Selasa, 27 Desember 2016

Syekh IBrahim Asmoeo Qondi




Kisah Syekh Ibrahim Asmoro Qondi
Menikahi Putri Raja Champa Berputra Sunan Ampel
Syekh Ibrahim Asmoro Qondi merupakan seorang wali yang menikah dengan putri Raja Champa. Setelah terjadi peperangan pindah ke kerajaan Majapahit. Bagaimana kisah hidupnya di tanah Jawa?


Syekh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi adalah ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14 M. Waktu itu masa jaya kerajaan Islam setelah meruntuhkan kerajaan Romawi Timur.
Dia juga mempunyai sebutan Makdum Ibrahim Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro. Sebutan itu mengikuti pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan as-Samarqandi, yang kemudian berubah menjadi Asmoro Qondi. Menurut Babad Cerbon, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi adalah putera Syekh Karnen dan berasal dari negeri Tulen. Jika sumber data Babad Cerbon ini autentik, berarti Syekh Ibrahim as-Samarqandi bukan penduduk asli Samarkand, melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke Samarkand, karena negeri Tulen yang dimaksud menunjuk pada nama wilayah Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur Laut Kaspia yang masuk wilayah Kazakhstan, tepatnya di arah barat Laut Samarkand.
Syekh Ibrahim Asmoro Qondi yang dikenal dengan sebutan Syekh Molana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di Gunung Sukasari. Syekh Ibrahim Asmoro Qondi dikisahkan berhasil mengislamkan Raja Champa dan diambil menantu. Dari pernikahan itu ia memiliki seorang putra bernama Raden Rahmat.
Di dalam naskah Nagarakretabhumi, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi disebut dengan nama Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi lain, dalam naskah Nagarakretabhumi, tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Babad Tanah Jawi, Babad Risakipun Majapahit, dan Babad Cerbon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk Champa. Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmoro beserta semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal karena ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi Candrawulan, putri Raja Champa tersebut. Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi diperkirakan datang ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putra dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asmoro Qondi singgah dulu di Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar. Setelah berhasil mengislamkan Adipati Palembang,
Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya. Syekh Ibrahim Asmoro Qondi beserta putra dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur Bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).

Dakwah di Majapahit
Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoroqondi di Gesik saat itu dapat dipahami sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam. Mengingat Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit. Itu sebabnya Syekh Ibrahim Asmoro Qondi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam kepada penduduk sekitar.
Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan pesantren dengan nama Usui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoro Qondi. Itu berarti, sambil berdakwah menyiarkan agama Islam, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi juga menyusun sebuah kitab.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke Ibu Kota Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi dikabarkan meninggal dunia.
Beliau dimakamkan di Gesik tak jauh dari pantai. Karena dianggap penyebar Islam pertama di Gesik dan juga ayah dari tokoh Sunan Ampel, makam Syekh Ibrahim Asmoro Qondi dikeramatkan masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik.
Dikisahkan bahwa sepeninggal Syekh Ibrahim Asmoro Qondi, putra-putranya, Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke Ibu Kota Majapahit untuk menemui bibi mereka Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke Ibu Kota Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kutaraja Majapahit.
HUSNU MUFID

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat