Selasa, 03 Mei 2016

al-Kindi 1


al-Kindi (1)
Mampu Menghidupkan Paham Muktazilah

Al-Kindi atau Al Al-Kindus adalah ilmuwan genius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813- 833), Al-Mu’tasim, Al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861). Berikut ini kisah hidupnya.

Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.
Selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukkan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.
Ayat-ayat Alquran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi.
Ketika Khalifah Al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Pemikiran-pemikiran yang bersifat rasional itulah menjadi pijakan masyarakat Islam waktu itu. Bukan lagi berpikir pada dogma mistik atau irasional. Segala sesuatunya berdasarkan akal pikiran manusia. Oleh karena itu, kerajaan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Karena pola pikir berdasarkan rasional.
Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir bersifat rasional baik dalam memahami agama maupun ilmu pengetahuan orang-orang Islam merupakan pelopor. Karena orang-orang barat khususnya orang Eropa waktu itu masih memiliki pola pikir mistis dan lebih percaya kepada tahayul. Jauh dari sikap berpikir rasional.
Baru setelah pada abad ke-15 orang Eropa berpikir secara rasional setelah belajar dan mempelajari manuskrip yang berasal dari Timur Tengah. Sedangkan orang-orang Islam kembali berpikir nonrasional. Hal ini sebagai akibat hancurnya kerajaan-kerajaan Islam setelah terjadinya perang saudara antara keturunan kerajaan.
Pada posisi ini kebangkitan orang-orang Eropa sebenarnya akibat pengaruh dari kitab-kitab Al-Kindi yang mengajak manusia berpikir rasional. Hingga akhirnya bangsa Eropa mengalami kemajuan yang cukup pesat di bidang ilmu pengetahuan sosial dan alam.
Kini Al-Kindi telah tiada, namun umat Islam telah bangkit mengikuti jejaknya. Hingga akhirnya mampu menyaingi ilmuwan-ilmuwan bangsa barat. Karena umat Islam telah sadar bahwa berpikir rasional itu yang akan menjadikan sebuah bangsa mengalami kemajuan. Berpikir rasional berdasarkan pikiran lebih baik daripada berpikir tahayul yang menjerumuskan seseorang ke dalam kemusyrikan. HUSNU MUFID




0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat