Mengungkap
Reruntuhan Candi Gajah Mada di Kertosono
Nganjuk
Digunakan
Ritual Pemujaan dan Penyimpanan Abu Jenazah
Tumpukan
batu yang merupakan reruntuhan sebuah candi oleh warga Kertosono diyakini
sebagai petilasan Patih Gajah Mada. Tiap tahun ditempat tersebut diadakan
ritual penanaman sesaji hasil pertanian dan pencucian patung Gajah Mada.
Tujuannya untuk meningkatkan hasil pertanian. Brikut ini hasil liputannya.
Diantara
sekian banyak petilasan Gajah Mada salah satunya adalah di Desa Lambang Kuning
Kertosono Nganjuk. Petilasan tersebut berbentuk tumpukan batu bata merah kuno
yang tidak beraturan. Dulunya dalam bentuk candi sebagai tempat pemujaan dan
penyimpan abu mayat..
Di
zaman akhir kerajaan Majapahit candi
tersebut cukup ramai dengan berbagai kegiatan pemujaan dan penyimpanan abu
jenazah para bangsawan. Juga kehadiran Gajah Mada untuk melakukan kegiatan
pemujaan kepada leluhur sebelum melakukan penaklukan ke kerajaan di luar Jawa.
Tapi
setelah zaman berganti dan hilangnya kerajaan Majapahit dari bumi Indonesia
pelan-pelan mengalami keruntuhan. Hingga akhirnya Candi Gajah Mada tidak
terbentuk. dan tinggal reruntuhan batu bata. Hingga akhirnya tidak deketahui
bentuk aslinya dan menjadi tempat yang angker.
Pihak
Dinas Pariwisata dan Purbakala hingga saat ini belum melakukan rekonstruksi.
Tumpukan batu batu bata merah itu tetap dibiarkan seperti semula. Demikian pula, dengan warga
sekitar tidak ada upaya untuk melakukan pemugaran. Kareta takut akan bahaya
yang mengancam. Sebab petilasan itu diyakini masih menyimpan keangkeran. .
Warga
sekitar hanya menjaga dan memelihara
keberadaannya dengan memberi pagar bambu agar tidak dirusak oleh tangan-tangan
yang tidak bertanggung jawab guna dijadikan bahan bangunan rumah. Mengingat
tumpukan batu kuno itu merupakan peninggalan bersejarah yang harus dijaga keberadaannya
agar tidak mengalami kepunahan.
“Patih
Gajah Mada dulu tinggal disini dengan
menikahi putri Lambang Kuning sebelum pergi ke pulau Bali. Karena itu
peninggalannya kami lestarikan,”ujar Mulyoko Kepala Desa Lambang Kuning
Kertosono Nganjuk.
Setelah
hari berganti hari dan zaman berganti zaman muncullah keinginnan masyarakat
meramaikan dan melestarikan Candi Gajah Mada. Oleh karena itu, tiap tahun
masyarakat setempat mengadakan kegiatan ritual dengan menggelar sedekah bumi di
Candi Patih Gajah Mada itu. Berbagai hasil pertanian dan makanan dibawa ke
petilasan tersebut. Tujuannya untuk ngalab berkah agar nantinya hasil pertanian
warga meningkat.
Hasilnya
memang lumayan besar. Yaitu pertanian
masyarakat meningkat suburnya, Sehingga dapat mensejahterakan masyarakat
yang memiliki lahan pertanian. Karena tikus dan hama wereng tidak menyerang
pati yang sedang menguning. Mengingat sebelumnya banyak tikus dan hama wereng
yang memakan padi.
Mengarak
Patung
Namun
sebelum membawa sesaji hasil pertanian di Candi Gajah Mada, warga terlebih
dahulu mengarak sebuah patung Gajah Mada yang terbuat dari logam dan melakukan
ritual pencucian patung tersebut. Airnya kemudian dijadikan rebutan warga
setempat untuk membasuh muka dan sebagian lagi diminum.
Air
tersebut memang menjadi sesuatu yang dikeramatkan oleh masyarakat. Khususnya
kaum wanita yang ingin wajahnya tetap cantik dan laki-laki yang mau menjadi
tentara atau anggota kepolisian. Biasanya sebelum ikut tes calon polisi. Anak
akan muda selalu mengambil air cucian patung Gajah Mada.
Warga
memiliki keyakinan air bekas cucian patung Gajah Mada itu bila di basuhkan
kemuka, maka akan mendapatkan manfaat awet muda. Iika diminum akan menjadikan
tubuh semakin sehat dan kuat. Adapun prosesi pencucian itu dipimpin oleh
seorang pendeta dari Bali. Yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja.
Setelah melakukan pencucian patung Gajah Mada, maka
warga yang mengantar mengubur hasil sesaji
ke dalam lubang tanah yang telah
disiapkan. Tujuannya agar tanah menjadi subur
dan mampu menghasilkan hasil pertanian yang melimpah ruah. Sehingga
warga desa berkecukupan pangan. Sementara sebagian lagi hasil pertanian yang
dibawa di Candi Gajah Mada di makan bersama-sama warga. Tawa, doa dan canda
mewarnai akhir prosesi ritual di petilasan tersebut.
Lumpang
tersebut sebagai bukti bahwa adanya manusia
zaman Majapahit yang pernah tinggal. Diantaranya Patih Gajah Mada. Karena
lumping sebagai simbul tempat menumbuh padi bagi masyrakat yang hidup daru
hasil pertanian . .
Petilasan Gajah Mada tiap Kamis malam Jum'at rame di kunjungi pengunjung untuk mengirim doa, serta mencari ketenangan. Ini merupakan salah satu obyek wisata di Kertosono. Banyaknya orang datang untuk mencari ketenangan batin setelah menghadapi berbagai masalah kehidupan. CAHYA
Petilasan Gajah Mada tiap Kamis malam Jum'at rame di kunjungi pengunjung untuk mengirim doa, serta mencari ketenangan. Ini merupakan salah satu obyek wisata di Kertosono. Banyaknya orang datang untuk mencari ketenangan batin setelah menghadapi berbagai masalah kehidupan. CAHYA
Kini
Candi Gajah Mada yang terletak di Ds.Lambang Kuning,Kec.Kertosono sudah banyak
tambahan fasilitas mulai dari paping dan tempat berteduh. Petilasan Gajah Mada
merupakan peninggalan era majapahit Di area situ terpampang foto foto yang ada
di batu nisan, foto penemu lumpang dan kuburan kuno yang di anggap pengikut
prajurit Majapahit. Untuk letak lumpang ada di utara petilasan yang terletak di
sawah sawah. Ada 2 lumpang batu kuno yang bisa di lihat, dan menurut warga
sekitar sebenarnya 3, yang satu lagi tapi di timbun lagi dan masih utuh.
Hingga
kini warga terus melakukan ritual tiap tahun. Bahkan lebih semarak lagi setelah
zaman reformasi sekarang ini. Oleh pemerintah dijadikan sebagai wisata rohani.
Hal tersebut mendapat sambutan dari masyarakat setempat maupun dari luar kota.
Pengunjungnya orang yang suka laku ritual dan pelajar dan mahasiswa untuk
dijadikan sebagai pendidikan sejarah.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat