Syekh
Rifa’ah Badawi Al-Tahtawi:
Anjurkan Wanita Belajar Hingga ke Perguruan Tinggi
Syekh Rifa’ah Badawi Rafi’ Al-Tahtawi termasuk
pemikir pembaru pada awal modernisasi Mesir. Dalam gerakan
pembaruan, ia turut berperan penting merealisasikan ide-ide Muhammad Ali Pasha.
Bahkan, di tangannya komitmen pemikiran
agama disentuh. Berikut ini kisah hidupnya. .
Al-Tahtawi
lahir pada tahun 1807 di Tahta Mesir
Selatan, Hidup dalam lingkungan keluarga
berilmu dan kaya. Ketika umur 16 tahun,
ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Lima tahun kemudian tugas studinya
dapat diselesaikan dengan baik pada
tahun 1822 M. Ibunya yang membiayai studinya
hingga lulus mencapai predikat yang baik.
Seorang
ulama terkenal saat itu, Syekh Al-Attar dari di Al-Azhar melihat dan mengamati sosok Syekh
Rifa’ah Badawi Al-Tatawi termasuk orang yang tajam pikirannya. Jangkauan pemikirannya
maju kedepan melebihi manusia pada umumnya. Karena itu, ia selalu memberi dorongan agar senantiasa menambah ilmu pengetahuan.
Selesai
studi di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar disana selama 2 tahun. Kemudian diangkat
menjadi imam pada tahun 1824 M. Karena
dianggap sebagai ulama yang memiliki keilmuan yang cukup tinggi dan berwawasan modern.
Dua
tahun kemudian, ia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim
Muhammad Ali Pasha ke Paris. Ia tinggal disana selama 5 tahun. Atas pengaruh
ajaran Syekh Al Attar waktunya banyak digunakan mempertajam wawasan bahasa
asing dan keagamaan dengan menguji teks-teks modern.
Dalam
waktu singkat, ia menguasai bahasa itu
dan selama 5 tahun di Paris menerjemahkan 12 buku dan risalah ke dalam bahasa
Arab. Berbagai disiplin ilmu
dikuasainya. Seperti karya Montesquieu, Voltaire dll. Sebagian hasil terjemahannya mengenai ilmu teknik, bumi,
hak-hak asasi manusia, adat –istiadat, dll.
Pada
tahun 1836 M, ia kembali ke Mesir dan mendirikan sekolah penerjemahan dengan
nama sekolah behasa-bahasa asing. Sesuai dengan namanya, jadilah pelajaran
wajib seperti bahasa Prancis, Turki, Persi, Italia dan juga ilmu teknik, sejarah dan ilmu bumi. Pimpinan
sekolahnya dirinya sendiri. Selain mengajar, tugasnya mengoreksi buku-buku yang
diterjemahkan murid-muridnya. Hampir 1.000 buah buku yang diterjemahkan sekolah ini ke dalam
bahasa Arab.
Al-Tahtawi
berkeyakinan, kalau umat Islam Mesir mau
maju dan sejajar dengan bangsa Eropa, mestinya menguasai iptek. Jalan ke arah itu sudah terbuka, tinggal merealisasikan secara
kongkret. Itulah sebabnya selain
sekolah terjemahan dibuka, juga sekolah-sekolah modern yang dibangun oleh
Muhammad Ali Pasha dipermantap spesialisasi keilmuannya dengan menyesuaikan
kurikulumnya sama seperti dengan pria.
Umat
Islam perlu berpegang teguh pada
agamannya dan budi pekerti yang baik.
Dari sini, jelas pendidikan keluarga dan sekolah
amat diperlukan. Pendidikan dasar
mesti bersifat universal
dan sama bentuknya untuk segala
golongan. Begitu pula pendidikan
menengah mesti mempunyai kualitas tinggi. Anak perempuan harus punya pendidikan
hingga ke perguruan tinggi yang sama dengan pria.
Kaum
ibu harus berpendidikan agar dapat
menjadi istri yang baik serta menjadi teman suami dalam kehidupan secara intelek dan sosial.
Istri-istri tidak semata-mata sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani, namun
dapat bekerja untuk mengisi kekosongan
rumah tangga. Dari kebiasaan mengobrol dengan tetangga.
Orang
yang mengatakan menyekolahkan anak perempuan adalah makruh sebenarnya salah.
Mereka lupa bahwa istri Nabi, Hafsah dan
Aisyah pandai membaca dan menulis. Dia
mengatakan, tujuan pendidikan bukan mengajarkan ilmu pengetahuan. Tapi
membentuk rasa pribadi dan menanamkan nilai-nilai patriotisme.
Sementara
raja harus menghormati ulama dan memandang mereka sebagai pembantu dalam soal pemerintahan. Syari’ah
menurut pendapatnya harus disesuaikan
dengan kondisi dan situasi modern dan ulama harus mengetahui kemajuan modern untuk menafsirkan
syari’ah sesuai kebutuhan masyarakat modern.
Begitu
pula dengan ulama diharuskan menguasai ilmu pengetahuan modern.
Karena ulama dituntut untuk berfikir
maju dan rasional. Semakin dunia maju,
semakin luas wawasan yang dimiliki. Dengan wawasan pengetahuan
yang luas, para ulama tidak lagi
menganggap pintu ijtihad tertutup seperti masa sebelumnya.HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat