al-Kindi (1)
Mampu Menghidupkan Paham Muktazilah
Al-Kindi atau Al
Al-Kindus adalah ilmuwan genius yang hidup
di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek
oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni
Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813- 833), Al-Mu’tasim, Al-Wasiq (842-847), dan
Mutawakil (847-861). Berikut ini kisah hidupnya.
Kepandaian dan
kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya
diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk
berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu
pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.
Selama berkutat
dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, Al-Kindi telah melahirkan
260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam
risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya
menunjukkan
bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya
itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik,
astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan
meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul.
Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan
judul dan fisika 12 judul.
Ayat-ayat
Alquran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis muslim
di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya,
karya-karya serta pemikiran para saintis muslim dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi.
Ketika Khalifah
Al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi
semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus
diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham
Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas
itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Pemikiran-pemikiran
yang bersifat rasional itulah menjadi pijakan masyarakat Islam waktu itu. Bukan
lagi berpikir
pada dogma mistik atau irasional. Segala sesuatunya berdasarkan akal pikiran
manusia. Oleh karena itu, kerajaan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Karena
pola pikir
berdasarkan rasional.
Hal ini
menunjukkan bahwa pola pikir bersifat rasional baik dalam memahami agama maupun
ilmu pengetahuan orang-orang Islam merupakan
pelopor. Karena orang-orang barat khususnya orang
Eropa waktu itu masih memiliki pola pikir mistis dan
lebih percaya kepada tahayul. Jauh dari
sikap berpikir
rasional.
Baru setelah
pada abad ke-15
orang Eropa berpikir
secara rasional setelah belajar dan mempelajari manuskrip yang berasal dari
Timur Tengah. Sedangkan orang-orang Islam kembali berpikir
nonrasional. Hal ini sebagai akibat hancurnya kerajaan-kerajaan Islam setelah
terjadinya perang saudara antara keturunan kerajaan.
Pada posisi ini
kebangkitan orang-orang Eropa sebenarnya akibat pengaruh dari kitab-kitab
Al-Kindi yang mengajak manusia berpikir rasional. Hingga
akhirnya bangsa Eropa mengalami kemajuan yang cukup pesat di bidang
ilmu pengetahuan sosial dan alam.
Kini Al-Kindi
telah tiada, namun umat Islam telah bangkit mengikuti jejaknya. Hingga akhirnya
mampu menyaingi ilmuwan-ilmuwan bangsa barat. Karena umat Islam telah sadar
bahwa berpikir
rasional itu yang akan menjadikan sebuah bangsa mengalami kemajuan. Berpikir
rasional berdasarkan pikiran lebih baik daripada berpikir
tahayul yang menjerumuskan seseorang ke dalam kemusyrikan.
HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat