
Berbeda dengan kerutunan Sunan Giri, yang sanak keturunannya dikejar-kejar  penguasa kerajaan Mataram dibawah pimpinan Amangkurat I.
Oleh karena itu, keturunan Sunan Giri  pasca Sunan Prapen menyembunyikan diri. Tujuannya agar tidak dibunuh penguasa kerajaan saat itu. Keratonnya [pun dihancurkan di wilayah Kebomas Gresik.
Sedangkan keturunan Sunan Drajad tidak dikejar-kejar oleh penguasa kerajaan Mataram. mereka tetap dikasih posisi  jabatan sebagai penguasa di Lamongan hingga zaman Jepang.. HUSNU MUFID



0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat