Selasa, 22 November 2016

Klenteng Hok An Kiong Surabaya



Mengungkap Keberadaan Klenteng Hok An Kiong
Surabaya
Untuk Sembayang Pedagang yang Baru Datang dari Tiongkok
Kehadiran Klenteng Hok An Kiong menjadi saksi sejarah bahwa peradaban bangsa Tionghoa di Indonesia sudah cukup lama. Jauh sebelum negara ini ada, orang Cina sudah ikut andil dalam membangun peradapan Nusantara. Khususnya membangun klenteng sebagai tempat ibadah.
Jauh sebelum bangsa kulit putih datang di Nusantara, bangsa Cina sudah menjejakkan kaki di Nusantara. Tak hanya di sepanjang Pulau Sumatra, mereka pun menjejakkan kaki di Pulau Jawa. Tersebar di berbagai daerah. Selain berdagang, mereka juga menikah dengan masyarakat Jawa.
Cukup banyak kampung Cina di Pulau Jawa, termasuk di Surabaya. Sama seperti masyarakat India perantau. Setiap merantau mereka mendirikan tempat ibadah, yaitu kuil. Begitu pula masyarakat Cina, mendirikan klenteng. Salah satu klenteng tertua di Kota Surabaya bernama Hok An Kiong, berada di Jalan Coklat No. 2, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Dulunya klenteng ini bernama Klenteng Suka Loka, tetapi sekarang berubah nama menjadi Klenteng Hok An Kiong. Singkat cerita, klenteng ini didirikan tahun 1830 oleh Hok Kian Kong Tik, pada mulanya dipergunakan sebagai tempat perkumpulan suku Hakka (1805). Klenteng yang satu ini terkait erat dengan Dewa Makco Poo. Ada 23 kegiatan ritual yang sering dilaksanakan di klenteng ini, seperti sembahyang Toa Pek Kong, kenaikan Nabi Konghucu, kenaikan Kong Ttik Cun Ong, perayaan tahun baru Imlek, dan lain-lain.
Pada saat ini, oleh masyarakat setempat, Klenteng Hok An Kiong disebut Klenteng Coklat. Bukan karena terbuat dari bahan cokelat, tetapi tempat ibadah tertua di Kota Pahlawan ini berada di Jalan Coklat yang masih berada dalam wilayah Kampung Cina atau Pecinan, dalam bahasa Inggris disebut China Town. Kampung Cina adalah sebuah lokasi tempat warga keturunan Tionghoa hidup sekaligus menjalankan berbagai aktivitas.
Dalam cacatan sejarah, klenteng ini didirikan pada 1830 oleh Hok Kian Kong Tik, yaitu perkumpulan saudagar Tionghoa asal Hok Kian. Saat itu mereka merasa iba melihat anak buah kapal tongkang beristirahat seadanya. Lalu, perkumpulan tersebut berinisiatif membangun sebuah tempat yang layak bagi awak kapal.
Pembangunan klenteng didanai Ong Pan Liong, Mayor The Boen Hie, Mayor The Thwan Ing, Tjhoa Sin Hie, Letnan Tan Tjien Oen, Tjia Tjian Tiong, dan saudagar lainnya. Jauh sebelum klenteng ada, lahan di daerah tersebut merupakan tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan. Tanah lapang tersebut kerap digunakan sebagai tempat menetap sementara, atau persinggahan anak buah dari perahu-perahu tongkang yang datang dari Tiongkok.
Waktu itu memang banyak saudagar Tionghoa yang datang ke Surabaya. Umumnya, mereka datang membawa patung Ma Cou alias Ma Cou Po alias Thian Hou alias Thian Siang Seng Bo adalah dewi pelindung para pelaut dan nelayan, untuk disembahyangi di lokasi persinggahan. Dan klenteng ini dibangun buat menghormatinya.
Patung Dewi Ma Cou Po berdiri di pilar utama, berada di antara 22 patung. Altar-altar lain yang ada di klenteng adalah altar seorang jenderal. Atas kesetiaan dan kejujurannya, sang jenderal disucikan lalu dinobatkan menjadi dewa.
Dalam pembangunan klenteng, para juragan kapal mendatangkan langsung insinyur dari Tiongkok, termasuk bahan-bahan bangunan. Awalnya klenteng dimanfaatkan sebagai tempat menginap sementara bagi para pendatang dari Tiongkok. Lama-kelamaan dirasa perlu ada klenteng bagi mereka untuk beribadah.
Klenteng Coklat
Klenteng tersebut tidak beda dengan klenteng lain, identik sama warna terang dan mencolok yang didominasi merah, kuning, dan hijau. Di bagian depan terdapat tempat dupa buat ritual sembahyang. Ketika melangkah masuk ke dalam klenteng, aroma dupa sangat kental. Ada yang mengatakan, Klenteng Hok An Kiong termasuk unik. Biasanya arah klenteng yang berdiri dekat sungai menghadap ke sungai. Tetapi Klenteng Hok An Kiong malah menyampingi sungai.
Di masa-masa awal, Pecinan di Surabaya muncul di Jalan Tepekong (kini Jalan Coklat). Masyarakat menyebutnya sebagai Klenteng Coklat. Kehadiran Klenteng Hok An Kiong menjadi bukti nyata bahwa di kawasan Jalan Coklat merupakan awal berdirinya Kampung Cina. Tak jauh dari Jalan Coklat terdapat Jalan Teh.
Kenapa dinamakan Jalan Teh? Karena daerah (jalan) tersebut dulu merupakan pusat perdagangan teh. Salah seorang pedagang sekitar menerangkan bahwa dulu jalan ini pusat perdagangan teh yang dikelola oleh orang Cina. Dari sini teh dikirim ke berbagai daerah, termasuk dikirim ke Eropa yang dibawa oleh kolonial Belanda.
“Selain sebagai tempat tinggal, Pecinan merupakan pusat perdagangan orang Cina. Sekarang, fungsi Pecinan sebagai pusat bisnis sudah tidak sebesar dulu. Beberapa bagian sudah beralih fungsi menjadi tempat wisata,” terang On Ling, ibu tengah baya yang berdagang kopi di tepian Jalan Coklat.
Di sekitar klenteng masih banyak berdiri bangunan-bangunan kuno bergaya arsitektur Cina, dengan ciri atap lengkung, dalam arsitektur Cina, disebut atap pelana sejajar gavel. Kahadiran bangunan-bangunan Cina tempo dulu menjadi daya tarik tersendiri. Terutama bagi penggemar wisata kota tua.
Tak jauh dari klenteng terdapat beberapa rumah abu, di antaranya rumah abu keluarga Han yang bangunan rumahnya masih kuno. Meski bernama rumah abu, tetapi rumah abu tersebut tidak lagi menyimpan abu orang yang sudah meninggal. Yang ada hanya kayu-kayu simbolis, disebut sinci atau papan arwah yang ditulis dalam bahasa Tiongkok. Tentang nama-nama leluhur marga keluarga Han yang telah meninggal. Sejak awal berdiri, Klenteng Hok An Kiong tidak mengalami perubahan. Semuanya dibiarkan seperti sedia kala. Begitu pula patung-patung dewa yang ada dalam klenteng. Tujuannya menjaga keaslian.
Mantra Jaya, penjaga klenteng menerangkan, klenteng itu sampai sekarang masih digunakan buat sembahyang. Setiap hari selalu ada yang datang sembahyang. Sembahyang di klenteng sudah menjadi bagian kehidupan orang Cina. Mereka tidak bisa lepas dari ritual ini.
Apalagi hari libur, klenteng selalu ramai. Dari sini mereka tahu sejarah peradapan orang Cina di Surabaya, termasuk asal-usul orang Cina sampai tinggal di Surabaya. Sama seperti klenteng lainnya. Menjelang tahun baru Implek, Klenteng Hok An Kiong berbenah. Seluruh bangunan dicat ulang, patung-patung dewa diturunkan dan dibersihkan. Cahya
Selain untuk sembahyang, klenteng sudah menjadi situs bersejarah. Setiap hari selalu ada wisatawan dalam dan luar negeri datang berkunjung.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat