Kamis, 16 Oktober 2014

perang Diponegoro 4

Jejak Perang Jawa Pangeran Diponegoro (4)

Siasat Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo
Tak jauh dari Bakorwil II Eks Karisidenan Kedu dan Surakarta di Magelang, Jawa Tengah, terdapat sebuah cungkup makam keramat yang dipercaya sebagai petilasan Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo. Berikut ini kisahnya.


Makam Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo berada di dekat Kali Progo yang mengalir di barat Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro alias Bakorwil II Eks Karisidenan Kedu Surakarta. Raden Ali Basah Sentot adalah salah satu Manggala Yudha Pangeran Diponegoro yang dikenal sakti mandraguna.
Selama ini, Makam Raden Ali Basah Sentot Prawiryodirjo dipercaya berada di Bengkulu. Kisahnya berawal ketika Raden Basah itu bersiasat dan memilih menjadi tentara bayaran kompeni Belanda. Karena Pangeran Diponegoro telah ditangkap Belanda. Guna meneruskan perjuangan yang belum selesai.
Jika tetap melawan, maka sudah barang tentu akan ditangkap tentara Belanda. Oleh karena itu, ia pura-pura bersedia menjadi tentara bayaran Belanda guna mendapatkan senjata. Raden Ali Basah lalu dikirim ke Sumatra Barat dengan tugas melawan pemberontakan Padri. Tetapi pada kenyataannya Raden Ali Basah Sentot mendukung perjuangan kaum Padri. Hingga akhir hayatnya pada 17 April 1855, dimakamkan di Bengkulu.
Jauh sebelum terkena bujuk rayu kompeni Belanda, Raden Ali Basah Sentot merupakan salah satu senopati perang Pangeran Diponegoro yang sakti dan setia. Pada perundingan licik di Karisidenan Kedu, Raden Basah Sentot juga turut serta dalam rombongan. Menjadi lumrah, manakala kemudian tak jauh dari Karisidenen Kedu Surakarta tersebut terdapat makam yang dipercaya sebagai petilasan Raden Basah Sentot yang terkenal dengan sebutan Makom Mbah Basah.
Kendati hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari Karisidenan Kedu Surakarta, Makom Mbah Basah sulit ditemukan. Letaknya berada di sudut selatan timur Pedukuhan Kayuares, di bantaran Sungai Progo yang tersembunyi di balik hamparan luas persawahan desa setempat. Makom Mbah Basah terasa wingit, lantaran berada sendiri di tengah pojok desa yang sangat sepi. Sementara itu, pohon kamboja di belakangnya menghiasi cungkup makom yang berpagar keliling setinggi satu meter.
Petilasan Ali Basah Sentot dibuatkan nisan dan bertuliskan namanya dalam huruf aksara Jawa. Sementara itu di pagar bagian depan cungkup makam bertuliskan nama sang juru kunci makam, Mbah Narko Bilowo. Memandang keluasan kompleks Makam Mbah Basah di pekarangan kosong yang rimbun oleh semak dan pepohonan liar, membuat suasana pengepungan Belanda ketika terjadi proses perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Jenderal De Kock bisa terasakan. Sangat mungkin, jika kemudian di tempat itu ada petilasan Raden Ali Basah Sentot yang ketika dalam perundingan memang turut serta mengiringi keberangkatan Pangeran Diponegoro.
Masih jarang orang mengetahui keberadaan Makom Mbah Basah. Warga setempat menyebutnya makom, yang berarti petilasan dan bukan makam yang berarti kuburan. Menurut Mbah Narko, Makom Mbah Basah ditemukan secara tidak sengaja. Ketika itu tahun 1968, ada seorang warga setempat bernama Mbah Wiryo yang tak berani pulang ke rumah lantaran kalah berjudi.
Karena takut pulang, Mbah Wiryo memilih tidur di bawah pohon beringin besar di pinggir desa. Saking lelahnya, di tempat yang sebenarnya cukup membuat bulu kuduk merinding itu Mbah Wiryo terlelap tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, Mbah Wiryo seperti mendengar suara yang menyuruhnya pulang dan bertobat.

Batu Pasujudan
Pada lain waktu, kejadian aneh kembali terjadi. Salah seorang warga kesurupan dan meminta diantarkan ke lokasi Makom Mbah Basah. Akibat kejadian itu, Mbah Wiryo lalu meyakini tempatnya bermalam ketika kalah berjudi memang merupakan petilasan tokoh sakti. Lalu dari kontak batin diketahui tempat itu merupakan petilasan Raden Basah Sentot Prawiryodirjo.
Mbah Wiryo kemudian memberinya tanda dengan membangunkan cungkup kecil dan dikeramatkan. Sejak itu, banyak orang berdatangan untuk bertirakat menyampaikan ujub. Dari sekian pelaku tirakat yang kabul ujubnya, dibangunlah petilasan Mbah Basah seperti yang terlihat sekarang.
Mbah Narko mengatakan, tak ada pantangan untuk bertirakat di Makom Mbah Basah. Namun permintaan jelek seperti meminta nomor togel atau berjudi bisa mendatangkan walat. Menurutnya, sudah banyak pelaku tirakat yang meminta ujub perjudian berakhir dengan malapetaka.
Kendati sampai kini masih banyak orang laku tirakat di Makom Mbah Basah, namun jarang warga di desa itu yang mengetahui keberadaan makom. Warga setempat lebih mengetahui tentang keberadaan watu pasujudan, yang berada di tengah aliran Kali Progo di barat Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro.
Watu Pasujudan itu dianggap aneh lantaran ketika banjir besar batu tersebut tidak tenggelam. Namun warga kini sudah mengetahui, tidak tenggelamnya watu pasujudan itu karena memang batu itu merupakan dataran kecil di tengah aliran Sungai Progo. Batu itulah petilasan Pangeran Diponegoro, yang ketika menjelang perundingan dibangun gubuk untuk bersembahyang. Batu itu sampai kini juga masih ada, dan hanya sejumlah orang tertentu yang berani laku tirakat di atas batu tersebut. KOKO T.



0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat