Rabu, 19 Maret 2014

Ajaran Wakhidiyah 3




Ajaran Wahidiyah dari Al Mukarrom Romo KH Abdul Majid Ma’ruf (5)

Lebih Utamakan Kewajiban dan Manfaat


YUKTI KULA DZI HAQQIN HAQQOH. Maksudnya ialah agar manusia berusaha mengisi  dan memenuhi segala bidang kewajiban. Mengutamakan pemenuhan  kewajiban  daripada menuntut hak. Baik itu kewajiban  terhadap Allah Wa Rosuulihi SAW, maupun kewajiban-kewajiban dalam  berhubungan  di dalam masyarakat di segala bidang, dan  terhadap makhluk pada umumnya.
Di dalam  berhubungan hidup satu sama lain  selalu timbul  hak dan kewajiban  yang kait-mengkait satu sama lainnya. Kewajiban A terhadap  B merupakan  haknya B dari A. Begitu juga sebaliknya, kewajiban  B terhadap A merupakan haknya A dari B. Maka, diantara  hak dan kewajiban  itu yang harus  diutamakan adalah pemenuhan kewajiban masing-masing.
Soal hak, tidak  usah dijadikan  tuntutan, asal kewajiban dipenuhi dengan baik. Otomatis, apa yang menjadi haknya datang dengan sendirinya. Salah satu contoh, hubungan pemerintah dan rakyat. Dimana pemerintah  berhak  ditunduki  dan dituruti oleh  rakyat. Akan tetapi  berkewajiban membimbing  dan memajukan rakyat.
Yang harus diutamakan pemerintah  adalah kewajiban membimbing, melindungi dan memajukan rakyat.  Sebaliknya, rakyat berhak mendapat bimbingan  dan perlindungan dari pemerintah. Akan tetapi mempunyai   kewajiban taat dan setia  kepada pemerintahan. Maka, yang harus dilaksanakan oleh rakyat hanyalah tunduk dan taat  kepada pemerintahan  tanpa memperhitungkan  apa yang menjadi haknya.
“Sekali lagi,  apabila kewajiban dipenuhi dengan baik, otomatis hak datang dengan sendirinya dengan baik pula,”ujar  Romo KH Abdul Latif  di hadapan ribuan jamaah Wahidiyah dalam acara Mujahadah Nisfusanah di alun-alun Bojonegoro, malam kemarin.
“TAQDIMUL AHAM FAL AHAM  TSUMMAL ANFA’FAL ANFA”.
Manusia seringkali menjumpai  lebih dari satu  macam persoalan  yang harus diselesaikan  dalam waktu yang bersamaan. Dan, tidak  mampu mengerjakannya bersama-sama. Maka, dalam  keadaan demikian harus memilih  diantaranya mana yang lebih  penting. Yang harus dipilih, tentu yang lebih besar manfaatnya.
Demikian  yang dimaksud “TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’FAL ANFA”. “Jadi mendahulukan yang lebih aham lebih penting,  kemudian jika sama-sama pentingnya  dipilih  yang lebih besar manfaatnya. Untuk menentukan pilihan  yang aham dan mana yang anfa,”ungkap Soleh Musta’in Sag,  Koordinator Pengamal Wahidiyah (PW) Kodya Surabaya didampingi Alvian (Seksi Pendidikan).
Perhatikan pedoman: Segala hal yang langsung berhubungan dengan Allah Wa Rosuulihi SAW terutama yang wajib, pada umumnya harus pandang ahammu-lebih penting. Dan, segala hal yang manfaatnya dirasakan juga oleh  orang lain (masyarakat banyak)  harus dipandang anfa’u lebih besar manfaatnya.
Mengapa dikatakan pada “umumnya”. Sebab, mungkin pada suatu saat, karena adanya  hal-hal yang baru muncul atau  karena situasi dan kondisi, pelaksanaannya dapat menyimpang  dari ketentuan itu. “Misalnya suatu ketika  kita sedang  mujahadah atau ibadah sunnah lainnya kemudian ada tamu datang. Lebih-lebih tamu  dari jauh dan sangat penting, maka dalam keadaan  seperti itu  kita harus memutuskan mujahadah atau ibadah sunnah tadi dan menemui tamu itu. Setelah selesai, mujahadah dapat dilanjutkan lagi,”paparnya.
Insya Allah, demikian pengalaman itu, kalau benar-benar tepat menerapkan  LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS BILGHOUTS. Pemilihan mana yang  aham  dan mana yang  anfa’ itu  pasti tepat. Tetapi sebaliknya , jika  lepas dari  LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS BILGHOUTS, mungkin bisa  timbul  penyesalan di kemudian hari akibat dari pemilihan aham dan anfa’ yang kurang tepat.
Perlu diperhatikan bahwa pengertian “manfaat” harus  ditinjau dari berbagai  segi dan memakai  bermacam-macam  pertimbangan . Di dalam soal kesadaran  kepada Allah Wa Rosuulihi SAW. Tetapi juga  bisa diterapkan di bidang-bidang lain  yang dalam  prinsipnya yang harus  diarahkan  untuk FAFIRRUU-ILLALLOH WA ROSUULIHI SAW. Bahwa yang diartikan manfaat seharusnya ialah, “Yang membuahkan manfaat yaitu hal atau perkara  yang mendekatkan dirimu kepada Allah Wa Rosuulihi SAW,”ujar Karana Aji, Koordinator Pengamal Wahidiyah (PW) Jatim dalam acara Mujahadah Nisfusanah di alun-alun Bojonegoro, belum lama ini.
Kesimpulannya, perkara atau hal  yang tidak menjadikan  kedekatan kepada Allah Wa Rosuulihi SAW, bukan manfaat namanya. Melainkan, madlorrot atau membahayakan. Sekalipun berupa  salat, jika  tidak mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah Wa Rasuulihi SAW, tidak akan menghasilkan manfaat melainkan malah mendatangkan bahaya.
Salat yang tidak  membawa pendekatan  diri kepada  Allah adalah salat yang  tidak hudlur hatinya. Lebih-lebih yang kecampuran ‘ujub riyak takabur dan lain-lain. Sebab, adanya  Allah Ta’ala kewajiban  hambanya mengerjakan  salat, zakat, puasa, haji dan memberikan tuntunan hidup kepada manusia. Yang memberikan  kesempatan  hubungan di dalam  pergaulan  hidup ini, tidak lain  Allah. Yang menghendaki agar para hambanya mau mendekat kepada-Nya. Sehingga,  menjadi hamba  yang sadar kepada Allah Wa Rosuulihi SAW.(bersambung) husnu mufid

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar melalui emai
sialahkan saja melakukan demonstrasi, akan tetapi gunakanlah dengan cara-cara damai dan jangan sampai memacetkan jalan raya yang merugikan masyarakat