Rabu, 18 September 2013

Abu Nawas

Abu Nawas di Jaman Khalifah Harun Al Rasyid Kerajaan Abbasyiah di Bagdad Penyair Yang Pandai Mengarang dan Tipu Muslihat Abu Nawas adalah putra dari seorang hakim dari Persia. Dia adalah penyair yang cerdik dan pandai mengarang cerita lucu-lucu bahkan jorok. Dibumbui dengan cerita tentang tipu muslihat dan kecerdikan. Soal tipu muslihat dan kecerdikan inilah dijadikan siasat untuk menghadapi musuh-musuhnya oleh Khalifah Harun Al Rasyid. Sekarang siasat tersebut digunakan Presiden Sadam Hussein untuk mempertahankan kekuasaannya dan menghabisi musuh-musuhnya di dalam negeri maupun pasukan koalisi. Putra Seorang Hakim Kerajaan Nama Abu Nawas dalam sejarah Islam sudah tidak asing lagi. Nama aslinya adalah Hasan Ibn Hani. Lahir sekitar tahun 120 H di Persia wilayah Irak selatan sekarang dan meninggal tahun 195 H/810 M. Dia hidup pada jaman khalifah Harun Al Rasyid dari kerajaan Bani Abbasyiyah yang berpusat di Bagdad. Ayah Abu Nawas adalah seorang ahli hukum dan hakim yang cukup disegani pada jaman Khalifah Harun Al Rasyid (786-809 M) dari dinasti kerajaan Abbasyiah. Banyak persoalan-persoalan tentang hukum yang diselesaikan dengan bijak oleh ayahnya. Sehingga hukum Islam benar-benar ditegakkan. Tapi keahlian hukum yang dimiliki ayahnya itu tidak diajarkan kepada Abu Nawas, melainkan pelajaran sastra yang diajarkan melalui guru-guru sastra. Dari sastra inilah dia mulai mengenal penyair-penyair yang terkenal di kota Bagdad. Waktu itu para pujangga atau penyair mendapatkan tepat utama di jaman Khalifah Harun Al Rasyid. Dari pergaulannya dengan para penyair itulah menjadikan Abu Nawas berminat besar mempelajari karya sastra. Untuk itulah dia melakukan perjalanan di berbagai kerajaan Timur Tengah guna memperdalam ilmu sastra pada penyair-penyair terkenal waktu itu. Hasilnya cukup memuaskan. Dia menjadi seorang penyair ternama di jajirah Arab. Ribuan orang mengagumi karya-karyanya yang dianggap berbeda dengan penyair sebelumnya. Yaitu lucu, cerdik, kritis, dan penuh tipu muslihat. Orang yang mendengarkan ceritanya dipastikan senang dan tertawa baik lewat tulisan maupun lesan. Seperti Kisah Seribu Satu Malam yang mengagumkan itu hingga kini. “Bahkan kota Bagdad mendapat sebutan sebagai kota seribu satu malam itu bermula dari Abu Nawas. Dia sangat pandai mendongeng, melawak dan cerdik dalam hal tipu muslhat,”ujar DR Ali Mufodi, MA Pakar Timur Tengah dan dosen sejarah Islam Pasca Sarjana IAIN Snan Ampel Surabaya. Tinggal Diistana Kepiawaian Abu Nawas dalam membuat syair membuat Khalifah Harun Al Rasyid tertarik. Kemudian dijadikan sebagai anak asuh di dalam istana kerajaan Dinasti Abbasyiah di kota Bagdad. Di dalam istana tersebut dia semakin pandai mendongeng dengan cerita-cerita yang lucu penuh dengan kecerdikan dan bahkan jorok. Cerita-cerita lucu dan penuh kecerdikan dalam karya Abu Nawas menjadikan inspirasi bagi Khalifah Harun Al Rasyid untuk memperdaya lawan-lawan politiknya. Seperti menghabisi kaum Alawiyin di sebelah selatan laut Kaspia, keluarga Barmak dan kerajaan Bizantium dengan bujukan lembut disertai tipu muslihat. Dengan siasat cerdik yang dimiliki Abu Nawas itulah, Harun Al Rasyid menjadi seorang khalifah mampu membawa kerajaan mencapai puncak peradaban pada Dinasti Abbasyiah. Dimana wilayahnya membentang dari Maroko di sebelah barat hingga India sebelah Timur. Musuh-musuhnya yang mencoba menyerang ke Bagdad mengalami kegagalan. Tanpa harus dihadapi dengan kekuatan tentara yang cukup besar. Kecerdikan Abu Nawas yang dipakai khalifah Harun Al Rasyid sampai sekarang dipakai oleh Sadam Hussein untuk merebut dan mempertahankan kekuasaannya. Hal ini dibuktikan ketika Sadam dan tentara melakukan pemberontakan kepada Inggris tahun 1950 agar hengkang dari Bagdad dan melakukan pemberontakan bersama tentara kepada Raja Faesol boneka Inggris tahun 1958 M. Pemberontakan tersebut berhasil yang kemudian mendirikan negara Republik Irak. Kini kecerdikan Abu Nawas itu dipakai kembali oleh Sadam Hussein dalam perang melawan Pasukan Koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Spanyol. Dimana tentara Irak tidak menggunakan seragam kebesaran, melainkan memakai baju biasa dan membaur dengan rakyat. Kecerdikan Abu Nawas tersebut rupanya membawa hasil. Sehingga pasukan koalisi tidak mampu menggulingkan dalam waktu yang cepat. Bahkan diantara mereka saling bunuh, tembakan rudalnya meleset, pikirinya dilanda setres dan menghadapi kendala yang jauh dari perhitungan semula. husnu mufid

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat