Rabu, 19 Oktober 2016

Renung Pemimpin Amanah


Memilih Pemimpin yang Amanah

Setelah bangsa Indonesia memasuki era reformasi dengan tumbangnya penguasa Orde Baru bukannya negara ini semakin membaik, melainkan mengalami keterpurukan dalam bidang demokrasi. Boleh dibilang salah menafsirkan demokrasi dalam berpolitik. Hal ini terlihat dalam Pilkada DKI dengan menggunakan agama sebagai kedok berpolitik. Hingga akhirnya suasana menjadi gaduh.
Politik tidak digunakan sebagai ajang memilih pemimpin yang baik, melainkan memilih pemimpin sesuai dengan golongan dan kepentingan partai. Bukannya memilih pemimpin yang dapat membawa Jakarta akan lebih baik dari sebelumnya. Mengingat Pilkada DKI merupakan barometer nasional.
Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya memilih pemimpin yang sesuai dengan ajaran Islam. Jika hal itu dilakukan, maka otomatis sistem demokrasi di Pilkada DKI akan berjalan dengan damai dan aman. Karena menjadi pemimpin itu amat berat dan diminta pertanggungjawaban nantinya kepada Allah. Juga jika pemilih salah memilih pemimpinnya, maka akan menerima penderitaan selama 5 tahun. Untuk itulah, jangan sampai salah memilih Gubernur DKI karena sudah ada tiga pilihan.
Untuk dapat memilih Gubernur DKI yang baik, maka diperlukan pemimpin yang memiliki sifat amanah, fatonah, tablig. Maksud bahwa pemimpin yang amanah itu adalah pemimpin yang selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan peribadi maupun partainya. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Semua rakyat dilayani dengan baik. Tanpa membeda-bedakan dari golongan partai mana pun.
Kemudian maksud pemimpin fatonah adalah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Mampu menerjemahkan kepentingan dan keinginan rakyatnya. Bahkan mampu mengatasi berbagai persoalan rakyatnya yang datangnya tidak terduga akibat bencana alam.
Sedangkan maksud dari pemimpin Indonesia yang memiliki sifat tablig adalah mampu memberikan penjelasan secara jujur dan dapat memberikan motifasi agar bisa bangkit dari keterpurukan dan kemiskinan yang dialami rakyatnya. Sebab selama ini pemimpin-pemimpin kita enggan menyampaikan kebenaran. Lebih banyak menyampaikan kebohongan.
Jika tiga sifat tersebut dimiliki para pemimpin bangsa Indonesia saat ini, maka sudah barang tentu tidak akan muncul gerakan sparatis di berbagai daerah. Rasulullah telah mencontohkan sendiri, ketika beliau memimpin kota Makkah dan Madinah tidak ada gejolak. Padahal sebelum beliau berkuasa, di kedua kota tersebut tidak aman, banyak sekali pemberontakan, sehingga timbul pertumpahan darah antara kabilah dan suku.
Barangkali sifat kepemimpinan Rasulullah ini patut dicontoh oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang kini sedang memegang kekuasaan. Karena sifat itu sudah teruji kebenarannya. Bahkan telah dipraktikkan oleh Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab, Salahuddin Al Ayyubi di Mesir, dan sejumlah penguasa muslim di zaman kejayaan Islam di Bagdad-Irak, Cordova-Spanyol, dan Turki di abad pertengahan.
Kedepannya kita memunculkan pemimpin dari umat Islam. Karena selama ini kita mencalonkan pemimpin dari kelompok yang lain. Semoga saja terwujud cita-cita kita sebagai umat Islam menciptakan dan memilih pemimpin yang mampu menjalankan syariat Islam.
Jangan sampai salah pilih Gubernur DKI. Karena kita telah memiliki kriteria sesuai dengan konsep kepemimpinan dalam ajaran Islam. Kita gunakan konsep tersebut. Jangan menggunakan konsep yang lain. Insyaallah nantinya akan amanah selama menjadi Gubernur DKI. Sebab tugas sangat berat memimpin Jakarta yang penuh dengan kemacetan dan banjir.HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat