Laskar Santri
Indonesia
telah merdeka 71 tahun silam dan kita sebagai kaum santri hendaknya berbangga
diri. Karena peran kaum santri dalam mendirikan, memperjuangkan, dan mempertahankan
kemerdekaan tidak diragukan lagi dalam sejarah perjuangan bangsa ini yang telah
memakan waktu cukup lama. Santri memiliki andil dalam memajukan peradaban,
budaya, dan pendidikan di masyarakat. Mereka telah mengajarkan masyarakat
Indonesia tentang kesamaan derajat dan arti pentingnya persatuan dan kesatuan
dalam mewujudkan masyarakat yang kuat dan berdaulat menuju keadilan sosial.
Peran
perjuangan kaum santri mulai tampak bersatu seiring berdirinya beberapa
organisasi Islam dan barisan hizbullah dan sabilillah. Dengan peran-peran
itulah, kaum santri dan pemuda Islam berjuang dari satu daerah ke daerah yang
lain untuk melumpuhkan kekuatan diplomasi dan milisi Belanda. Dari medan
perang, santri bergerak dalam barisan hizbullah dan sabilillah, sedang di meja
perundingan santri bergerak dalam organisasi perjuangan.
Peran
kiai dan santri dari kalangan pesantren-pesantren yang dinaungi oleh pimpinan
KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945. Dalam
fatwanya tersebut bahwa perang membela Tanah Air Indonesia merupakan perang
suci.
Tidak
lama fatwa itu dikeluarkan pemuda Sutomo segera datang berkonsultasi guna minta
restu dimulainya perlawanan terhadap tentara Inggris. Pemuda Sutomo atau Bung
Tomo, pemimpin dari Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) dengan
berpegang teguh pada fatwa dari tokoh karismatik pesantren, KH Hasyim Asy’ari,
kemudian mengucapkan pidato berapi-api melalui radio BPRI.
Tanggal
10 November 1945, pihak Inggris membuktikan ancamannya kepada pihak Surabaya. Militer
Inggris lumayan besar jumlahnya dengan mengerahkana ribuan pasukan, dari
beberapa kapal perang, puluhan tank dan kendaraan militer lainnya baik pesawaat
pengebom modern untuk strategi menyerang hingga membombardir Kota Surabata yang
telah ditinggalkan oleh penduduk wanita serta anak-anak.
Pemuda
revolusioner yang meliputi laskar santri dan laskar-laskar kesatuan lainnya
memenuhi Kota Surabaya. Meski kalah dalam persenjataan para laskar dan pemuda
dengan gigih dan bersemangat mempertahankan Kota Surabaya.
Dalam
pertempuran pekikan-pekikan dan teriakan-teriakan menyebutkan “Allahu Akbar”
dan “Merdeka” menyatu dengan desingan peluru dan dentuman bom untuk
membangkitkan semangat perlawanan. Dalam kurun waktu tiga minggu Kota Surabaya
benar-benar menjadi ajang pertempuran paling besar yang pernah terjadi dalam
sejarah Revolusi Kemerdekaan.
Di
tengah kegigihan bertempur dari barisan laskar santri dan pemuda yang
mempertahankan Kota Surabaya tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa
peran santri bagi bangsa Indonesia untuk memperjuangkan revolusi Indonesia
sangat ikut andil dan bersama-sama mempertahankan kemerdekaan Negara Republik
Indonesia.
Bagi
kaum santri, perjuangan memerdekakan tanah air tercinta adalah wajib hukumnya.
Lebih-lebih bangsa Indonesia pada waktu itu berpenduduk Islam terbesar.
Sehingga membela tanah airnya sekaligus juga membela agamanya.
Kini,
umur kemerdekaan kita sudah 71 tahun. Sebuah pencapaian usia yang cukup tua.
Ratusan tahun kaum santri telah berperan dalam perjuangan bangsa ini sejak
belum lahirnya Indonesia. Sudah pantas Presiden Negara Republik Indonesia yang
ke-7 yakni Presiden Joko Widodo melayangkan Keputusan Presiden (Keppres)
meresmikan dan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Dan
penetapan Hari Santri Nasional tentu tidak mengurangi, apalagi menafikan nilai
patriotisme dan heroisme tokoh-tokoh lain dalam insiden sejarah tersebut.
Oleh
karena itu, kita sebagai santri hendaknya tetap terus mengawal kemerdekaan
bangsa Indonesia hingga akhir hayat. Sebab telah berikrar NKRI merupakan sebuah
harga mati yang tidak boleh diingkari.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat