Syekh AL-Qusyairy
Sufi Yang Jujur Dalam Ketasawufan
Syekh Al-Qusyairy adalah seorang ulama yang memiliki kedalaman ilmu agama cukup tinggi, bail ilmu tasawuf maupun ilmu syariah. Kedalaman ilmunya menjadikan banyak umat yang bergurur kepada beliau. Disamping itu, ia memperdalam ilmu berhitung untuk membantu raja dalam penarikan pajak. Berikut ini kisah perjalanan hidupnya.
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim al Qusyairy. Nasabnya ke jalur ayah adalah , Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Panggilannya Abul Qasim, Sedangkan nasab Ibundanya Ustadz asy Syeikh Sulamy. Sedangkan pamannya, Abu Uqail as Sulamy, salah seorang pemuka wilayah Astawa.
Masa kecilnya tidak mengenal masa kebahagiaan, kecuali hanya sedikit. Namun, yang jelas, beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya telah wafat ketika usianya masih kecil. Kemudian pendidikannya diserahkan pada Abul Qasim al Yamany, salah seorang sahabat dekat keluarga al Qusyairy. Pada al Yamany, ia belajar bahasa Arab dan Sastra. Para penguasa negerinya sangat menekan beban pajak pada rakyatnya. Al Qusyairy sangat terpanggil atas penderitaan rakyatnya ketika itu. Karenanya, dirinya tertantang untuk pergi ke Naisabur, mempelajari ilmu hitung, agar bisa menjadi pegawai penarik pajak, sehingga kelak bisa meringankan beban pajak yang amat memberatkan rakyat.
Naisabur ketika itu merupakan ibu kota Khurasan. Seperti sebelumnya, kota ini merupakan pusat para Ulama dan memberikan peluang besar berbagai disiplin ilmu. Syeikh al Qusyairy sampai di Naisabur, dan disanalah beliau mengenal Syeikh Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan panggilan ad-Daqqaq, seorang pemuka pada zamannya.
Setelah memiliki ilmu yang cukup banyak, Syekh al-Qusyairy mengawini Fatimah putri gurunya, Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury (ad Daqqaq). Fatimah adalah seorang wanita yang memiliki prestasi di bidang pengetahuan sastra, dan tergolong wanita ahli ibadah di masanya, serta meriwayatkan beberapa hadis.
Perawinannya berlangsung antara tahun 405 412 H. Dari hasil perkawinannya, Syekh Al Qusyairy berputra enam orang dan seorang putri. Putra-putranya menggunakan nama Abu. Secara berurutan: 1) Abu Sa'id Abdullah, 2) Abu Sa'id Abdul Wahid, 3) Abu Manshur Abdurrahman, 4) Abu an Nashr Abdurrahim, yang pernah berpolemik dengan pengikut teologi Hanbaly karena berpegang pada mazhab Asy'ari.
Abu an Nashr wafat tahun 514 H/1120 M. di Naisabur, 5) Abu Fath Ubaidillah, dan 6) Abul Mudzaffar Abdul Mun'im. Sedangkan seorang putrinya, bernama Amatul Karim. Di antara salah satu cucunya adalah Abul As'ad Hibbatur-Rahman bin Abu Sa'id bin Abul Qasim al Qusyairy.
Syekh al Qusyairy belajar bidang fiqih kepadanya. Studi itu berlangsung tahun 408 H./1017 M. Abu Bakr - Muhammad ibnul Husain bin Furak al Anshary al-Ashbahany (wafat 406 H./1015 M.), seorang Ulama ahli Ilmu Ushul. Kepadanya, beliau belajar ilmu Kalam.
Juga Syekh Al Qusyairy belajar bidang Ushuluddin ber mazhab Imam Abul Hasan al Asy'ary. Fiqih: Al Qusyairy dikenal pula sebagai ahli fiqih mazhab Syafi'y. Karena itu al Qusyairy juga dikenal sebagai teolog, seorang hafidz dan ahli hadis, ahli bahasa dan sastra, seorang pengarang dan penyair, ahli dalam bidang kaligrafi, penunggang kuda yang berani. Namun dunia tasawuf lebih dominan dan lebih populer bagi kebesarannya.
Dibidang tasawuf beliau seorang Sufi yang benar benar jujur dalam ketasawufannya, ikhlas dalam mempertahankan tasawuf. Komitmennya terhadap tasawuf begitu dalam. Beliau menulis buku Risalatul Qusyairiyah, sebagaimana komitmennya terhadap kebenaran teologi Asy'ary yang dipahami sebagai konteks spirit hakikat Islam.
Kemudian Syekh Al-Qusyairy ini menunaikan kewajiban haji bersamaan dengan para Ulama terkenal, antara lain: 1) Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf al-Juwainy (wafat 438 H./1047 M.), salah seorang Ulama tafsir, bahasa dan fiqih, 2) Syekh Abu Bakr Ahmad ibnul Husain al-Balhaqy (384 458 H./994 1066 M.), seorang Ulama pengarang besar, dan 3) Sejumlah besar Ulama ulama masyhur yang sangat dihormati ketika itu.
Beliau wafat di Naisabur, pada pagi hari Ahad, tanggal 16 Rablul Akhir 465 H./l 073 M. Ketika itu usianya 87 tahun. Ia dimakamkan di samping makam gurunya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq ra, dan tak seorang pun berani memasuki kamar pustaka pribadinya dalam waktu beberapa tahun, sebagai penghormatan atas dirinya.
Beliau memiliki kuda, hadiah dari seseorang. Kuda itu mengabdi kepada Syeikh selama 20 tahun. Ketika Syeikh meninggal, si kuda amat sedih. Selama seminggu ia tidak mau makan, hingga kuda itu pun mati. HUSNU MUFID
Jumat, 17 Februari 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat