Selasa, 24 Desember 2013

Kiai The Ling Sing


Kisah Kiai Telingsing Berdakwah di Kudus

Guru Utama Seni Ukir Sunan Kudus

Nama Kiai Telingsing tidak asing bagi masyarakat Kudus. Beliau merupakan salah satu ulama besar pada era peralihan pengaruh Hindu ke Islam. Kiai Telingsing adalah tokoh ulama dari Cina yang juga penasihat Sunan Kudus. Berikut ini kisahnya:

Kiai Telingsing memang termasyhur karena pekerjaannya. Sebelumnya, ia seorang juru sungging atau pemahat dari Cina, nama aslinya Tee Ling Sing. Karena keahliannya memahat dengan alat sungging, kemudian mengilhami terjadinya kampung Sunggingan. Semasa hidup, Kiai Telingsing ikut menyebarkan Islam secara diam-diam saat zaman Hindu. Bukan berarti pada saat itu menyebarkan Islam dilarang, namun ia lebih menyukainya dengan cara demikian demi menghormati masyarakat Hindu.
Sebelum Jepara terkenal sebagai kota ukir, kota Kudus terlebih dahulu terkenal sebagai pusat ukir. Ukiran diperkenalkan kepada masyarakat Kudus saat imigran terkenal dari kota Yunan-Cina, The Ling Sing, datang di abad ke-15. Dia datang ke Kudus tidak hanya menyebarkan agama Islam, tetapi juga mengajarkan seni ukir kayu. Ukirannya dikenal dengan sebutan, Sung Ging, yang terkenal kehalusannya serta adikarya yang menakjubkan. Sunan Kudus pun menjadi muridnya dalam bidang seni ukir.
Ilmu seni ukirnya kemudian dipraktikkan masyarakat Kudus dan dijadikan sebagai ladang bisnis ukiran kayu pada pintu rumah. Oleh karena itu, dari abad ke-16 sampai abad 18, pengrajin ukir kayu Kudus menerima berbagai pesanan untuk membangun rumah kayu. Bahan utamanya kayu jati dengan kualitas terbaik yang disuplai dari hutan Blora, Tuban, dan Bojonegoro.
Semula, ia bukan pemeluk Islam. Namun karena kasoran (kalah) ilmu dengan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq sewaktu berguru dengan Kiai Telingsing, memilih masuk Islam. The Ling Sing kemudian dikenal sebagai mubaligh (penyebar Islam) yang dikenal dengan nama Kiai Telingsing. Nama ini kini diabadikan menjadi nama jalan besar di Kota Kudus. Di Kudus juga terdapat kampung yang bernama Sunggingan, diperkirakan dari sebutan Kiai Telingsing.
Caranya dengan mengajarkan bagaimana beribadah dengan khusyuk kepada masyarakat. Karena kesabarannya itu, banyak orang tertarik dan memeluk agama Islam. Memang hal ini tidak banyak diketahui banyak orang. Sebagai ulama besar, ia rendah hati, tidak sombong, dan peduli terhadap sesama. Sosoknya patut diteladani. Sampai akhir hayatnya, jasa-jasanya dalam ikut menyebarkan Islam tetap dikenang,’’ kata Munawir, juru kunci makam Kiai The Ling Sing.
Ketika Islam masuk di Kudus, Tee Ling Sing (nama asli Kiai Telingsing) ikut memeluk Islam yang disebarkan Ja’far Shodiq. Namun karena Kiai Telingsing meninggal dunia, ia tak dapat meneruskan amanat sebagai penasihat Sunan Kudus. Dia dimakamkan di Desa Sunggingan, Kecamatan Kota, Kudus. Nama Sunggingan, diperkirakan dari sebutan Kiai Telingsing.

Makamnya
Makam Kiai Telingsing sering didatangi peziarah dari berbagai penjuru baik dari Kudus maupun luar kota. Di sekitar makam Kiai Telingsing juga terdapat puluhan makam lain. Menurut sejarah, kompleks makam ini dulunya dipakai sebagai tempat pemakaman umum.
Ini terlihat di sekeliling makam Kiai Telingsing banyak nisan yang tidak ditulis nama-nama yang meninggal. Namun ada yang mengatakan, makam di sekelilingnya para kerabat Kiai Telingsing.
Sebagian besar kompleks makam Kiai Telingsing, bentuk bangunannya masih asli, dan makam ini mirip dengan bangunan zaman Hindu. Bangunan aslinya terbuat dari bata merah kuno, ukuran besar, dengan sistem gosok tanpa perekat. Makam ini berukuran panjang 1.296 cm, lebar 12 cm dan tinggi nisan 48 cm, terbuat dari bata merah kuno.
Berdasarkan teknik dan bahan yang digunakan, masjid ini sezaman dengan Masjid Menara Kudus. Hanya tahun berapa Kiai Telingsing meninggal belum diketahui. Ketika Munawir membukakan pintu bagian depan makam Kiai Telingsing, ia memberikan beberapa penjelasan mengenai dua pintu depan yang berukuran kecil, tingginya kurang dari 150 cm. Pintu ini semula tinggi, namun karena sesuatu hal bangunan dan pintu mlorot (turun) menjadi pendek seperti ini. Kalau mau masuk ke makam, kepala harus menunduk karena memang rendah untuk dilalui. Filosofi pintu pendek ini dapat diartikan kalau masuk ke dalam makam harus meminta izin atau kulanuwun dengan menundukkan kepala.
HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat