Mengungkap Keberadaan Klenteng Hok An Kiong
Surabaya
Untuk Sembayang Pedagang yang Baru Datang dari
Tiongkok
Kehadiran
Klenteng Hok An Kiong menjadi saksi sejarah bahwa peradaban bangsa Tionghoa di
Indonesia sudah cukup lama. Jauh sebelum negara ini ada, orang Cina sudah ikut
andil dalam membangun peradapan Nusantara. Khususnya membangun klenteng sebagai
tempat ibadah.
Jauh sebelum
bangsa kulit putih datang di Nusantara, bangsa Cina sudah menjejakkan kaki di
Nusantara. Tak hanya di sepanjang Pulau Sumatra, mereka pun menjejakkan kaki di
Pulau Jawa. Tersebar di berbagai daerah. Selain berdagang, mereka juga menikah
dengan masyarakat Jawa.
Cukup banyak
kampung Cina di Pulau Jawa, termasuk di Surabaya. Sama seperti masyarakat India
perantau. Setiap merantau mereka mendirikan tempat ibadah, yaitu kuil. Begitu
pula masyarakat Cina, mendirikan klenteng. Salah satu klenteng tertua di Kota
Surabaya bernama Hok An Kiong, berada di Jalan Coklat No. 2, Kota Surabaya,
Provinsi Jawa Timur.
Dulunya klenteng
ini bernama Klenteng Suka Loka, tetapi sekarang berubah nama menjadi Klenteng
Hok An Kiong. Singkat cerita, klenteng ini didirikan tahun 1830 oleh Hok Kian
Kong Tik, pada mulanya dipergunakan sebagai tempat perkumpulan suku Hakka
(1805). Klenteng yang satu ini terkait erat dengan Dewa Makco Poo. Ada 23
kegiatan ritual yang sering dilaksanakan di klenteng ini, seperti sembahyang
Toa Pek Kong, kenaikan Nabi Konghucu, kenaikan Kong Ttik Cun Ong, perayaan
tahun baru Imlek, dan lain-lain.
Pada saat ini,
oleh masyarakat setempat, Klenteng Hok An Kiong disebut Klenteng Coklat. Bukan
karena terbuat dari bahan cokelat, tetapi tempat ibadah tertua di Kota Pahlawan
ini berada di Jalan Coklat yang masih berada dalam wilayah Kampung Cina atau
Pecinan, dalam bahasa Inggris disebut China Town. Kampung Cina adalah sebuah
lokasi tempat warga keturunan Tionghoa hidup sekaligus menjalankan berbagai
aktivitas.
Dalam cacatan
sejarah, klenteng ini didirikan pada 1830 oleh Hok Kian Kong Tik, yaitu
perkumpulan saudagar Tionghoa asal Hok Kian. Saat itu mereka merasa iba melihat
anak buah kapal tongkang beristirahat seadanya. Lalu, perkumpulan tersebut
berinisiatif membangun sebuah tempat yang layak bagi awak kapal.
Pembangunan
klenteng didanai Ong Pan Liong, Mayor The Boen Hie, Mayor The Thwan Ing, Tjhoa
Sin Hie, Letnan Tan Tjien Oen, Tjia Tjian Tiong, dan saudagar lainnya. Jauh
sebelum klenteng ada, lahan di daerah tersebut merupakan tanah lapang yang
ditumbuhi rerumputan. Tanah lapang tersebut kerap digunakan sebagai tempat
menetap sementara, atau persinggahan anak buah dari perahu-perahu tongkang yang
datang dari Tiongkok.
Waktu itu memang
banyak saudagar Tionghoa yang datang ke Surabaya. Umumnya, mereka datang
membawa patung Ma Cou alias Ma Cou Po alias Thian Hou alias Thian Siang Seng Bo
adalah dewi pelindung para pelaut dan nelayan, untuk disembahyangi di lokasi
persinggahan. Dan klenteng ini dibangun buat menghormatinya.
Patung Dewi Ma
Cou Po berdiri di pilar utama, berada di antara 22 patung. Altar-altar lain
yang ada di klenteng adalah altar seorang jenderal. Atas kesetiaan dan
kejujurannya, sang jenderal disucikan lalu dinobatkan menjadi dewa.
Dalam
pembangunan klenteng, para juragan kapal mendatangkan langsung insinyur dari
Tiongkok, termasuk bahan-bahan bangunan. Awalnya klenteng dimanfaatkan sebagai
tempat menginap sementara bagi para pendatang dari Tiongkok. Lama-kelamaan
dirasa perlu ada klenteng bagi mereka untuk beribadah.
Klenteng Coklat
Klenteng
tersebut tidak beda dengan klenteng lain, identik sama warna terang dan
mencolok yang didominasi merah, kuning, dan hijau. Di bagian depan terdapat
tempat dupa buat ritual sembahyang. Ketika melangkah masuk ke dalam klenteng,
aroma dupa sangat kental. Ada yang mengatakan, Klenteng Hok An Kiong termasuk
unik. Biasanya arah klenteng yang berdiri dekat sungai menghadap ke sungai.
Tetapi Klenteng Hok An Kiong malah menyampingi sungai.
Di masa-masa awal,
Pecinan di Surabaya muncul di Jalan Tepekong (kini Jalan Coklat). Masyarakat
menyebutnya sebagai Klenteng Coklat. Kehadiran Klenteng Hok An Kiong menjadi
bukti nyata bahwa di kawasan Jalan Coklat merupakan awal berdirinya Kampung
Cina. Tak jauh dari Jalan Coklat terdapat Jalan Teh.
Kenapa dinamakan
Jalan Teh? Karena daerah (jalan) tersebut dulu merupakan pusat perdagangan teh.
Salah seorang pedagang sekitar menerangkan bahwa dulu jalan ini pusat
perdagangan teh yang dikelola oleh orang Cina. Dari sini teh dikirim ke
berbagai daerah, termasuk dikirim ke Eropa yang dibawa oleh kolonial Belanda.
“Selain sebagai
tempat tinggal, Pecinan merupakan pusat perdagangan orang Cina. Sekarang,
fungsi Pecinan sebagai pusat bisnis sudah tidak sebesar dulu. Beberapa bagian
sudah beralih fungsi menjadi tempat wisata,” terang On Ling, ibu tengah baya
yang berdagang kopi di tepian Jalan Coklat.
Di sekitar
klenteng masih banyak berdiri bangunan-bangunan kuno bergaya arsitektur Cina,
dengan ciri atap lengkung, dalam arsitektur Cina, disebut atap pelana sejajar
gavel. Kahadiran bangunan-bangunan Cina tempo dulu menjadi daya tarik
tersendiri. Terutama bagi penggemar wisata kota tua.
Tak jauh dari
klenteng terdapat beberapa rumah abu, di antaranya rumah abu keluarga Han yang bangunan
rumahnya masih kuno. Meski bernama rumah abu, tetapi rumah abu tersebut tidak
lagi menyimpan abu orang yang sudah meninggal. Yang ada hanya kayu-kayu
simbolis, disebut sinci atau papan arwah yang ditulis dalam bahasa Tiongkok.
Tentang nama-nama leluhur marga keluarga Han yang telah meninggal. Sejak awal
berdiri, Klenteng Hok An Kiong tidak mengalami perubahan. Semuanya dibiarkan
seperti sedia kala. Begitu pula patung-patung dewa yang ada dalam klenteng.
Tujuannya menjaga keaslian.
Mantra Jaya,
penjaga klenteng menerangkan, klenteng itu sampai sekarang masih digunakan buat
sembahyang. Setiap hari selalu ada yang datang sembahyang. Sembahyang di
klenteng sudah menjadi bagian kehidupan orang Cina. Mereka tidak bisa lepas
dari ritual ini.
Apalagi hari
libur, klenteng selalu ramai. Dari sini mereka tahu sejarah peradapan orang
Cina di Surabaya, termasuk asal-usul orang Cina sampai tinggal di Surabaya. Sama
seperti klenteng lainnya. Menjelang tahun baru Implek, Klenteng Hok An Kiong
berbenah. Seluruh bangunan dicat ulang, patung-patung dewa diturunkan dan
dibersihkan. Cahya
Selain untuk
sembahyang, klenteng sudah menjadi situs bersejarah. Setiap hari selalu ada
wisatawan dalam dan luar negeri datang berkunjung.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat