Selasa, 13 September 2016

Sufi Rifat Tahtawi


 

Syekh Rifa’ah Badawi Al-Tahtawi:

 

Anjurkan Wanita Belajar Hingga ke Perguruan Tinggi


Syekh  Rifa’ah Badawi Rafi’ Al-Tahtawi termasuk pemikir pembaru  pada  awal modernisasi Mesir. Dalam gerakan pembaruan, ia turut berperan penting merealisasikan ide-ide Muhammad Ali Pasha. Bahkan, di tangannya komitmen  pemikiran agama disentuh. Berikut ini kisah hidupnya. .

Al-Tahtawi lahir  pada tahun 1807 di Tahta Mesir Selatan,  Hidup dalam lingkungan keluarga berilmu dan kaya.  Ketika umur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Lima tahun kemudian tugas studinya dapat  diselesaikan dengan baik pada tahun 1822 M. Ibunya yang membiayai studinya  hingga lulus mencapai predikat yang baik.
Seorang ulama terkenal saat itu, Syekh Al-Attar dari  di Al-Azhar melihat dan mengamati sosok Syekh Rifa’ah  Badawi Al-Tatawi termasuk  orang yang tajam pikirannya. Jangkauan pemikirannya maju kedepan melebihi manusia pada umumnya. Karena itu, ia selalu  memberi dorongan  agar senantiasa menambah ilmu pengetahuan.
Selesai studi di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar disana selama 2 tahun. Kemudian diangkat menjadi imam  pada tahun 1824 M. Karena dianggap sebagai ulama yang memiliki keilmuan yang  cukup tinggi dan berwawasan modern.
Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali Pasha ke Paris. Ia tinggal disana selama 5 tahun. Atas pengaruh ajaran Syekh Al Attar waktunya banyak digunakan mempertajam wawasan bahasa asing dan keagamaan dengan menguji teks-teks modern.
Dalam waktu singkat, ia menguasai bahasa  itu dan selama 5 tahun di Paris menerjemahkan 12 buku dan risalah ke dalam bahasa Arab. Berbagai disiplin  ilmu dikuasainya. Seperti karya Montesquieu, Voltaire dll. Sebagian hasil  terjemahannya mengenai ilmu teknik, bumi, hak-hak asasi manusia, adat –istiadat, dll.
Pada tahun 1836 M, ia kembali ke Mesir dan mendirikan sekolah penerjemahan dengan nama sekolah behasa-bahasa asing. Sesuai dengan namanya, jadilah  pelajaran  wajib seperti bahasa Prancis, Turki, Persi, Italia dan juga  ilmu teknik, sejarah dan ilmu bumi. Pimpinan sekolahnya dirinya sendiri. Selain mengajar, tugasnya mengoreksi buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnya. Hampir 1.000 buah buku  yang diterjemahkan sekolah ini ke dalam bahasa Arab.
Al-Tahtawi berkeyakinan, kalau umat Islam Mesir mau  maju  dan sejajar  dengan bangsa Eropa, mestinya  menguasai iptek. Jalan ke arah itu sudah  terbuka, tinggal merealisasikan secara kongkret. Itulah  sebabnya selain sekolah  terjemahan dibuka, juga  sekolah-sekolah modern yang dibangun oleh Muhammad Ali Pasha dipermantap spesialisasi keilmuannya dengan menyesuaikan kurikulumnya  sama seperti dengan pria.
Umat Islam perlu berpegang teguh  pada agamannya dan budi  pekerti yang baik. Dari sini, jelas  pendidikan keluarga  dan sekolah  amat diperlukan. Pendidikan  dasar mesti  bersifat    universal  dan sama  bentuknya untuk segala golongan. Begitu  pula pendidikan menengah mesti mempunyai kualitas tinggi. Anak perempuan harus punya  pendidikan  hingga ke perguruan tinggi yang sama dengan pria.
Kaum ibu harus berpendidikan agar dapat  menjadi istri yang baik serta menjadi teman suami dalam  kehidupan secara intelek dan sosial. Istri-istri tidak semata-mata sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani, namun dapat  bekerja untuk mengisi kekosongan rumah tangga. Dari kebiasaan mengobrol dengan tetangga.
Orang yang mengatakan menyekolahkan anak perempuan adalah makruh sebenarnya salah. Mereka lupa  bahwa istri Nabi, Hafsah dan Aisyah pandai  membaca dan menulis. Dia mengatakan, tujuan pendidikan bukan mengajarkan ilmu pengetahuan. Tapi membentuk rasa pribadi dan menanamkan nilai-nilai patriotisme.
Sementara raja harus menghormati ulama dan memandang mereka sebagai  pembantu dalam soal pemerintahan. Syari’ah menurut  pendapatnya harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi modern dan ulama harus  mengetahui kemajuan modern untuk menafsirkan syari’ah sesuai kebutuhan masyarakat modern.
Begitu pula  dengan ulama diharuskan  menguasai ilmu pengetahuan modern. Karena  ulama dituntut untuk berfikir maju dan  rasional. Semakin dunia maju, semakin luas wawasan yang dimiliki. Dengan wawasan  pengetahuan  yang luas, para ulama tidak lagi  menganggap pintu ijtihad tertutup seperti masa sebelumnya.HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat