Senin, 08 Januari 2018

Fatimah binti Maimun dan Raja Kediri


Kisah Fatimah binti Maimun di Wilayah Kerajaan Kediri

Mencoba Mengislamkan Raja Lewat Perkawinan

Fatimah binti Maimun merupakan seorang penyebar agama Islam di  wilayah Jawa pada masa kerajaan Kediri. Ia  datang dari Kesultanan Perlak Aceh. Bagaimanakah kisahnya. berikut ini.

Fatimah binti Maimun  merupakan puteri dari Maimun bin Hibatullah bin Muhammad Makhdum Sidiq. Cucu dari Muhammad Makhdum Sidiq.  Menarik gelar “Makhdum” pada sosok Muhammad Makhdum Sidiq, yang merupakan ciri dari nama keluarga dinasti Makhdum yang menjadi penguasa Kesultanan Perlak Aceh. Dari data ini bisa diambil asumsi bahwa jalur silsilah Fatimah binti Maimun berasal dari Kesultanan Perlak Aveh.
Pada abad ke-11, dalam silsilah Kesultanan Perlak ditemukan nama Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat. "Nama Sultan Perlak inilah sejatinya paman dari Fatimah binti Maimun yang disebut-sebut dalam Legenda Gresik," Syafiia sejarawan Gresik.
Kedatangan Fatimah binti Maimun di Pelabuhan Leran. Karena merupakan pelabuhan yang  terbesar kala itu pada zaman kerajaan Kediri.  Kemudian menetap di  Desa Leran yang merupakan daerah pesisir utara pulau Jawa. Kedatangannya  ke Jawa dalam rangka  melaksanakan perintah ayahnya untuk menyebarkan ajaran islam. Khususnya dalam kalangan kraton melalui jalur perkawinan dengan Raja Kediri yang berkuasa saat itu.
Kedatangan  Fatimah binti maimun datang ke Jawa di dampingi  rombongan yang terdiri dari dayang, punggawa Kesultanan Aceh dan  kerabatnya.  mereka datang di Leran karena  disitu sudah ada penduduknya. sedangan di Surabaya masih dalam bentuk rawa-rawa.
Orang-orang Kediri tidak mempermasalahkan kedatangannya bersama rombongan. Karena dianggap sebagai  keluarga kerajaan dari Kesultanan Aceh. Tidak diganggu, malahan mendapatkan penghormatan tersendiri.
Kegiatan keagamaan pun digelar di Leran bersama kerabat  Fatimah binti Maimun.  Masyarakatpun  yang beragama Budha, Hindu tidak mempermasalahkan. Hingga akhirnya Raja Kediri mengetahui keberadaannya. Ia tahu kalau ada putri dari Kesultanan Perlak  tinggal di Leran.
Raja Kediri pun mengundang ke istananya untuk mengetahui maksud kedatangannya. Saat datang  raja melihat akan kecantikan  dan budi baik  Fatimah  bin ti Maimun Meskipun dibalut kerudung kain  sutra.  Fatima binti Maimun bersedia menjadi  istri kerajaan Kediri. Tapi sayangnya Raja Kerajaan Kediri tidak bersedia menikahi. karena berbeda agama dan istrinya sudah banyak sekali.
Penolakan itu menjadikan Fatimah binti Maimun pulang kembali di Leran dengan tangan  hampa.  Tapi beberapa hari kemudian Raja Kediri  merasa menyesal telah melakukan penolakan. 
Selanjutnya  Fatimah binti Maimun pulang menuju  Desa  Leran  dan tidak kembali ke Perlak Aceh. Tidak lama kemudian  muncul  muncul musibah yang membuat banyak warga sekitarnya meninggal dunia.  Wabah penyakit itupun akhirnya menimpanya. Sejumlah tabib untuk menyembuhkan  tidak berhasil dan akhirnya meninggal dunia.
Fatimah binti maimun wafat pada 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M) berdasarkan prasasti yang ditemukan disamping makam, saat masih berusia 18 tahun. Beserta 4 dayangnya, Siti Fatimah wafat saat masih perawan.
"Keikhlasannya menyediakan diri untuk dinikahkan dengan raja Budha demi  agama Islam. Sungguh sebuah pengorbanan yang luar biasa kala itu,"ujar H.A Hasyim juru kunci  makam Fatima binti Maimun..
Jenazah nya dimakamkan bersama barang-barang peninggalannya. Berupa pusaka dan harta pemiliknya karena tidak ada ahli waris yang sah, dan dikhawatirkan akan dikuasai penguasah kerajaan yang masih memeluk agama Budha. Oleh karena itu,  ukuran makam jauh lebih panjang dari makam umumnya.
Makam Siti Fatimah terletak di dalam sebuah cungkup persegi dengan luas 4x6 M dan tinggi 16 M. Cungkup tersebut berbahan batu kapur yang diambil dari gunung Suci, Manyar.
Berbeda dengan bangunan makam wali pada umumnya, cungkup makam Siti Fatimah Binti Maimun menyerupai sebuah candi pada masa Hindu-Budha. Konon, cungkup itu dibangun oleh seorang raja Budha yang hendak disunting Sultan Machmud Syah Alam.
Pembangunan Makam Siti Fatimah merupakan bukti penyesalan sekaligus menebus rasa bersalah raja Kerajaan Budha ini yang kurang bersahabat dengan kehadiran rombongan keluarga Sultan Machmud Syah Alam yang hendak meminang dirinya untuk dinikahkan dengan Siti Fatimah sebagai selirnya.

Makamnya
Selain makam Siti Fatimah Binti Maimun, didalam cungkup tersebut juga terdapat makam 4 dayangnya, yakni Putri Seruni, Putri Keling, Putri Kucing, dan Putri Kamboja. Sedangkan di luar cungkup, terdapat beberapa makam kerabat Siti Fatimah yang konon turut mengantar Siti Fatimah menyebarkan Islam di tanah Jawa. Menariknya, diantara banyak makam tersebut, terdapat 8 makam panjang yang menyita perhatian banyak orang. Makam panjang tersebut terdiri dari 6 makam panjang berukuran 9 meter dan 2 makam panjang berukuran 6 meter. Pemilik dari 8 makam panjang tersebut adalah Sayid Jafar, Sayid Kharim, Sayid Syarif (ketiganya paman Siti Fatimah), Sayid Jalal, Sayid Jamal, Sayid Jamaluddin, Raden Ahmad, dan Raden Said.
Selain itu, tedapat pula beberapa makam warga sekitar. Konon, dulunya area makam Siti Fatimah Binti Maimun merupakan tempat pemakaman umum. Tetapi, semejak tahun 1973 atau saat Makam Siti Fatimah Binti Maimun diambil alih Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, area makam tersebut tidak lagi dibolehkan menjadi pemakaman umum.
Keadaan makam sendiri bisa dibilang cukup terawat. Selain kebersihan area makam yang terjaga, keaslian bangunan makam juga benar-benar diperhatikan. Bahkan, H Hasyim Ali sangat berterima kasih atas kepedulian BP3 terhadap perawatan makam selama ini. HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat