Minggu, 17 September 2017

Sunan Kuning Tulungagung



Kisah Sunan Kuning Menyebarkan Islam di Tulungagung
Mengislamkan Penyembah Batu dan Pohon
Zaenal Abidin merupakan tokoh penyebar agama Islam  di kawasan barat dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tulungagung. Masyarakat luas menyebutnya dengan sebutan Sunan Kuning. Siapakah dia sebenarnya. Berikut ini kisahnya. 

Nama asli Sunan Kuning adalah  Zainal Abidin berasal dari Jawa Tengah. Ketika usia muda    nyantri di Pondok  Pesantren yang dipimpin Kiai Mohammad  Besari, tokoh ulama yang cukup ternama dan disegani asal Jetis, Ponorogo. Waktu itu iam mendapat  tanah perdikan dari Sunan Pakubuwono II dari Keraton Surakarta.
Selama menjadi santri, termasuk santri yang memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Karena mampu menguasai ilmu agama Islam secara  menyeluruh mulai tafsir, hadis, al qur'an dan kitab-kitab kuning.
Usai menuntut ilmu di Kota Reog, itu Sunan Kuning diberikan tugas atau amanat untuk menyebarkan agama Islam di daerah timur. Yakni, Tulungagung dan sekitarnya, termasuk Blitar dan Kediri. Karena 3 daerah tersebut masih banyak  yang belum memeluk agama Islam. mengingat dulunya merupakan wilayah kekuasaa kerajaan Kediri dan Majapahit.
Zainal Abidin diyakini menginjakkan kaki di Tulungagung sekitar tahun 1727 silam. Kedatangannya beliau dikuatkan oleh sumber  dari  buku Sejarah dan Babat Tulungagung yang diterbitkan di oleh Pemkab Tulungagung,
Perlu diketahui bahwa, sebelum Desa Macanbang seperti sekarang ini, dulunya merupakan kawasan hutan belantara yang sangat angker. Selain dihuni banyak binatang buas, juga dihuni oleh berbagai macam makhluk halus yang amat menyeramkan. Saking angkernya, tidak setiap manusia berani merambahnya. Ibaratnya, jalma mara, jalma mati. Artinya, siapa yang berani merambah hutan ini, hampir bisa dipastikan akan pulang tinggal nama
"Di daerah Tulungagung pada waktu tersebut, masih hutan belantara. pohon-pohon besar masih banyak.Sehingga memungkinkan untuk warga mengkeramatkan hingga melakukan penyembahan. Hal itulah yang memicu hati Sunan Kuning untuk meluruskan,"ungkap Kiai Suud salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Fatah Tulungagung..
Kedatangannya di Tulungagung  Zaenal Abidin diikuti santri-santrinya mengajarkan kepada warga Tulungagung dan sekitar, untuk memeluk agama Islam secara utuh. Tetapi ada saja halangan. Termasuk hinaan atau dipandang miring dari masyarakat yang belum memeluk agama Islam. Bahkan ada penentangan secara halus.
Halangan dan hinaan tidak membuat Sunan Kuning menyerah begitu saja. ia tetap terus menyebarkan agama Islam ditengah-tengah masyarakat yang masih menyembah batu dan pohon.
Model dakwahnya dengan cara-cara yang santun. Lebih banyak  memberikan contoh daripada berbicara. kalau berbicara hanya dengan santri-santrinya yang belajar kepadanya. Tidak ada  cacian maupun hujatan kepada pemeluk agama dan keparcayaan lain. Hingga akhirnya banyak umat Islam yang memeluk agama Islam.
Setelah banyak pengukutnya, Sunan Kuning mendirikan sebuah masjid untuk kegiatan belajar agama Islam dan shalat berjamaah. Saat itupula  kondisi umat Islam mulai tertata dan tidak ada yang menghalangi di daerah Bonorowo waktu itu.   Masjid Macanbang sendiri dibangun tanpa kubah, juga tanpa menara. Atapnya seperti kebanyakan bangunan joglo. Hanya saja bersusun tiga. Sepintas, seperti masjid zaman kerajaan Demak.
Dulu, di depan masjid terdapat kubahan batu besar yang menyerupai kolam. Bahkan, tembok-tembok pagar batu bata mirip batu candi yang berukuran besar. Tembok pagar tersebut hingga kini masih berdiri dengan kokoh. Sementara kubangan kini telah tiada.
Di masjid, juga terdapat bebera  benda kuno yang diperkirakan peninggalan Sunan Kuning. Benda-benda yang dimaksud, antara lain berupa mimbar tempat berkhotbah, dampar un­tuk tadarusan, kentongan serta bedhug. Benda-benda ini, hingga sekarang masih bisa didapati. Hanya saja, un­tuk mimbar tempat ber­khotbah dan dampar untuk tadarusan, warnanya sudah tidak asli lagi. Kesannya, baru dicat dengan warna hijau.
Selama sekian tahun berdakwah di  Tulungagung akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di belakang masjid. di Dusun Krajan, Desa Macanbang, Kecamatan Gondang. Tulungagung.
Makamnya
Makam Sunan Kuning dalam perkembangannya menjadi salah satu tempat yang ramai diziarahi. Terutama di malam Jumat Legi. Tak hanya dari Tulungagung dan sekitarnya, tetapi juga dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Maklum, Zainal Abidin konon berasal dari Jawa Tengah
Makam Sunan Kuning nyaris tak pernah sepi dari peziarah. Menurut Dulgani, hampir setiap hari peziarah itu selalu ada. Hanya saja, jumlahnya tidak pasti. Di hari-hari tertentu, memang terjadi lonjakan peziarah. Ledakan pengunjung ini, biasa terjadi pada malam Jumat Legi atau pada tanggal 1 Suro. Para pe­ziarah itu datang dari berbagai pen- juru daerah untuk ngalab berkah.
Makam Sunan Kuning dan para pengikutnya sendiri berada dalam sebuah bangunan cungkup. Untuk menziarahinya, seseorang harus melalui sebuah pintu khusus. Di- katakan pintu khusus, karena tinggi pintu cungkup tersebut tidak lazim. Saking tidak lazimnya, peziarah ha­rus membungkuk untuk bisa melewati pintu tersebut. HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat