Selasa, 22 November 2016

Sunan Gunung Jati




Kisah Sunan Gunung Jati Berdakwah di Kerajaan Dinasti Ming Cina
Membuka Praktek Pengobatan dengan Mahar Shalat 5 Waktu
Sunan Gunung Jati merupakan seorang pemuda yang suka pergi ke negeri orang. Kala itu negeri yang sangat maju adalah negeri Cina. Kemudian ia menuju  ke negeri tersebut  sekitar tahun 1479. Tujuannya ingin mendapatkan pengalaman diberbagai bidang di  kerajaan Dinasti Ming. Sehingga nantinya akan diterapkan di Kesultanan yang dipimpinnya di Cirebon. Bagaimanakah setelah berada di kerajaan Dinasti Ming. Berikut ini kisahnya.
Sesampainya di kerajaan Dinasti  Ming, Sunan Gunung Jati membuka praktek pengobatan. Tapi pasiennya tidak dikenai biaya mahal. Mahar yang diberikan seikhlasnya.Karena tujuannya memang membantu orang yang sakit. Ada satu persyaratan yang harus dipenuhi  pasien. Yaitu setelah diobati  melakukan shalat 5 waktu.  
Alasan seorang pasien harus shalat. Karena pada setiap gerakan fisik dari ibadah Sholat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur, terutama bila seseorang mau mendirikan Sholat dengan baik, benar lengkap dengan amalan sunah dan tuma’ninahnya. Sarannya itu memang terbukti kebenarannya. Yaitu setelah mengerjakan sholat mereka sembuh.
Hal inilah yang menjadikan semakin banyak masyarakat Cina yang berobat kepada Sunan Gunung Jati. Sehingga namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai sinshe yang berkepandaian tinggi terdengar oleh kaisar. Semakin lama banyak yang tersembuhkan akhirnya namanya menjadi terkenal di seluruh daratan kerajaan Dinasti Ming. Kemudian masyarakat memberi gelar dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Di negeri kerajaan Dinasti Ming bukan hanya rakyat kecil yang mengenal, melainkan tokoh terkenal tentara beragama Islam  Jenderal Ceng Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin mengenalnya. Ketiga tokoh tersebut berjanji jika ke Cirebon nantinya akan singgah ke Kesultanan Cirebon.
Kehebatan  dalam menyembuhkan  masyarakat yang  sakit menjadikan Kaesar Hong Gie penasaran dan ingin mencoba kehebatannya. Oleh karena itu, Sunan Gunung Jati dipanggil keistana untuk diuji  kepandaiannya. Karena dianggap  sebagai tabib pasti dapat mengetahui mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Saat berada di istana kerajaan, Sunan Gunung Jati dihadapkan dua orang putrid kaesar yang cantik. Dua orang puteri kaisar disuruh maju. Seorang diantara mereka sudah bersuami dan sedang hamil muda atau baru dua bulan. Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil bernama putri Ong Tien. Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil.
Dalam keheningan suasana Kaesar Hong Gie bertana kepada Sunan Gunung Jati. “Hai raja dari Jawa, coba tebah mana diantara dua puteriku yang hamil? kata kaisar. Sunan Gunung Jati tidak menjawab langsung. Mukanya ditundukkan ke bawah. Sambil minta pertolongan kepada Allah agar dapat menjawab.
Diamnya  Sunan Gunung Jati menjadikan Kaesar Hong Gia  meragukan  kemampuan raja dari Cirebon itu. Kemudian berkata, bias menebak atau tidak ?  Sunan Gunung Jati langsung menjawab dengan kata yang pelan sambil menunjuk kearah  puteri Ong Tien yang masih Perawan. Kaisar Hong Gie langsung mengangap  tebakan Sunan Gunung jati meleset. Suasana ruangan istana berubah  menjadi ramai. Karena  kaesar dan para undangan yang hadir tertawa. Termasuk dua orang putrid kerajaan itu.
Putri Kaisar Hong Gie
Ditengah-tengah tertawa terbahak-bahak yang mengandung ledekan. Tiba-tiba  puteri Ong Tien menjerit keras dan kedua tangannya memegang perutnya. Bantal yang ada dipantatnya hilang tak berbekas. Putri Ong Tien berkata kepada ayahnya kalau dirinya hamil sungguhan. Suara tawa  seketika itu hilang berganti kesedihan dan takjub.
Melihat kondisi seperti itu, maka Sunan Gunung Jati pamit pulang dan meninggalkan negeri Dinasti Ming  menuju Cirebon dengan naik kapal. Kepergiannya menjadikan puteri Ong Tien bersedih. Diam-diam ia menaruh cinta kepada Sunan Gunung Jati, maka minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul ke pulau Jawa.
Kekerasana hati Kaisar Hong Gie akhirnya luluh setelah melihat  putrid Ong Tien menangis  dan bersedih selama satu bulan. Kemudian mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunung Jati ke pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali harta benda dan barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan permata.  Sebagian besar barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. Istana dan Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif hiasan dinding dari negeri Cina.
Selain itu, puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li Bang seorang menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah salah seorang murid Sunan Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di Cina. Dari Cina tidak langsung menuju ke Cirebon, melainkan singgah di kadipaten Sriwijaya yang waktua itu penguasanya adalah Arya Damar putra Prabu Brawijaya V  kerajaan Majapahit. . Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah sekali.
Sedangkan puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke Cirebon menemui  Sunan Gunung Jati saat itu berada di Luragung  Beberapa hari kemudian dilangsungkan pernikahan antara puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati terjadi pada tahun 1481. Sesudah kawin dengan Sunan Gunung Jati, puteri Ong Tien diganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Tapi sayang pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal dunia.
Akhirnya Pai Li Bang diangkat menjadi Adipati Palembang sesuai amanat Sunan Gunung Jati yang singgah lebih dulu di Palembang usai dari Tiongkok. Setelah Pai Li Bang meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama kadipaten Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Ketika itu  Arya Damar baru meninggal dunia. Penduduk merasa bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di Pulau Jawa. Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan. Tidak kembali lagi. Karena Raden Patah telah menjadi Adipati di Demak dan Raden Kusen telah menjadi Adipati di Teruk Krian Sidoarjo bawahan kerajaan Majapahit. 

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat