Memilih Pemimpin yang Amanah
Setelah bangsa Indonesia
memasuki era reformasi dengan tumbangnya penguasa Orde Baru bukannya negara ini
semakin membaik, melainkan mengalami keterpurukan dalam bidang demokrasi. Boleh
dibilang salah menafsirkan demokrasi dalam berpolitik. Hal ini terlihat dalam
Pilkada DKI dengan menggunakan agama sebagai kedok berpolitik. Hingga akhirnya
suasana menjadi gaduh.
Politik tidak digunakan
sebagai ajang memilih pemimpin yang baik, melainkan memilih pemimpin sesuai
dengan golongan dan kepentingan partai. Bukannya memilih pemimpin yang dapat
membawa Jakarta akan lebih baik dari sebelumnya. Mengingat Pilkada DKI
merupakan barometer nasional.
Oleh karena itu, kita sebagai
seorang muslim hendaknya memilih pemimpin yang sesuai dengan ajaran Islam. Jika
hal itu dilakukan, maka otomatis sistem demokrasi di Pilkada DKI akan berjalan
dengan damai dan aman. Karena menjadi pemimpin itu amat berat dan diminta
pertanggungjawaban nantinya kepada Allah. Juga jika pemilih salah memilih
pemimpinnya, maka akan menerima penderitaan selama 5 tahun. Untuk itulah,
jangan sampai salah memilih Gubernur DKI karena sudah ada tiga pilihan.
Untuk dapat memilih Gubernur
DKI yang baik, maka diperlukan pemimpin yang memiliki sifat amanah, fatonah,
tablig. Maksud bahwa pemimpin yang amanah itu adalah pemimpin yang selalu
mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan peribadi maupun
partainya. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan dalam kehidupan masyarakat.
Semua rakyat dilayani dengan baik. Tanpa membeda-bedakan dari golongan partai
mana pun.
Kemudian maksud pemimpin
fatonah adalah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Mampu
menerjemahkan kepentingan dan keinginan rakyatnya. Bahkan mampu mengatasi
berbagai persoalan rakyatnya yang datangnya tidak terduga akibat bencana alam.
Sedangkan maksud dari pemimpin
Indonesia yang memiliki sifat tablig adalah mampu memberikan penjelasan secara
jujur dan dapat memberikan motifasi agar bisa bangkit dari keterpurukan dan
kemiskinan yang dialami rakyatnya. Sebab selama ini pemimpin-pemimpin kita
enggan menyampaikan kebenaran. Lebih banyak menyampaikan kebohongan.
Jika tiga sifat tersebut
dimiliki para pemimpin bangsa Indonesia saat ini, maka sudah barang tentu tidak
akan muncul gerakan sparatis di berbagai daerah. Rasulullah telah mencontohkan
sendiri, ketika beliau memimpin kota Makkah dan Madinah tidak ada gejolak.
Padahal sebelum beliau berkuasa, di kedua kota tersebut tidak aman, banyak
sekali pemberontakan, sehingga timbul pertumpahan darah antara kabilah dan
suku.
Barangkali sifat kepemimpinan
Rasulullah ini patut dicontoh oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang kini
sedang memegang kekuasaan. Karena sifat itu sudah teruji kebenarannya. Bahkan
telah dipraktikkan oleh Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab, Salahuddin Al
Ayyubi di Mesir, dan sejumlah penguasa muslim di zaman kejayaan Islam di Bagdad-Irak,
Cordova-Spanyol, dan Turki di abad pertengahan.
Kedepannya kita memunculkan
pemimpin dari umat Islam. Karena selama ini kita mencalonkan pemimpin dari
kelompok yang lain. Semoga saja terwujud cita-cita kita sebagai umat Islam
menciptakan dan memilih pemimpin yang mampu menjalankan syariat Islam.
Jangan sampai salah pilih
Gubernur DKI. Karena kita telah memiliki kriteria sesuai dengan konsep
kepemimpinan dalam ajaran Islam. Kita gunakan konsep tersebut. Jangan
menggunakan konsep yang lain. Insyaallah nantinya akan amanah selama menjadi
Gubernur DKI. Sebab tugas sangat berat memimpin Jakarta yang penuh dengan
kemacetan dan banjir.HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat