Selasa, 27 Desember 2016

Klenteng Ing An Kiong Malang




Dibalik Berdirinya Klenteng Ing An Kiong Malang

Dijadikan Pusatnya Budaya Tionghoa

Dimana ada orang Tionghwa tingal,maka ditempat itu pasti akan ada tanda-tanda dari kebudayaan tionghoa, baik yang sederhana maupun yang kelihatan mentereng. Salah satunya yakni Klenteng yang umurnya bisa ratusan tahun. Seperti Klenteng tertua di Kota Malang. Berikut ini hasil liputan wartawan posmo.
Arti nama Klenteng  Ing An, adalah  Slaloe Slamet, mempunyai tujuan yang luhur, yaitu tetap memelihara kebudayaan Tionghwa, seperti: Merawat dan memelihara toapekong, mengatur sembahyang pada hari-hari besar Tionghwa misalnya Ce-soe, Ching Bing, Chio ko, dan lain sebagainya. .
Untuk itulah orang-orang selalu memberikan sesaji kepada kedua dewa tersebut dengan harapan yang dilaporkan bukan yang jelek-jelek saja. Selamat dan celaka, untung dan rugi, susah dan senang, bangsa Tionghwa selalu mengingat Toapekong-Toapekong itu yang seolah-olah menjadi wakilnya Tuhan.
Jauh sebelum Klenteng itu berdiri, di ujung perempatan Klentengstraat ( Sekarang Jl.Laksamana Martadinata ), sudah ada toapekong (Patung) Thow Tee Kong (Malaikat Bumi). Kongkousian menulis “sayang seribu sayang, dalam sekian catatan batu yang saya lihat di dalam klenteng In Ang Kiong itu, tidak ada sepatah katapun yang menceritakan sejarah Toapekong Thow Tee Kong,” tulisnya.
Didalam klenteng itu juga terdapat patungnya Kwan Im Hudco dan Kwan Kong. Patung Kwan Im terdapat di belakang klenteng, sedangkan patung Kwan Kong terletak di ruangan sebelahnya. Di sebelahnya terdapat tempat penjualan hioswa, lilin serta perlengkapan sembahyang lainnya.
Berhadapan dengan patung Kwan Im, terdapat sebuah patung  besar. Konon itu patung seorang panglima perang yang sudah 18 turunan terus menerus menjadi jenderal perang. Lukisan-lukisan tentang cerita Jie Sie Hauw, Sam Kok, dan lain lain juga menghiasi tembok-tembok klenteng ini. Didalam ruangan Kwan Im terdapat sebuah lukisan yang dramatis.
Di situ digambarkan seseorang yang membelah perutnya sendiri, lalu dari perut itu keluarlah kepala…. Sang Budha. Itu adalah lukisan tentang murid budha yang terakhir. Sebelum menjadi muridnya Budha, orang ini adalah seorang poerampok. Namun setelah mempelajari Budha secara mendalam, ia pun berubah menjadi orang yang alim. Kendatipun demikian tak ada seorangpun yang mempercayainya. Karena itulah ia membelah perutnya sendiri untuk menunjukkan bahwa sang Budha benar-benar ada dalam dirinya. Sungguh, lukisan itu mengandung filosofi kehidupan yang sangat dalam maknanya.
Patung Thow Tee Kongini diyakini sebagai penguasa tetumbuhan yang ada di muka bumi. Ia juga penjaga keselamatan sawah. Ladang serta tegalan. Orang-orang Tionghoa sering menghubungkan Malaikat bumi ini dengan Toapekong Dapur. Yakni Cao Koen Kong. Kedua dewa tersebut sering melaporkan perbuatan manusia kepada Giok Hong Siang Tee.
Menilik dari catatan seorang penulis bangsa Tionghoa yang tinggal di Malang sekitar 1939 dengan nama samaran Kongkousian, Ia menuturkan bahwa Klenteng Ing An Kiong merupakan pusatnya kebudayaan bangsa Tionghoa yang berada di Kota Malang. Bahkan klenteng tersebut dikatakan sudah berdiri sejak 1904, dimana pada saat itu Klenteng yang satu ini dikenal sangat wingit.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat