Kisah Sunan Bonang dengan Brahamana Sakti
dari India
Mau
Nantang Debat Kemudian Berbalik Ingin
Berguru
Nama lengkap
Sunan Bonang adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang. Raden Ibrahim (Sunan Bonang) adalah putra R.
Rochmat Sunan Ampel dengan Ny. Ageng Manila (Dewi Tjondrowati) putri R. Arya
Tedja, salah satu tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Lahirkan
sekitar tahun 1465 M dan meninggal tahun 1525. Berikut ini kisahnya.
Sunan Bonang
menikah dengan Dewi Hirah putri dari R. Jaka Kandar serta mempunyai keturunan
satu yang bernama Dewi Rukhil. Dewi Rukhil menikah dengan Sunan Kudus Ja’far
Shodiq. Dari pernikahan Ja’far Shodiq dengan Dewi Rukhil binti Sunan Bonang
lahirlah R. Amir Khasan yang wafat di Karimunjawa dalam status jejaka.
Ketika R. Ibrahim berumur 7 tahun, beliau pergi mengaji ke Mesir selama 6 bulan. Setelah sampai di tanah Jawa, R. Ibrahim langsung masuk ke kebun ayahnya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Beberapa hari kemudian Sunan Ampel baru mengetahui bahwa di dalam kebunnya ada seorang pemuda, anehnya saat itu Sunan Ampel tidak mengenal siapa dia sebenarnya dan dari mana asal usulnya.
Ketika R. Ibrahim berumur 7 tahun, beliau pergi mengaji ke Mesir selama 6 bulan. Setelah sampai di tanah Jawa, R. Ibrahim langsung masuk ke kebun ayahnya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Beberapa hari kemudian Sunan Ampel baru mengetahui bahwa di dalam kebunnya ada seorang pemuda, anehnya saat itu Sunan Ampel tidak mengenal siapa dia sebenarnya dan dari mana asal usulnya.
Ketika ditanya
R. Ibrahim sendiri juga tidak menjelaskan siapa dirinya sebenarnya. Oleh Sunan
Ampel, R. Ibrahim dipercaya untuk mengajar dan menjadi kepala pondok milik
Sunan Ampel. Perintah tersebut dilaksanakan dengan baik selama 40 hari,
akhirnya barulah diketahui siapa sebenarnya pemuda tersebut.
beberapa tahun kemudian Sunan Bonang berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar.
beberapa tahun kemudian Sunan Bonang berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar.
Ia kemudian dikenal pula sebagai imam
resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi.
Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk
berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.Ia acap berkunjung ke
daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean.
Ketika R.
Ibrahim berumur 30 tahun beliau menerima pangkat kewalian dari guru Mursyid,
dan dikenal dengan nama Kanjeng Sunan Bonang. R. Ibrahim Sunan Bonang mempunyai
seorang santri yang bernama K. Nagur. K. Nagur inilah santri yang dapat dilihat
oleh orang banyak. Sebab kebanyakan santri beliau tidak terlihat oleh mata
manusia biasa.Selang beberapa lama setelah beliau menerima pangkat wali
(Sunan), beliau mendirikan sebuah masjid di Desa Bonang.
Nama Sunan Bonang begitu terkenal. Sehingga Pendeta Brahmana Sakti dari India mendengar dan menemui secara langsung. Pendeta tersebut datang ke tanah Jawa ingin menemui Sunan Bonang. yang berlayar ke Tuban. Tujuannya hendak mengadu kesaktian dan berdebat mengenai masalah keagamaan dengan sunann bonang. Namun, ketika ia berlayar menuju Tuban, perahu yang ditumpanginya terbalik dihantam badai. Walaupun ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri, tetapi seluruh kitab tujuan yang hendak dipergunakan untuk berbedat dengan sunan bonang telah tenggeam ke dasar laut.
Nama Sunan Bonang begitu terkenal. Sehingga Pendeta Brahmana Sakti dari India mendengar dan menemui secara langsung. Pendeta tersebut datang ke tanah Jawa ingin menemui Sunan Bonang. yang berlayar ke Tuban. Tujuannya hendak mengadu kesaktian dan berdebat mengenai masalah keagamaan dengan sunann bonang. Namun, ketika ia berlayar menuju Tuban, perahu yang ditumpanginya terbalik dihantam badai. Walaupun ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri, tetapi seluruh kitab tujuan yang hendak dipergunakan untuk berbedat dengan sunan bonang telah tenggeam ke dasar laut.
Jubah
Putih
Di tepi pantai, mereka melihat seorang
lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat. Mereka
menghentikan lelaki itu dan menyapanya. Lelaki berjubah putih itu menghentikan
lahnya, lalu menacapkan tongkatnya ke pasir.“Saya datang dari India hendak
mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang,” kata sang Brahmana
untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?”
tanya lelaki itu
“Saya akan mengajaknya berdebat mengenai
masalah keagamaan,” kata sang brahmana.
“Tapi kitab-kitab yang sawaya bawa telah
tenggelam ke dasar laut.” tanpa banyak bicara, lelaki itu mencabut tongkatnya
yang menancap di pasir. Secara mendadak, air tersembur dari lubang tongkat itu.
Air tersebut membawa keluar seluruh kitab yang di bawa sang Brahmana
“Itukah kitab kitab tuan yang tenggelam
ke dasar laut?” tanya lelaki itu.
Sang brahmana dan pengikutnya memeriksa
kitab kitab itu. ternyata benar, kitab kitab itu miliknya sendiri. Hatinya
berbeda-debar sembari menduga sosok lelaki berjubah putih itu yang
sebenarnya.“Apa nama daerah tempat saya terdampar ini?” tanya sang Brahmana
Kemudian, ia justru berguru kepada sunan
Bonang, bahkan ia menjadi pengikut sunan bonang yang setia. Pada akhirnya,
sunan bonang meninggal dunia pada tahun 1525 m dan dimakamkan di Tuban, di
sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean
dan Tuban. HUSANU MUFID
Tiba tiba, sang Brahmana dan para
pengikutnya menjatuhkan diri berlutut di hadapan lelaki itu. Mereka sudah dapat
menduga bahwa lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang. Sebab, tidak ada
orang sakti berilmu tinggi yang berada di kota Tuban selain Sunan Bonang.
Sang brahmana tidak jadi melaksanakan
niatnya menantang Sunan bonang untuk beradu kesaktian dan berdebat masalah
keagamaan.
“Tuan berada di pantai Tuban” jawab
lelaki itu
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat