Selasa, 27 Desember 2016

Petilasan Gajah Mada di Nganjuk


Mengungkap Reruntuhan Candi Gajah Mada  di Kertosono Nganjuk

Digunakan Ritual Pemujaan dan Penyimpanan Abu Jenazah 

Tumpukan batu yang merupakan reruntuhan sebuah candi oleh warga Kertosono diyakini sebagai petilasan Patih Gajah Mada. Tiap tahun ditempat tersebut diadakan ritual penanaman sesaji hasil pertanian dan pencucian patung Gajah Mada. Tujuannya untuk meningkatkan hasil pertanian. Brikut ini hasil liputannya.
Diantara sekian banyak petilasan Gajah Mada salah satunya adalah di Desa Lambang Kuning Kertosono Nganjuk. Petilasan tersebut berbentuk tumpukan batu bata merah kuno yang tidak beraturan. Dulunya dalam bentuk candi sebagai tempat pemujaan dan penyimpan abu mayat.. 
Di zaman akhir kerajaan  Majapahit candi tersebut cukup ramai dengan berbagai kegiatan pemujaan dan penyimpanan abu jenazah para bangsawan. Juga kehadiran Gajah Mada untuk melakukan kegiatan pemujaan kepada leluhur sebelum melakukan penaklukan ke kerajaan di luar Jawa.
Tapi setelah zaman berganti dan hilangnya kerajaan Majapahit dari bumi Indonesia pelan-pelan mengalami keruntuhan. Hingga akhirnya Candi Gajah Mada tidak terbentuk. dan tinggal reruntuhan batu bata. Hingga akhirnya tidak deketahui bentuk aslinya dan menjadi tempat yang angker.    
Pihak Dinas Pariwisata dan Purbakala hingga saat ini belum melakukan rekonstruksi. Tumpukan batu batu bata merah itu tetap dibiarkan  seperti semula. Demikian pula, dengan warga sekitar tidak ada upaya untuk melakukan pemugaran. Kareta takut akan bahaya yang mengancam. Sebab petilasan itu diyakini masih menyimpan keangkeran. .
Warga sekitar hanya  menjaga dan memelihara keberadaannya dengan memberi pagar bambu agar tidak dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab guna dijadikan bahan bangunan rumah. Mengingat tumpukan batu kuno itu merupakan peninggalan bersejarah yang harus dijaga keberadaannya agar tidak mengalami kepunahan.
“Patih Gajah Mada dulu  tinggal disini dengan menikahi putri Lambang Kuning sebelum pergi ke pulau Bali. Karena itu peninggalannya kami lestarikan,”ujar Mulyoko Kepala Desa Lambang Kuning Kertosono Nganjuk.
Setelah hari berganti hari dan zaman berganti zaman muncullah keinginnan masyarakat meramaikan dan melestarikan Candi Gajah Mada. Oleh karena itu, tiap tahun masyarakat setempat mengadakan kegiatan ritual dengan menggelar sedekah bumi di Candi Patih Gajah Mada itu. Berbagai hasil pertanian dan makanan dibawa ke petilasan tersebut. Tujuannya untuk ngalab berkah agar nantinya hasil pertanian warga meningkat.
Hasilnya memang lumayan besar. Yaitu pertanian  masyarakat meningkat suburnya, Sehingga dapat mensejahterakan masyarakat yang memiliki lahan pertanian. Karena tikus dan hama wereng tidak menyerang pati yang sedang menguning. Mengingat sebelumnya banyak tikus dan hama wereng yang memakan padi.
Mengarak Patung
Namun sebelum membawa sesaji hasil pertanian di Candi Gajah Mada, warga terlebih dahulu mengarak sebuah patung Gajah Mada yang terbuat dari logam dan melakukan ritual pencucian patung tersebut. Airnya kemudian dijadikan rebutan warga setempat untuk membasuh muka dan sebagian lagi diminum.
Air tersebut memang menjadi sesuatu yang dikeramatkan oleh masyarakat. Khususnya kaum wanita yang ingin wajahnya tetap cantik dan laki-laki yang mau menjadi tentara atau anggota kepolisian. Biasanya sebelum ikut tes calon polisi. Anak akan muda selalu mengambil air cucian patung Gajah Mada.
Warga memiliki keyakinan air bekas cucian patung Gajah Mada itu bila di basuhkan kemuka, maka akan mendapatkan manfaat awet muda. Iika diminum akan menjadikan tubuh semakin sehat dan kuat. Adapun prosesi pencucian itu dipimpin oleh seorang pendeta dari Bali. Yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja.
Setelah  melakukan pencucian patung Gajah Mada, maka warga yang mengantar mengubur hasil sesaji  ke dalam  lubang tanah yang telah disiapkan. Tujuannya agar tanah menjadi subur  dan mampu menghasilkan hasil pertanian yang melimpah ruah. Sehingga warga desa berkecukupan pangan. Sementara sebagian lagi hasil pertanian yang dibawa di Candi Gajah Mada di makan bersama-sama warga. Tawa, doa dan canda mewarnai akhir prosesi ritual di petilasan tersebut.
Lumpang tersebut sebagai bukti bahwa adanya manusia  zaman Majapahit yang pernah tinggal. Diantaranya Patih Gajah Mada. Karena lumping sebagai simbul tempat menumbuh padi bagi masyrakat yang hidup daru hasil pertanian . .
Petilasan Gajah Mada tiap Kamis malam Jum'at rame di kunjungi pengunjung untuk mengirim doa, serta mencari ketenangan. Ini merupakan salah satu obyek wisata di Kertosono. Banyaknya orang datang untuk mencari ketenangan batin setelah menghadapi berbagai masalah kehidupan. CAHYA 
Kini Candi Gajah Mada yang terletak di Ds.Lambang Kuning,Kec.Kertosono sudah banyak tambahan fasilitas mulai dari paping dan tempat berteduh. Petilasan Gajah Mada merupakan peninggalan era majapahit Di area situ terpampang foto foto yang ada di batu nisan, foto penemu lumpang dan kuburan kuno yang di anggap pengikut prajurit Majapahit. Untuk letak lumpang ada di utara petilasan yang terletak di sawah sawah. Ada 2 lumpang batu kuno yang bisa di lihat, dan menurut warga sekitar sebenarnya 3, yang satu lagi tapi di timbun lagi dan masih utuh.
Hingga kini warga terus melakukan ritual tiap tahun. Bahkan lebih semarak lagi setelah zaman reformasi sekarang ini. Oleh pemerintah dijadikan sebagai wisata rohani. Hal tersebut mendapat sambutan dari masyarakat setempat maupun dari luar kota. Pengunjungnya orang yang suka laku ritual dan pelajar dan mahasiswa untuk dijadikan sebagai pendidikan sejarah.  

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat